"Odading, dading, dading rarawuan, wuduk gorengan," lengkingan suara Khodir (49) penjual gorengan keliling memecah keheningan pagi di salah satu perumahan di Desa Citepus, Kecamatan Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi.
Suaranya melengking, pelanggannya menyebut lengkingan suara Khodir seperti sedang mengajak berkelahi. Pria itu juga dikenal doyan bercanda dan kerap ngeyel ketika ada pembeli yang komplain ketika odading yang dijualnya keras atau terlalu kering usai digoreng.
"Halah, dahar weh, jerona mah lembut. Sok loba protes, ieu kadaharan can puguh aya di Amerika, di Inggris barang langka di jual murah sarebuan (Makan saja, dalamnya lembut, jangan banyak protes ini makanan belum tentu ada di Amerika di Inggris. Barang langka di jual murah seribuan)," kilah Khodir saat ada pembeli yang protes karena kult odadingnya terlalu keras, Jumat (26/1/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Secara arti, odading adalah penganan yang terbuat dari adonan terigu, telur dan gula pasir, di tanah sunda makanan ini cukup populer. Odading yang dijual Khodir seolah jauh dari kodratnya, karena kebanyakan odading biasanya manis dan empuk. Sementara odading Khodir keras renyah di luar namun lembut di dalam.
"Asli Pasir Malang, Desa Kebon Manggu, Kecamatan Gunungguruh. Setiap hari jualan wuduk dan gorengan, sebelumnya saya bekerja sebagai pemulung rongsokan," ujar Khodir kepada detikJabar.
![]() |
Sepotong Odading yang dijual Khodir dihargai Rp 1000, dari harga itu Khodir medapat rezeki yang menurutnya cukup lumayan untuk menopang perekonomian keluarganya. Belum lagi dari nasi uduk, balado telur, ayam goreng dan penganan teman nasi lainnya.
"Kalau terjual banyak ya sehari dapat uang variasi kadang Rp 50 ribu ribu kadang Rp 100 ribu, cukup untuk kebutuhan sehari-hari. Yang saya jual barang titipan, hasilnya saya dapatlah dari makanan yang terjual," lirihnya.
Lengkingan suaranya yang mirip mengajak orang berkelahi disebut Khodir merupakan ciri khasnya. Odading buatannya memang ditunggu kalangan emak-emak di komplek perumahan tiap pagi dan siang.
"Jualan kudu tarik da eta gaya urang ameh khas jiga tahu bulat pan boga gaya sorangan jeung deuih nu meulina pan tarorek kurang denge (Jualan harus kencang, itu gaya biar khas seperti penjual tahu bulat punya gaya sendiri. Ditambah pembelinya kan budek, kurang dengar," candanya, seraya menerima pukulan ringan emak-emak yang belanja gorengan miliknya.
Khodir tak kenal lelah, meskipun cuaca panas dan hujan. Ternyata kehidupannya tidak ringan, selain istri dia juga terkadang mempeehatikan anak-anaknya hasil pernikahan terdahulu yang kandas.
"Kalau tidak jualan ya tidak makan di rumah, mau hujan mau apa yang penting sedia mantel sebelum hujan. Nikah sudah tiga kali, anak semuanya 4 dari yang sekarang belum karena baru 3 tahun (menikah). Istri saya diam di rumah ibu rumah tangga biasa," tuturnya.
"Setiap hari, ke BTN rumah sakit jalan kaki ke pengadilan agama paling jauh sampai (jalan) otista," imbuhnya seraya beranjak dari obrolan bersama detikJabar.
Sandal yang dikenakan Khodir terseok, ia kembali berteriak-teriak dengan lengkingan khasnya. Meskipun lelah, Khodir tetap melangkah mendayung rezeki untuk keluarganya di rumah.
![]() |
(sya/tey)