Sejumlah pegawai salah satu perusahaan pengolahan teh di Kabupaten Sukabumi melaporkan perusahaan tempatnya bekerja karena dianggap melanggar UU Cipta Kerja.
Melalui kuasa hukumnya, Nendar Supriatna, dari lembaga bantuan hukum KSBI (Konfederasi Serikar Buruh Seluruh Indonesia) para buruh membuat laporan ke Satreskrim Polres Sukabumi.
"Hari ini kami datang untuk membuat laporan dugaan tindak pidana dari sebuah perusahaan pengolahan teh yang mana dari permasalahan tersebut kita menduga adanya tindak pidana yang UU Cipta Kerja," kata Nendar saat ditemui detikJabar di Mapolres Sukabumi, Jumat (22/12/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Nendar, perusahaan tersebut membayar upah di bawah minimum. Jumlah karyawan sekitar 130 orang, terdiri dari sekitar 30 bekerja sebagai staf dan sekitar 100 orang berstatus pegawai harian lepas.
"Itu perusahaan pengolahan teh jadi perusahaan tersebut mengolah teh dan dia bekerjasama dengan perusahaan-perusahaan besar minuman ringan brand ternama. Jadi sangat kita sayangkan kalau perusahaan tersebut tidak menjalankan sesuai regulasi," ujar Nendar.
Baca juga: Menengok Besaran UMP Jabar 5 Tahun Terakhir |
"Kita sudah melakukan upaya-upaya dengan cara musyawarah bipartit dan juga mediasi dengan Dinas Tenaga Kerja akan tetapi sangat disayangkan juga ketika anjuran dari dinas itu keluar pihak perusahaan terkesan mengabaikan, selanjutnya kita melayangkan surat terhadap pengawas Ketenagakerjaan provinsi Jawa Barat dan dari pihak pengawas itu sudah satu kali turun,"tambah Nendar.
Menurut Nendar, rata-rata pegawai perusahaan tersebut sudah memiliki masa kerja hingga belasan tahun. Sementara status mereka sampai saat ini tidak jelas.
"Permasalahan ini kalau melihat masa kerja kawan-kawan yang hari ini membuat laporan ada yang masa kerja 19 tahun, ada yang 13 tahun ada yang 9 tahun, ada 3 orang, artinya perusahaan ini sudah melebihi dari 19 tahun tentunya," ungkap Nendar.
Terkait dugaan pelanggaran, Nendar mengatakan pihak perusahaan diduga tidak mengikutsertakan sebagian karyawannya dalam program BPJS.
"Selain dugaan BPJS, kami juga mempertanyakan soal penggajian mereka variatif di bawah Rp 50 ribu perhari. Dengan pola penggajian seperti itu dan kontrak kerja karyawan dan sebagainya tidak ada, peraturan perusahaan tidak ada, perjanjian kerja tidak ada. Bahkan slip gajipun tidak ada," pungkas Nendar.
Terpisah, Kapolres Sukabumi AKBP Maruly Pardede membenarkan soal pelaporan buruh terkait adanya dugaan pelanggarab UU Cipta Kerja tersebut.
"Iya betul, kami menerima laporan dari buruh. Saat ini kita masih mintai keterangan di Satreskrim," singkat Maruly.
(sya/yum)










































