Pagi selalu jadi jam-jam sibuk bagi puskesmas. Puluhan warga menunggu di kursi tunggu sejak pagi, sudah jadi pemandangan biasa di puskesmas, termasuk Kota Bandung.
Namun, bagaimana pelayanannya? Benarkah puskesmas identik dengan pelayanan tak ramah dan lamban?
Tim detikJabar berbincang dengan beberapa pasien di sejumlah puskesmas di Kota Bandung, dalam rentang waktu berbeda. Puskesmas Talaga Bodas menjadi titik lokasi pertama.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jika melihat dari ulasan pada Google, puskesmas ini mendapat nilai 3,1 dengan komentar yang cukup beragam. Mayoritas penilaian buruk karena miskomunikasi antarpegawai dan keterbatasan tempat duduk.
Saat detikJabar datang, puluhan warga terlihat duduk tenang menanti nomor antreannya dipanggil. Salah satunya Noviana, perempuan asal Kota Bandung itu sudah antre sejak pukul 09.00 WIB.
Menit demi menit berlalu, jam sudah menunjukkan pukul 10.15 WIB, tapi nomor urutnya belum kunjung dipanggil. Ia mendapat nomor urut ke-79 di Poli Umum.
"Baru pertama kali sih periksa, ada alergi gitu di kulit. Lumayan nunggunya sejam. Ini saya pakai BPJS, tapi karena (usia) sudah di atas 21 tahun, nggak tahu deh ini bisa atau nggak (dipakai). Udah siap-siap uang, ini layanan juga kan naik lumayan ya dari Rp 3.000 ke Rp 15.000," ucap mahasiswi salah satu kampus swasta ini.
Terlihat satu per satu pasien masih terus berdatangan. Mereka yang kebingungan mencoba bertanya ke meja 'Nurse Station', sudut yang bisa jadi tempat informasi selain di meja 'Pendaftaran Pasien'.
Dengan nada ramah, terlihat petugas menjelaskan alur pendaftaran di puskesmas tersebut. Sang petugas juga memastikan apakah pasien menggunakan layanan BPJS atau layanan umum yang berbayar. Sementara petugas pendaftaran terlihat sibuk, tak banyak bicara dan tak terlihat ekspresi di balik maskernya.
Salah satu pasien perempuan terlihat baru datang dan mencari tempat duduk. Perempuan rantauan dari Aceh ini, diantar rekannya untuk datang ke puskesmas. Hari itu ia sedang mengalami flu berat.
"Sudah sering ke sini, dulu waktu pertama kali ngurus sempat diminta untuk ubah puskesmas domisili dan ambil nomor antrean dulu dari Mobile JKN. Di sini baik sih, meskipun memang kalau antre agak lama. Dokternya tapi beberapa ada yang judes, terutama di pendaftaran sih biasanya judes, karena rame orang ya mungkin," cerita pasien tersebut.
Perempuan itu pun masih ingat betul, pernah dibuat menanti cukup lama hanya untuk menunggu obat dan surat rujukan. Ia mengaku sangat kesal, tapi tak bisa berbuat banyak.
"Yang bikin males sih pernah saya nungguin obat sama rujukan buat ibu saya. Itu dari jam 07.00 nunggunya, jam 10-an kali baru dipanggil. Itu saya udah kesel banget, jadi ya gitu harus waktunya banyak kalo ke puskesmas mah. Untung sekarang kalo periksa ya yang ringan-ringan gini jadi nggak lama," celetuknya menambahkan.
![]() |
Kecewa dan Kapok Berobat ke Puskesmas
Secuil harapan yang dilontarkan masyarakat, mungkin bisa jadi penggugah. Puskesmas sejatinya sebagai tempat melayani kesehatan masyarakat.
Namun, masih ada beberapa PR yang perlu diselesaikan. Pelayanan yang belum optimal dan petugas yang terkesan minim memberikan senyuman, jadi hal yang sering dikeluhkan.
Sebab keluhan-keluhan tidak hanya terjadi pada satu puskesmas. Nilai buruk juga terpampang di Google Maps UPT Puskesmas Pasundan, dengan rating penilaian 3,2. Banyak yang mengeluhkan pelayanan tidak ramah serta sistem pendaftaran yang harus telepon sehari sebelumnya.
Komentar itu kemudian dibuktikan dengan pengalaman kurang mengenakkan yang pernah dialami Musa (24), pria rantauan asal Pekanbaru. Ia masih ingat betul dibuat kecewa dengan pelayanan salah satu puskesmas di Kota Bandung ini.
"Pernah baru sakit periksa ke Puskesmas Pasundan, dateng lah ke pendaftaran. Namanya orang sakit kan mau periksa hari itu juga. Ditanya (di pendaftaran), udah daftar online belum? Terus aku jawab belum, terus malah dijawab harus daftar online dulu, besok baru bisa datang lagi untuk periksa," ceritanya.
Ia yang hari itu sedang dalam kondisi tidak sehat, akhirnya memutuskan pulang dengan kecewa. Ia tak bisa membayangkan, bagaimana jadinya kalau saat itu datang dengan sakit yang tak tertahankan.
Kekecewaannya ini membuatnya enggan periksa lagi ke puskesmas. Terlebih, naiknya tarif layanan puskesmas di Kota Bandung cukup berpengaruh baginya yang tak mengantongi kartu BPJS. Tarif pelayanan yang naik pun akhirnya dia pertanyakan, jika tak sejalan dengan peningkatan kualitas layanannya.
"Di pendaftaran itu jutek banget pelayanannya, padahal aku umum, bukan BPJS. Akhirnya aku pindah ke klinik, itu pun rekomendasi bukan dari puskesmas. Malah dari tukang parkir, kebetulan dia ada voucher potongan berobat di sana, jadi dikasih aja," katanya.
"Harus daftar online dan kalau udah daftar harus datang di hari berikutnya. Itu memperibet orang yang sakit dan merantau," keluh Musa.
Bukan hanya soal cara pelayanannya, waktu operasional di puskesmas yang Musa kunjungi pun terbilang cukup singkat. Buka mulai pukul 07.30 WIB, puskesmas ini sudah menutup layanan termasuk pendaftaran pada pukul 11.00 WIB.
Benar saja, saat tim detikJabar mencoba datang ke puskesmas tersebut pukul 12.45 WIB, layanan puskesmas sudah tutup.
"Bisa daftar online dulu dari WhatsApp sampai jam 11.00 WIB. Kalau sudah ditutup ya bisa antre ke sini, tapi harus pagi-pagi sebelum jam buka, soalnya cari nomor sisa dari pendaftaran online itu. Kuota pasien ya paling tersedia 50 sehari," ucap satpam yang berjaga, mencoba menjelaskan.
Masih Ada yang Setia dan Senang Berobat ke Puskesmas
Kota Bandung tercatat memiliki 80 puskesmas yang tersebar. Dari puluhan puskesmas, tiap puskesmas punya sistem pendaftarannya masing-masing.
Termasuk soal standar pelayanan, yang sepertinya juga tak seragam. Sebab, cerita tak menyenangkan seperti Musa, nyatanya tak pernah dialami oleh Oey Tyoan Lie (65).
Rumahnya terbilang dekat dari Puskesmas Caringin, sehingga ia sudah sering bolak-balik mengurus kesehatannya ke sana. Oey juga mengaku memang selama ini mendaftar masih dengan cara antre.
Namun berkali-kali kunjungan, ia mengaku belum pernah mendapat pelayanan yang mengecewakan. Meskipun, nilai di Google Maps Puskesmas Caringin hanya mendapatnya 3,0 dengan komentar yang serupa yakni soal pelayanan dan antrean.
"Saya ini ke sini ambil obat dan kontrol, saya ada autoimun. Rujukan ke RS Hasan Sadikin. Rumah saya dekat dari sini, jadi kalau ambil obat atau apapun saya ke sini dengan BPJS. Semua gratis, tapi kalau obat ada sebagian yang bayar. Ya di sini bagus, (ada yang kurang ramah?) enggak, tapi memang kalau nunggu agak lama. Ya hanya itu," tuturnya.
Keluhan yang berarti juga tak tergambar pada salah satu pasien di Puskesmas Ibrahim Adjie. Siang itu, pasien pria berusia 75 tahun mengaku sedang menanti surat rujukan untuk kontrol ke RS Advent, sekaligus menebus resep obat.
Dalam keadaan telunjuk diperban, ia menanti bersama istri dan anaknya untuk dipanggil di loket 'Farmasi'. Saat bercerita, tak ada keluhan soal pelayanan yang ia terima, meskipun hari itu puskesmas terbilang cukup ramai sehingga pasien butuh waktu untuk menunggu panggilan.
"Jari saya kena gergaji mesin waktu ngerjakan mebel, ya namanya musibah. Ini ada 20 jahitan, sudah hampir mati rasa. Sekarang ambil obat dan rujukan ke sini. Ini nunggu dipanggil ya, belum terlalu sih (lamanya)," kata pria berkacamata itu.
Seperti diketahui, mulai 5 Januari 2024 lalu Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 1 Tahun 2024 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah mulai diberlakukan. Setelah 14 tahun lamanya sejak ketentuan Perda yang sama pada tahun 2010, tarif pelayanan Puskesmas naik lima kali lipat dari Rp3.000 menjadi Rp15.000.
Meskipun besaran kenaikan ini tak berpengaruh bagi masyarakat yang sudah menggunakan kartu BPJS atau termasuk kategori UHC (Universal Health Coverage), kualitas pelayanan puskesmas pun jadi sorotan.
![]() |
Tanggapan Dinas Kesehatan
Pasca temuan laporan ketidakpuasan masyarakat pada pelayanan beberapa puskesmas, Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Bandung, Anhar Hadian, mengatakan pihaknya langsung melakukan pembinaan intensif. Teguran yang masuk bukan jadi senjata untuk mengadili nakes yang bertugas, justru kata Anhar, membangun agar pelayanannya dapat diperbaiki.
Ia justru berharap, laporan-laporan dengan data yang detail bisa masuk lebih banyak. Hal ini sebagai catatan dan evaluasi, jangan sampai pelayanan yang tak maksimal terus dialami masyarakat. Terlebih, mayoritas masyarakat yang datang adalah pasien, yang dalam kondisi tidak sehat.
"Ada IKM (Indeks Kepuasan Masyarakat) yang jadi standar resmi pelaporan kami ke Kemenpan. Itu angkanya bagus, di B (baik). Nah begitu berita ini muncul, kami dapat banyak informasi yang muncul juga. Informasi yang semakin detail seperti puskesmas, lokasi, poli, nama petugas, hari apa jam berapa, buat saya itu sangat memudahkan. Kami jadi punya informasi yang lengkap untuk lebih membina puskesmas" tutur Anhar.
"Masyarakat berhak mengawasi kok, jangan dipendam di dalam hati. Keluarkan saja biar kita tahu puskesmas yang mana, pegawai yang mana, karena kan nggak semuanya jelek. Sampaikan paling gampang ke medsos kami ya, meskipun mungkin responnya cuma 'baik, terima kasih akan kami perhatikan', tapi di belakangnya tuh sebenarnya kami bergemuruh," lanjutnya.
Selain itu, Anhar memperingatkan pada tiap puskesmas bahwa sorotan dari warga ini menjadi sebuah warning. Tandanya, ada yang harus segera dibenahi oleh tiap-tiap fasilitas kesehatan (faskes) di Kota Bandung.
Targetnya, di tahun ini ia ingin lebih banyak menerima informasi kepuasan masyarakat dan optimalisasi pelayanan kesehatan. Kenaikan tarif pelayanan puskesmas disebut sebagai penyeimbang harga kebutuhan untuk obat dan alat kesehatan yang juga naik tiap tahunnya.
"Pastinya tentu saja kami berkomitmen pelayanan akan meningkat. Hanya tidak semua laporan bisa sampai ke telinga saya. Jadi setelah ada informasi ini saya senang ya," janjinya.
"Ini tentu saja jadi warning buat kita. Kita ditakdirkan bekerja di pelayanan publik ya. Masyarakat adalah rajanya yang harus kita layani. Sudah bukan zamannya lagi pegawai Puskesmas itu pengen dilayani, dihormati, sekarang mau kita melayani. Jadi, saya minta semua pegawai Dinkes memberikan pelayanan terbaik buat masyarakat," tambah Anhar.