Beragam peristiwa terjadi di Jawa Barat dalam sepekan dari mulai anggota Polres Subang terancam dipecat usai melakukan penganiayaan terhadap seorang remaja hingga pernikahan perempuan dan perempuan di Cianjur.
1. Remaja Subang Tewas Usai Dinterogasi Polisi
Oknum Polisi WE (39) harus berurusan dengan hukum akibat melakukan penganiayaan terhadap seorang remaja A (16) saat melakukan proses interogasi. Anggota Polri berpangkat Aipda ini sudah ditahan di Propam Polda Subang.
Kasus yang menjerat WE yang merupakan anggota Polsek Pusakanagara berawal adanya gerombolan remaja yang diduga akan melakukan aksi tawuran di wilayah Pantura, Subang, pada Sabtu (2/12) sekira pukul 21.00 WIB.
Wakapolres Subang Kompol Endar Supriyatna mengatakan, korban bersama dengan lima temannya ini berkumpul di daerah di Rancadaka, Pusakanagara. Setelah berkumpul, korban dan 5 temannya ini berangkat ke wilayah Gempol dengan membawa senjata tajam untuk melakukan aksi tawuran.
Tawuran yang diduga akan dilakukan oleh para remaja tersebut tidak terjadi. Setelah itu, menurut Endar, pihak kepolisian dari Polsek Pusakanagara menerima laporan dari warga bahwa terdapat gerombolan remaja yang akan melakukan tawuran.
Usai menerima laporan dari warga, pelaku WE (39) yang merupakan anggota polisi tersebut langsung menuju lokasi yang dilaporkan oleh warga bahwa akan terjadi aksi tawuran. Setelah itu WE, langsung mencari keberadaan dari gerombolan remaja. Saat berada di lokasi yang dilaporkan warga, pelaku pun akhirnya bertemu dengan rombongan korban dan melihat para remaja tersebut membawa sajam.
"Pada saat pelaku ini hadir datang di lokasi, ternyata tidak ada. Kemudian pelaku ini berupaya untuk mencari dan akhirnya melihat korban dan 5 temannya ini di Dusun Gempol. Melihat dengan membawa barang dan sehingga pada saat itu juga berupaya menghentikan korban," kata Endar di Mapolres Subang, Rabu (6/12).
Endar mengungkapkan, bahwa oknum petugas kepolisian tersebut langsung mengejar para rombongan korban dengan menggunakan sepeda motor. Setelah itu, pelaku pun dengan terpaksa menabrakkan kendaraannya kepada kendaraan korban, dan hingga akhirnya korban pun terjatuh hingga masuk ke dalam area persawahan milik warga.
"Pelaku langsung berupaya menghentikan mengejar berupaya mengejar tiga kali namun dari korban 5 berupaya untuk kabur dari pelaku. Namun pelaku masih tetap mengejar sehingga ditabraklah motor yang dibawa oleh pelaku sehingga motor yang digunakan oleh korban ini terjatuh di daerah pesawahan. Rekan-rekannya berhasil kabur sementara korban tidak kabur karena tertimpa motor," ungkapnya.
Dari hasil pemeriksaan terhadap pelaku, dia melakukan interogasi awal kepada korban yang dinilai tidak kooperatif, hingga akhirnya oknum polisi tersebut langsung menganiaya korban dengan cara memukul wajah korban sebanyak empat kali.
"Pelaku berupaya untuk menanyakan maksud dan tujuan kepada korban membawa sajam. Karena tidak kooperatif, berdasarkan dari keterangan pelaku ini, menanyakan dari mana dan korban tidak menjawab, hingga akhirnya pelaku melakukan kekerasan dengan memukul di bagian wajah di bagian muka yang menyebabkan bagian muka korban terdapat luka lebam," terangnya.
Setelah itu, Endar menuturkan bahwa korban tersebut sempat dibawa oleh pelaku ke rumah sakit untuk dilakukan penanganan medis. Namun, nyawa korban tidak tertolong dan dinyatakan meninggal dunia pada Minggu (3/12) siang.
Mengetahui anggota keluarganya meninggal dunia dengan cara tak wajar, pihak keluarga pun langsung melaporkan kejadian tersebut ke Satreskrim Polres Subang, dan hingga akhirnya terungkap bahwa pelaku penganiayaan tersebut merupakan seorang oknum anggota kepolisian.
Akibatt perbuatannya pelaku dikenakan undang-undang perlindungan anak dengan ancaman 15 tahun penjara, serta ancaman kode etik paling berat yakni Pemberhentian Tidak Hormat (PTDH) dari petugas Polri.
2. 18 Santri Jadi Tersangka Usai Aniaya Santri Hingga Tewas
18 orang santri ditetapkan Satreskrim Polres Kuningan dalam kasus pengeroyokan terhadap santri H (18) di Ponpes Husnul Khotimah, Kabupaten Kuningan, Kamis (7/12) lalu.
Kapolres Kuningan AKBP Willy Andrian mengatakan, dari 18 tersangka enam di antaranya sudah dilakukan penahanan.
"Enam di antaranya masuk dalam kategori dewasa sehingga langsung kami lakukan penahanan di Mapolres Kuningan, sedangkan 12 lainnya masih di bawah umur kini dalam pengawasan dan koordinasi dengan Unit PPA Dinsos Kabupaten Kuningan dalam artian tidak dilakukan penahanan," kata Willy kepada awak media.
Willy mengungkapkan, 18 tersangka tersebut diduga telah melakukan tindak kekerasan atau pengeroyokan terhadap seorang santri berinisial H (18) yang merupakan warga Bekasi hingga meninggal dunia. Pihaknya akan melakukan proses hukum sesuai aturan dan perundang-undangan yang berlaku secara profesional dan berkeadilan.
Kronologi kasus ini bermula dari perselisihan antara korban dengan sejumlah teman santri pada Kamis malam hingga berujung pemukulan atau pengeroyokan. Peristiwa pengeroyokan tersebut hingga membuat korban harus dilarikan ke rumah sakit dan akhirnya meninggal dunia.
"Pada hari Senin kami mendapat informasi dari masyarakat tentang meninggalnya seorang santri dari salah satu Ponpes di Kuningan tersebut dengan kondisi luka-luka tidak wajar sehingga kami langsung melakukan penyelidikan. Dari hasil autopsi ternyata benar ditemukan sejumlah luka memar dan lebam di sekujur tubuh korban diduga akibat pengeroyokan," ungkap Willy.
Satreskrim Polres Kuningan langsung melakukan penyelidikan dan pemanggilan terhadap sejumlah pihak yang diduga terlibat dalam kejadian ini.
Menurut Willy, pengeroyokan dipicu karena perbuatan korban yang diduga telah melakukan pencurian. Namun demikian, Willy menegaskan, itu baru dugaan dan tidak dibenarkan untuk melakukan tindakan main hakim sendiri.
"Tindakan main hakim sendiri ini sangat tidak dibenarkan dan masuk dalam kategori pelanggaran pidana, apalagi sampai menyebabkan hilangnya nyawa seseorang. Alangkah baiknya jika menemukan suatu tindakan pidana agar melaporkannya ke pihak Polsek atau Polres, jangan diselesaikan dengan main hakim sendiri seperti ini," tegas Willy.
Akibat perbuatannya, enam tersangka dewasa dijerat dengan Pasal 170 KUHP tentang pengeroyokan dengan ancaman hukuman di atas 5 tahun penjara. Sedangkan terhadap tersangka yang masih di bawah umur akan menjalani sistem peradilan anak yang penangananya diatur tersendiri tergantung hasil keputusan majelis hakim dan kejaksaan dengan pendampingan Unit PPA nanti.
3. Video Lama Gunung Tangkuban Parahu Erupsi Kembali Beredar
Jagat maya dihebohkan dengan beredarnya video yang memperlihatkan Gunung Tangkuban Parahu yang berada di perbatasan Bandung Barat dan Subang ini mengalami erupsi.
Dari informasi yang diterima detikJabar, video memiliki durasi 6.30 menit dan menggambarkan embusan abu vulkanik menjulang tinggi ke udara berwarna hitam pekat, disertai teriakan dari pedagang dan pengunjung yang panik.
Ketua Pos Pengamatan Gunungapi Tangkuban Parahu Adzan Anugrah Indiarsyah membantah terkait informasi itu. Dia mengatakan jika video viral itu merupakan video lama.
"Mengenai isu video yang beredar dan viral kembali, itu kejadian erupsi (Gunung Tangkuban Parahu) tahun 2019 lalu," ujar Adzan kepada detikJabar, Kamis (7/12) lalu.
Adzan menyebut, saat ini kondisi Gunung Tangkuban Parahu masih normal. Tak terjadi erupsi seperti yang viral di media sosial.
"Untuk tingkat aktivitas Gunung Tangkuban Parahu, sampai saat ini masih Normal Level I," sebut Adzan.
Terpisah, Petugas Lapangan BPBD KBB, Suheri mengatakan, saat ini kondisi di Gunung Tangkuban Parahu juga dalam keadaan normal. Pihaknya langsung mengecek usai menerima informasi tersebut.
"Saat ini kondisi di Gunung Tangkuban Parahu normal dan baik-baik saja. Kami langsung mengecek ke lokasi setelah beredar informasi tersebut bersama BPBD Kabupaten Subang dan Polsek Jalan Cagak," kata Suheri.
Pengunjung dan pedagang tak terpengaruh oleh viralnya video Erupsi Gunung Tangkuban Parahu yang terjadi pada tahun 2019 silam.
"Pengunjung dan pedagang juga tidak terpengaruh, kondisi semuanya aman-aman saja. Mungkin mereka juga paham bagaimana kondisi di atas," kata Suheri.
(wip/yum)