PSI membongkar kasus dugaan penahanan ijazah yang terjadi di beberapa wilayah di Jawa Barat. Jumlahnya pun mencapai 324 ijazah yang berasal dari tingkatan pendidikan TK, SD hingga SMA/SMK.
Ketua DPP PSI Furqan Amini mengatakan, berdasarkan advokasi yang ia lakukan 4 bulan terakhir, ijazah yang diduga telah ditahan pihak sekolah terjadi pada tahun 2010-2023. Bahkan dari temuannya, ada ijazah warga yang ditahan saat ia lulus pada 2002.
"Kasus penahanan ijazah tersebut terjadi dari berbagai tingkatan, mulai dari lulusan TK hingga lulusan SMA sederajat. Dari 324 kasus itu, kami temukan 31 atau 9,6 persen ijazah dari sekolah negeri dan 293 ijazah atau 90,4 persen dari sekolah swasta," katanya saat diskusi di Jl Sultan Tirtayasa, Kota Bandung, Rabu (27/12/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ironisnya, Furqan menemukan dugaan penahanan ijazah terjadi di tingkatan SMA/SMK sederajat. Saat ini, dalam laporan yang ia kumpulkan, ada 5 ijazah yang ditahan pihak SMA negeri, 49 SMA swasta, 16 SMK negeri serta 175 SMK swasta.
"Padahal, anak ini membutuhkan ijazah tersebut untuk karir dan pendidikannya. Ini kan akhirnya, si anak ini harusnya bisa membantu meringankan ekonomi keluarga, namun malah menjadi beban bahkan untuk negara karena berpotensi meningkatkan angka pengangguran. Mereka tidak bisa menunggu karena setiap melamar kerja jadi terhambat," ungkap Furqan.
Data lain yang ia kumpulkan, ada 2 ijazah di tingkat TK negeri yang diduga masih ditahan sekolah. Kemudian 1 SD negeri, 4 SD swasta, 3 SMP negeri, 39 SMP swasta, 14 MTs swasta, 2 STM swasta, 5 MA negeri dan 9 MA swasta.
Furqan mengungkap, data ini ia kumpulkan berdasarkan laporan dari warga di sejumlah daerah di Jabar. Mayoritas terjadi di Kota Bandung dengan 217 kasus, Cimahi 37 kasus, Kabupaten Bandung 43 kasus, Kabupaten Bandung Barat 18 kasus, Garut 3 kasus dan masing-masing satu kasus disumbang Sumedang, Subang, Kuningan, Kabupaten Tasikmalaya, Kota Bekasi dan Kota Bogor.
Adapun alasan dugaan penahanan ijazah ini kata dia, keselurahan terjadi akibat faktor tunggakan biaya yang belum diselesaikan orang tua siswa. Tunggakannya pun beragam dari Rp 1 juta hingga paling besar Rp 20 juta.
"Masalah ini, 99 persen terjadi karena tunggakan seperti uang pembangunan, uang pangkal, uang praktikum atau SPP dan gabungan iuran yang lain. Dan 1 persennya, walaupun bukan masalah iuran, tapi juga terjadi karena faktor tunggakan," terang Furqan.
Sebelum menutup pemaparannya, Furqan mengatakan, pada 2020 lalu ia sempat melakukan gerakan serupa. Saat itu, ia mencatat ada 67 ijazah warga di Kota Bandung yang diduga telah ditahan pihak sekolah, dan kemudian langsung diselesaikan pihak Disdik Jawa Barat.
Kini, Furqan juga menginginkan pemerintah daerah bisa turun tangan menyelesaikan kasus tersebut. Sehingga, anak-anak yang terhambat karir maupun pendidikannya karena masalah ijazah tersebut bisa diselesaikan.
"Saat ini saya belum mau mengungkap rincian sekolahnya mana saja, kami bersama orang tua siswa di sini menanti langkah dinas menyikapinya. Karena ini ironi, ada beberapa anak bahkan yang meminta fotocopy ijazah tidak disediakan oleh pihak sekolah karena masih ada tunggakan," tuturnya.
"Saya pun berharap, isu seperti ini bisa segera disikapi oleh seluruh pihak. Jangan sampai menunggu karena anak-anak tersebut menginginkan bisa mendapat pekerjaan untuk mengurangi beban keluarganya masing-masing," pungkasnya.
(ral/yum)