"Dibawa Happy Aja" Ala Emid Pengayuh Becak di Jalanan Bandung

Serba-serbi Warga

"Dibawa Happy Aja" Ala Emid Pengayuh Becak di Jalanan Bandung

Rifat Alhamidi - detikJabar
Senin, 22 Jan 2024 08:00 WIB
Emid (62) pengayuh becak di Suniaraja, Kota Bandung
Emid (62) pengayuh becak di Suniaraja, Kota Bandung (Foto: Rifat Alhamidi/detikJabar)
Bandung -

Namanya adalah Emid. Di usinya yang sudah menginjak 62 tahun, pria asal Cicalengka, Kabupaten Bandung itu nampak masih cekatan menjalankan pekerjaannya menarik becak di Jalan Suniaraja, Kota Bandung.

Di sela aktivitasnya, detikJabar menemui Emid yang sedang santai bersandar sembari menunggu waktu senja datang. Biasanya, ia akan kembali pulang ke rumah anaknya di Kiaracondong, Kota Bandung, jika waktu sudah berganti malam.

Abah Emid, begitu lah warga di sekitar sana menyebutnya, bahkan sudah tak mengingat tahun berapa dia memulai profesi sebagai penarik becak. Tapi yang tidak Abah Emid lupakan, saat itu dia berumur 18 tahunan ketika terjun pertama kali melakukan pekerjaannya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Abah mah dari tahun 80-an lah, sep (sapaan dari orang tua untuk laki-laki yang lebih muda dalam Bahasa Sunda) narik becak. Udah lebih dari 40 tahun," ujar Emid saat memulai perbincangan di pelataran pertokoan Jalan Suniaraja, Sabtu (20/1/2024).

Pertama kali menjadi penarik becak, Emid pun masih ingat betul bayarannya berkisar di angka Rp 30-50 perak. Kini seiring waktu berjalan, ia bisa mendapatkan bayaran dari pelanggan sekitar Rp 10 ribu hingga Rp 50 ribu, tergantung jarak tempuh yang dipesan.

ADVERTISEMENT

Biasanya, orang-orang yang memesan jasa kepada Emid adalah pengunjung yang datang ke sekitar pertokoan Jalan Suniarja menuju Pasar Baru Kota Bandung. Meski zaman sekarang sudah berubah, dan tentunya membuat becak terabaikan karena banyaknya kendaraan yang lebih mudah digunakan, tapi Abah Emid seolah tak merasa terganggu karena percaya rezeki sudah ada yang mengaturnya.

"Narik itu Rp 10-15 ribu paling murah, tapi Abah mah enggak matok, sedikasihnya aja. Sekarang emang sepi, udah jarang yang naik becak lagi. Tapi mau gimana, dibawa happy aja, daripada dibikin pusing, ya, sep," tutur Abah Emid sembari merekahkan senyum tipis di bibirnya.

Kerutan yang sudah terlihat di wajah Abah Emid pun tak pernah ia keluhkan. Bahkan dalam beberapa hari yang lalu, ia pernah mendapat pesanan untuk mengantar barang dari Jalan Suniaraja, Kota Bandung, menuju ke Majalaya, Kabupaten Bandung.

Bayarannya memang besar yaitu Rp 250 ribu sesuai kesepakatan. Tapi masalahnya, Abah Emid harus menempuh perjalanan hingga 6 jam lamanya untuk tiba di tempat tujuan. Meskipun lelah, ia mengaku tak masalah asalkan bisa membawa bekal untuk keperluannya di rumah.

"Alhamdulillah, sep, abah masih kuat. Baru kemarin nganter barang ke Majalaya, berangkat jam 12, nyampe di sana jam 6 sore. Uangnya lumayan buat bekel sama si nini (menyebut istrinya) di rumah. Da cuma berdua, nasi setengah liter juga udah cukup buat makan," ucapnya.

Sehari-hari, Abah Emid hanya hidup berdua dengan istrinya. Ia kini biasanya pulang ke Cicalengka, atau menginap di rumah anaknya di Kiaracondong atau di Batununggal, Kota Bandung, jika situasinya tidak memungkinkan.

Abah Emid dikaruniai 6 orang anak yang semuanya sudah menikah. Empat anak perempuan dan 2 anak laki-laki, dan 16 cucu menjadi penghias kehidupan Emid di usia senjanya.

Selain menarik becak, Abah Emid juga kerja serabutan untuk mendapat tambahan biaya. Sejumlah pekerjaan seperti jadi tukang bangungan, tukang parkir dan beberapa pekerjaan di jalan, dilakoninya dengan suka cita demi bisa bertahan.

"Kerja mah apa aja bisa, yang penting halal," tutur Abah Emid sembari terucap pesan untuk tak canggung melakoni pekerjaan apapun.

Tak jarang, sejumlah wisatawan yang datang ke Bandung juga memesan jasa Abah Emid. Mereka biasanya ingin jalan-jalan santai sembari naik becak dan menikmati suasana penuh syahdu di Kota Kembang.

Jika mendapat pesanan dari wisatawan, Abah Emid tentu langsung kegirangan. Sebab biasanya, mereka akan membayar jasa Emid dengan kisaran harga Rp 30 ribu hingga ratusan ribu rupiah untuk sekali jalan berkeliling Kota Bandung.

"Kalau orang luar kan cuma pengin jalan-jalan doang. Alhamdulillah sep, ngasih Rp 30 ribu, Rp 50 ribu, bahkan pernah keliling 2 jam, ngasihnya Rp 250 ribu," katanya sembari mengucap syukur ketika menceritakan hal itu kepada detikJabar.

Pernah Dibacok OTK

Melakoni pekerjaan di jalan, Abah Emid sebetulnya rentan terhadap bahaya yang berpotensi datang. Ia pun masih ingat, saat umurnya masih 30an, Abah Emid pernah ditebas orang tak dikenal (OTK) ketika sedang terlelap tidur di atas becaknya di sekitaran Jalan Suniaraja.

Akibatnya, telapak tangan Emid pun saat itu terluka parah. Meski kini sudah sembuh total, namun akibat insiden itu, ia tidak bisa menekuk sendiri jemarinya yang menyisakan bekas dari tebasan senjata tajam tersebut.

"Kejadiannya jam 2 malem. Abah lagi tidur di becak, tiba-tiba dibangunin, terus langsung dibacok pakai samurai. Tangan yang kena karena nahan, ini sekarang jadinya enggak bisa ditekuk sendiri jarinya," kata Emid sembari memperlihatkan bekas luka tebasan senjata tajam itu.

Sejak insiden itu, Abah Emid jadi lebih peka terhadap keselamatannya. Jika situasi di jalan, apalagi saat malam sudah tidak memungkinkan, Abah Emid lebih memilih pulang ke rumah. Paling tidak, ia akan mencari tempat yang ramai untuk beristirahat menyambut hari esoknya.

[Gambas:Video 20detik]



Prinsip Jaga Kerukunan Sesama Keluarga

Perbincangan dengan Abah Emid tak terasa makin dalam. Kehidupan pribadi keluarganya turut ia ceritakan kepada detikJabar, meskipun saat ini keenam anaknya sudah hidup terpisah dan punya aktivitas dengan keluarganya masing-masing.

Tapi, tak nampak raut kesedihan kala Abah Emid menceritakan kehidupan keenam anaknya itu. Kebanggan justru ia tunjukkan, karena mereka semuanya hidup akur dan bisa saling membantu jika mengalami kesusahan.

Semuanya terjadi karena memang Abah Emid menerapkan prinsip menjaga kerukunan sesama keluarganya. Baginya, anak-anak tidak boleh sampai bertengkar meskipun masalah besar sedang melanda mereka.

"Yang paling jauh cuma satu anak perempuan yang nikah sama orang Padang, sisanya mah di Bandung semua. Alhamdulillah rukun, sama abah dikasih pesan jangan sampai sesama keluarga mah musuhan, harus bisa saling ngejaga," tuturnya.

Momen lebaran, tentu menjadi hari yang paling Abah Emid nantikan. Biasanya, saat hari itu tiba, rumahnya di Cicalengka akan dipenuhi warna keceriaan anak-anak dan ke-16 cucunya yang berkumpul di rumah.

"Terakhir kumpul itu pas Tahun Baru, beuh rame pokoknya, rumah juga jadi mepet. Yang bikin abah seneng itu, semuanya jadi nyaah (sayang) ke abah sama nini. Cucu juga gitu, malam jadi lebih apet sama nininya malahan," kata Abah Emid.

Perbincangan dengan Abah Emid pun harus berakhir karena waktu sudah semakin senja. Sebelum berpamitan, Abah Emid turut mengucapkan doa dan menitipkan pesan supaya bisa lebih menghargai hidup dan jangan pernah menyerah mengadapi masalah sesulit apapun.

"Intinya mah selama badan masih sehat, masih jagjag, masih kuat, syukuri dan jalan aja. Jangan sampai masalah terlalu banyak dipikirin, insyaallah pasti ada jalan keluarnya," ucapnya. "Sing sehat terus, ya, sep," pungkasnya.




(ral/yum)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads