Pascagempa bumi 4,8 magnitudo yang mengguncang Kabupaten Sumedang, Jawa Barat, Tim Seismologi Institut Teknologi Bandung (ITB) memasang 22 seismograf di sekitar area terjadinya gempa.
Alat itu, dipasang tim tersebut berasal dari Kelompok Keahlian Geofisika Global Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan (FTTM) ITB dan Pusat Unggulan Ipteks (PUI) Sains dan Teknologi Kegempaan ITB.
"Pemasangan alat tersebut bertujuan untuk lebih memahami dan meneliti fenomena gempa yang terjadi di Sumedang belakangan ini," kata Prof Andri Dian Nugraha dalam keterangan tertulis yang diterima detikJabar, Kamis (4/1/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Seperti diketahui, gempa ini memberikan dampak kerusakan pada beberapa bangunan serta rumah tinggal. Bahkan, getaran gempa dirasakan di sejumlah wilayah lainnya di Jawa Barat, seperti Bandung, Subang, Garut, serta Cirebon.
Berdasarkan mekanisme fokus sumber gempa yang diumumkan oleh BMKG, gempa terpicu oleh adanya pergerakan sesar aktif yang bergerak secara mendatar (strike slip).
Sementara, menurut Badan Geologi dalam keterangan resminya memperkirakan bahwa keberadaan Sesar Cileunyi-Tanjungsari sebagai penyebab terjadinya rangkaian gempa di Kabupaten Sumedang. Namun untuk memastikan karakteristik dari fenomena gempa Sumedang masih dibutuhkan kajian lanjutan, salah satunya adalah kajian seismologi.
"Tim Seismologi ITB membawa 22 unit seismograf dengan tujuan untuk merekam gempa susulan yang terjadi di Sumedang. Selain itu, tim juga akan melakukan kajian ambient seismic noise tomography untuk mencitrakan profil struktur seismik bawah permukaan yang menjadi sumber kejadian gempa Sumedang," ungkap Andri.
Andri bersam tim yang terdiri dari dosen dan mahasiswa, akan meneliti 22 sebaran titik pengamatan seismograf dengan lebih detail. Sebaran titik pengamatan seismograf melingkupi area kejadian gempa di Kabupaten Sumedang.
"Perekaman gempa susulan pun akan dilakukan selama 30 hari. Selanjutnya data rekaman gempa susulan akan dianalisis untuk memahami fenomena kejadian gempa Sumedang," ungkapnya.
Terkait pemicu gempa, berdasarkan keterangan dari Pusat Studi Gempa Nasional (PuSGen) pada tahun 2017, terdapat kemenerusan garis Sesar Tampomas dan Sesar Cileunyi-Tanjungsari. Namun sebaran 9 episentrum gempa berada di antara Sesar Tampomas dan Sesar Cileunyi-Tanjungsari.
Hal ini mengindikasikan bahwa dibutuhkan kajian seismologi secara lebih lanjut, dengan merekam gempa susulan melalui jaringan pengamatan seismograf yang lebih rapat.
"Selain melakukan pemasangan seismograf, Tim Seismologi ITB juga melakukan kegiatan sosialisasi dan edukasi dengan perangkat desa yang menjadi lokasi penempatan peralatan seismograf. Hal yang serupa juga pernah dilakukan Tim Seismologi ITB pada saat gempa Lombok tahun 2018, gempa Ambon tahun 2019, dan gempa Cianjur pada 21 November 2022," pungkasnya.
(wip/sud)