Sebuah keluarga berdarah campur Jerman-Belanda pernah melakukan penelitian terhadap hewan dan tumbuhan di Sukabumi, Jawa Barat. Salah satu karya penelitian yang paling fenomenal yaitu ditemukannya Elang Jawa (Nisaetus bartelis) yang kini keberadaannya hampir punah.
Mereka adalah keluarga Bartels. Peneliti pertama yang menemukan Elang Jawa yaitu Max Eduard Gottlieb Bartels. Dia menikah dengan seorang wanita bangsawan asal Belanda, Angeline Cardine Henriette Maunrenbrecher. Istrinya merupakan pelukis hewan yang karyanya dipajang di National Museum of Natural History, Leiden, Belanda.
MEG Bartels kemudian memiliki tiga orang anak yaitu Dr. Max Bartels Jr, Ernst Bartels dan Hans Bartels. Ketiganya pun memiliki kegemaran yang sama untuk meneliti satwa dan tumbuhan. Sayangnya, ribuan hasil karya keluarga Bartels kini tak tersimpan seluruhnya. Ada yang sebagian dijual dan dijarah oleh Jepang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebagian keluarga Bartels kini tinggal menetap di Sukabumi. Pasalnya, anak sulung MEG Bartels yaitu Dr. Max Bartels Jr menikah dengan seorang pribumi Ipitsari A. Garis keturunan MEG Bartels pun bercampur dengan darah Sunda.
![]() |
detikJabar berkesempatan untuk berbincang dengan cucu dan cicit MEG Bartels. Mita M Fatmita selaku cicit Bartels menceritakan, mulanya MEG Bartels datang ke Indonesia dengan mengikuti rombongan sirkus lantaran tak disetujui ayahnya yang merupakan seorang arsitek di Jerman.
"Ikut dengan rombongan sirkus karena dia kurang disetujui sama orang tuanya. Orang tuanya arsitek di sana (Jerman)," kata Mita.
Singkat cerita, penelitian keluarga Bartels terpaksa berhenti saat agresi militer Jepang ke Indonesia. Pada tahun 1941, rumah MAX Bartels kedatangan tentara Jepang. Dia berangkat dengan sukarela dan rumah beserta museum dan tempat penelitiannya di Pasir Datar, Sukabumi ditinggalkan.
"Ketika zaman Jepang kita pindah ke daerah Tegal Wangi. Rumah di atas (Pasir Datar) itu dijarah lah sama Jepang. Barang-barangnya juga dijarah. Ada yang diselamatkan (disimpan) di museum Bogor, terus ada juga yang dibawa, diamankan di rumah. Mobil antik nenek (istri Max Bartels) juga (diambil)," katanya.
Pada tahun 1948, Belanda kembali datang dan melakukan agresi militer kedua. Saat itu, pasukan Belanda juga mempertanyakan terkait penelitian keluarga Bartels. Istri Bartels, Ipitsari A. yang merupakan pribumi dicurigai tentara Belanda.
"Datang lagi Belanda, mereka bertanya 'Kenapa ada barang-barang di sini?' Nggak percaya karena kulit coklat dan pribumi kan, terus Mami (Ieceu Mariati selaku anak Max Bartels) juga disangkanya anak orang (karena berwajah Belanda) mau diambil tapi kemudian ada yang mengenali dan menjelaskan," jelasnya.
Lebih lanjut, hasil karya keluarga Bartels pun dibawa ke Belanda. Anak kedua dan ketiga MEG Bartels yaitu Ernst dan Hans tak mampu mempertahankan hasil penelitian ayahnya sehingga menjual ke Pemerintah Belanda.
"Kemungkinan besar om Ernst sama om Hans mereka itu mungkin nggak bisa juga melihara jadi ada yang dijual ke pemerintah Belanda. Mereka juga kondisinya sulit, hidup bagaimana nggak punya apa-apa sesudah jadi interniran," kata dia.
![]() |
Selama ini, Mita hanya melihat wajah kakek dan buyutnya melalui foto. Pasalnya, sejak Max Bartels dibawa ke Burma (sekarang Myanmar) mereka sudah putus komunikasi. Mita dan ibunya Ieceu Mariati pun sempat berziarah ke makam Max Bartels di Thailand pada tahun 1994.
Sekedar informasi, selain menemukan Elang Jawa, keluarga Bartels juga penemu 21 spesies, baik berupa burung, kelelawar, dan tikus. Tujuh di antaranya masih dalam Red List IUCN (daftar merah spesies terancam).
(yum/yum)