Kasus dugaan perundungan (bullying) yang menimpa bocah kelas 3 SD swasta di Kota Sukabumi masih bergulir. Dua perkara dilaporkan oleh keluarga korban yakni mengenai peristiwa perundungan dan intimidasi pihak sekolah bersama orang tua terduga pelaku.
Orang tua korban berinisial DS (43) mengungkapkan, sebelum kasus dilaporkan ke aparat kepolisian, pihaknya sempat menerima ajakan damai berupa uang ganti rugi. Hal itu terjadi sebelum dia melaporkan kasus itu ke aparat kepolisian.
Mulanya, pada awal Oktober 2023, DS tiba-tiba mendapatkan surat ultimatum bahwa dia harus membuat klarifikasi ulang dengan kalimat yang sudah disiapkan pihak sekolah. Menurutnya, tindakan itu tak sesuai dengan keinginannya sebagai orang tua korban.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dulu pernah saya disampaikan oleh bapak Dikdik, ketika mereka memberikan saya ultimatum untuk memberikan klarifikasi terkait viral yang pertama, tapi saya merespons dengan dingin dan tidak mengikuti ultimatum mereka," kata DS kepada detikJabar, Selasa (12/12/2023).
"Mungkin mereka panik dan merespons dengan ingin memberikan saya uang melalui Pak Dikdik, mereka menyampaikan ke saya, 'ini keluarga pelaku ingin diantar untuk ketemu untuk memberikan sesuatu yang berhubungan dengan ganti rugi yaitu uang' dan saya bilang nggak," sambungnya.
DS tak menyebutkan secara pasti besaran uang tersebut. Dia menegaskan, tak ada kata damai dalam kasus perundungan yang menyebabkan lengan anaknya patah.
"Saya ingin tekankan juga, ini tidak bisa dinilai dengan uang. Saya tidak berharap ini ada istilah ganti rugi atau mencari jalan kekeluargaan, ini sudah keterlaluan, mau dibayar berapa pun anak saya harus mendapatkan keadilan, itu yang paling penting," katanya.
Pengacara korban, Mellisa Angraini menambahkan, proses hukum dugaan perundungan ini sudah berjalan. Menurutnya, penyelesaian terakhir dalam kasus ini sudah diatur dalam Undang-undang.
"Jadi ini proses hukum sudah berjalan, tidak ada jalan damai. Kalaupun ada pertanggungjawaban yang diberikan kewenangan oleh UU maka kita akan tempuh sesuai aturan karena kan seluruhnya sudah diatur terkait dengan hak-hak korban dan lain sebagainya," kata Mellisa.
"Perjuangan dan mencari keadilan untuk L ini pasti kita upayakan, tidak ada lagi jalan damai, waktu itu jalan damai yang mereka tawarkan ketika L tidak tahu bahwa ada orang dewasa yang ikut nampar dan mukul anak kerban. Setelah tahu itu proses ini akan terus berjalan," tambahnya.
Korban Trauma hingga Ingin Minum Obat Tidur
Kondisi terkini anak korban disampaikan oleh orang tua dan pengacara. Korban anak disebut mengalami trauma hingga berniat untuk mengkonsumsi obat tidur di usianya yang masih 9 tahun.
"Sejauh ini trauma pastinya ada tetapi anak saya itu kata psikolog dari KPAI dan Alhamdulillah mentalnya itu melebihi anak seusianya, tapi meskipun demikian dampaknya itu jelas karena dari perilakunya dia lebih agresif ke adik-adiknya. Serius (obat tidur) tapi saya menganggap itu hanya pengetahuan, penasarannya dia aja," kata DS.
Pengacara korban, Mellisa Anggraini menambahkan, penuturan korban mengenai permintaan obat tidur. Menurutnya, korban mengalami tekanan dan selalu bangun dini hari.
"Soal obat tidur saya sempat bilang 'kamu kenapa?' kata dia 'bingung.' 'Kamu minta obat tidur?' Iya aku tanya bahaya nggak sih obat tidur.' 'Kenapa emang nggak bisa tidur?' Nggak bisa. Jadi dia jam 3 subuh itu sudah siap, sudah siap sekolah ternyata dia di dalam tekanan dan ketakutan," ungkapnya.
Baca juga: Amarah Ortu Bocah Korban Bully Sukabumi |
Selain trauma, usai rangkaian kejadian perundungan hingga intimidasi, korban tidak belajar di sekolah. Orang tuanya khawatir kondisi psikologis korban akan semakin terdampak sehingga anak korban belajar di rumah. Luka yang dideritanya pun masih dalam tahap pemulihan.
"Kondisi L terakhir dari bekas lukanya ini berangsur membaik hanya ada sedikit sisa-sisa di sini (ujung jari) sering keram terus tangannya suka kaku. Di ekor belakangnya sempat sakit waktu sering didorong sama orang tua pelaku karena dorongan sangat keras sampai terbentur ke lantai," katanya.
"Tadi sudah disampaikan juga ke pihak penyidik untuk kita diminta rujukan visum. Kita khawatir itu efek dari perbuatan pidana yang dilakukan," sambung Mellisa.
Kasat Reskrim Polres Sukabumi Kota AKP Bagus Panuntun mengatakan, laporan soal perundungan sudah naik ke tahap penyidikan. Dalam waktu dekat, pihaknya akan kembali melaksanakan gelar perkara untuk menentukan tersangka atau anak berhadapan dengan hukum (ABH).
"Kemarin kan baru wawancara sekarang kita ubah jadi BAP. Untuk proses penyidikan memang seperti itu, dari lidik kita naikan jadi sidik. Dari penyidikan ini kita lakukan pemeriksaan saksi-saksi, pemenuhan alat bukti, pengiriman SPDP. Setelah dirasa lengkap alat bukti terpenuhi baru kita naikkan status jadi tersangka atau ABH jadi tidak serta merta. Nanti gelar tersangka atau ABH kalau anak," kata Bagus.
(yum/yum)