Cara Seniman Kritisi Persoalan Sampah Lewat Pameran di TPA Sarimukti

Cara Seniman Kritisi Persoalan Sampah Lewat Pameran di TPA Sarimukti

Whisnu Pradana - detikJabar
Kamis, 28 Des 2023 17:15 WIB
Seniman Gelar Pameran Lukisan di TPA Sarimukti
Seniman Gelar Pameran Lukisan di TPA Sarimukti. Foto: Whisnu Pradana/detikJabar
Bandung Barat -

Delapan kanvas yang di atasnya sudah tergores lukisan warna-warni tergolek di antara onggokan sampah di kawasan TPA Sarimukti, Cipatat, Kabupaten Bandung Barat (KBB).

Galerinya bukan galeri mewah lengkap dengan kurator untuk menjelaskan maksud dan makna di balik setiap gambar, pemilihan warga, hingga hal-hal detail yang tertuang dalam lukisan tersebut.

Tentu, tak bakal banyak orang yang mau menikmati lukisan di tengah tumpukan sampah. Diterpa panas, debu, dan bau sampah yang menusuk hidung. Membuat siapapun yang tak biasa, bisa mual dan ingin muntah.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Ini adalah pameran (lukisan) kritik terhadap kondisi (pembuangan) sampah saat ini. Rasanya tidak masuk akal ketika kita membuat karya sebagai kritik terhadap sampah tapi di galeri-galeri mewah," ujar Alin, juru bicara Panca Seni yang menggelar pameran lukisan di TPA Sarimukti saat ditemui, Kamis (28/12/2023).

Tema pameran yang mereka bawa kali ini yakni 'Cul Weh'. Cul weh merupakan istilah dalam bahasa Sunda yang bila diartikan berarti 'dibiarkan saja'. Tema itu selaras dengan kondisi sampah di TPA Sarimukti yang dibiarkan saja.

ADVERTISEMENT

"Nah di sini lah galeri kami. Menurut kami, terhadap Cul Weh yang kami bawa, mengkritik soal sampah itu sebaiknya di tempatnya langsung," kata Alin.

Delapan lukisan itu sengaja dipamerkan di area luar tempat pembuangan sampah terbesar di Bandung Raya tersebut. Setiap lukisan, punya cerita yang berbeda. Namun suaranya sama, mengkritisi bagaimana manusia dan sampah yang dihasilkannya, merupakan penyebab kerusakan alam.

"Kurang lebih ada 8 karya. Untuk garis besarnya tema Cul Weh itu soal keteledoran manusia. Jadi lukisan yang kami buat ini banyak membahas soal lepas tanggungjawabnya manusia pada masalah sampah," kata Fatal, koordinator pameran.

Kondisi Cul Weh dilakukan oleh masyarakat dan pemerintah pada sampah di TPA Sarimukti. Mereka berusaha menyelami lebih dalam kondisi di lingkungan itu.

"Seperti kita lihat di belakang sini, pemulung bekerja memilah sampah dari organik dan sampah anorganik. Nah kondisi itu yang kami tuangkan dalam kanvas, setelahnya dikembangkan lagi oleh masyarakat dan media," kata Fatal.

Beri Pesan Lewat Lukisan

Pesan yang mereka angkat soal isu sampah dan keberadaan manusia yang belakangan lebih banyak memberi dampak kurang baik, dituangkan dalam sebuah lukisan berjudul 'Boikot Tubuh'.

Lukisan itu dilahirkan melalui tangan-tangan terampil Alin, Barto, Comot, dan Cenge. Empat seniman lukis yang tergabung dalam Panca Seni. Tak perlu waktu lama, hanya tiga hari untuk menyelesaikan lukisan bernuansa surealis itu.

"Sekitar 3 hari sih, tapi yang lama itu menyusun narasinya. Perlu waktu sampai 2 bulan," kata Alin.

Boikot tubuh, kata Alin, bisa diartikan sebagai cara menyadarkan diri sendiri pada dampak negatif yang ditimbulkan. Alih-alih fokus pada isu-isu general yang tak terlalu berkaitan dengan kondisi seperti yang terjadi di TPA Sarimukti.

"Narasinya ini kita belakangan lihat aksi boikot-boikot produk, save palestina, dan sebagainya. Alih-alih memboikot itu, kenapa nggak fokus memboikot tubuh kita dari keegoisan dan ketidakpedulian pada lingkungan. Supaya kita lebih aware dan introspeksi diri sendiri. Jadi garis besarnya boikot tubuh itu temanya soal keegoisan manusia," kata Alin.

Dari sisi perpaduan warga dan gambar yang dibubuhkan, ia mengatakan sama sekali tidak merepresentasikan gender baik laki-laki maupun perempuan. Ditambah pemilihan unsur surealis yang diproyeksikan melalui lengan-lengan gurita.

"Kita nggak mau mengategorikan sampah dan kerusakan itu hanya disebabkan oleh perempuan saja, atau oleh laki-laki saja. Tapi kerusakan itu oleh manusia. Nah ini dipilih oleh Barto, teman kita pakar surealis," kata Alin.

"Menurut saya gurita cocok untuk representasi bahwa manusia simbol kerusakan. Kita tahu gurita itu hewan yang banyak akal, punya jantung 9. Jadi cocok saka gitu, manusia dengan gurita itu kolaborasi yang pas untuk boikot tubuh ini," imbuhnya.

(sud/sud)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads