Jabar Sepekan: Bogem Maut Oknum Polisi Subang

Jabar Sepekan: Bogem Maut Oknum Polisi Subang

Tim detikJabar - detikJabar
Minggu, 10 Des 2023 17:30 WIB
Poster
Ilustrasi penganiayaan (Foto: Edi Wahyono)
Bandung -

Beragam peristiwa terjadi di Jawa Barat dalam sepekan dari mulai anggota Polres Subang terancam dipecat usai melakukan penganiayaan terhadap seorang remaja hingga pernikahan perempuan dan perempuan di Cianjur.

1. Remaja Subang Tewas Usai Dinterogasi Polisi

Oknum Polisi WE (39) harus berurusan dengan hukum akibat melakukan penganiayaan terhadap seorang remaja A (16) saat melakukan proses interogasi. Anggota Polri berpangkat Aipda ini sudah ditahan di Propam Polda Subang.

Kasus yang menjerat WE yang merupakan anggota Polsek Pusakanagara berawal adanya gerombolan remaja yang diduga akan melakukan aksi tawuran di wilayah Pantura, Subang, pada Sabtu (2/12) sekira pukul 21.00 WIB.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Wakapolres Subang Kompol Endar Supriyatna mengatakan, korban bersama dengan lima temannya ini berkumpul di daerah di Rancadaka, Pusakanagara. Setelah berkumpul, korban dan 5 temannya ini berangkat ke wilayah Gempol dengan membawa senjata tajam untuk melakukan aksi tawuran.

Tawuran yang diduga akan dilakukan oleh para remaja tersebut tidak terjadi. Setelah itu, menurut Endar, pihak kepolisian dari Polsek Pusakanagara menerima laporan dari warga bahwa terdapat gerombolan remaja yang akan melakukan tawuran.

ADVERTISEMENT

Usai menerima laporan dari warga, pelaku WE (39) yang merupakan anggota polisi tersebut langsung menuju lokasi yang dilaporkan oleh warga bahwa akan terjadi aksi tawuran. Setelah itu WE, langsung mencari keberadaan dari gerombolan remaja. Saat berada di lokasi yang dilaporkan warga, pelaku pun akhirnya bertemu dengan rombongan korban dan melihat para remaja tersebut membawa sajam.

"Pada saat pelaku ini hadir datang di lokasi, ternyata tidak ada. Kemudian pelaku ini berupaya untuk mencari dan akhirnya melihat korban dan 5 temannya ini di Dusun Gempol. Melihat dengan membawa barang dan sehingga pada saat itu juga berupaya menghentikan korban," kata Endar di Mapolres Subang, Rabu (6/12).

Endar mengungkapkan, bahwa oknum petugas kepolisian tersebut langsung mengejar para rombongan korban dengan menggunakan sepeda motor. Setelah itu, pelaku pun dengan terpaksa menabrakkan kendaraannya kepada kendaraan korban, dan hingga akhirnya korban pun terjatuh hingga masuk ke dalam area persawahan milik warga.

"Pelaku langsung berupaya menghentikan mengejar berupaya mengejar tiga kali namun dari korban 5 berupaya untuk kabur dari pelaku. Namun pelaku masih tetap mengejar sehingga ditabraklah motor yang dibawa oleh pelaku sehingga motor yang digunakan oleh korban ini terjatuh di daerah pesawahan. Rekan-rekannya berhasil kabur sementara korban tidak kabur karena tertimpa motor," ungkapnya.

Dari hasil pemeriksaan terhadap pelaku, dia melakukan interogasi awal kepada korban yang dinilai tidak kooperatif, hingga akhirnya oknum polisi tersebut langsung menganiaya korban dengan cara memukul wajah korban sebanyak empat kali.

"Pelaku berupaya untuk menanyakan maksud dan tujuan kepada korban membawa sajam. Karena tidak kooperatif, berdasarkan dari keterangan pelaku ini, menanyakan dari mana dan korban tidak menjawab, hingga akhirnya pelaku melakukan kekerasan dengan memukul di bagian wajah di bagian muka yang menyebabkan bagian muka korban terdapat luka lebam," terangnya.

Setelah itu, Endar menuturkan bahwa korban tersebut sempat dibawa oleh pelaku ke rumah sakit untuk dilakukan penanganan medis. Namun, nyawa korban tidak tertolong dan dinyatakan meninggal dunia pada Minggu (3/12) siang.

Mengetahui anggota keluarganya meninggal dunia dengan cara tak wajar, pihak keluarga pun langsung melaporkan kejadian tersebut ke Satreskrim Polres Subang, dan hingga akhirnya terungkap bahwa pelaku penganiayaan tersebut merupakan seorang oknum anggota kepolisian.

Akibatt perbuatannya pelaku dikenakan undang-undang perlindungan anak dengan ancaman 15 tahun penjara, serta ancaman kode etik paling berat yakni Pemberhentian Tidak Hormat (PTDH) dari petugas Polri.

2. 18 Santri Jadi Tersangka Usai Aniaya Santri Hingga Tewas

18 orang santri ditetapkan Satreskrim Polres Kuningan dalam kasus pengeroyokan terhadap santri H (18) di Ponpes Husnul Khotimah, Kabupaten Kuningan, Kamis (7/12) lalu.

Kapolres Kuningan AKBP Willy Andrian mengatakan, dari 18 tersangka enam di antaranya sudah dilakukan penahanan.

"Enam di antaranya masuk dalam kategori dewasa sehingga langsung kami lakukan penahanan di Mapolres Kuningan, sedangkan 12 lainnya masih di bawah umur kini dalam pengawasan dan koordinasi dengan Unit PPA Dinsos Kabupaten Kuningan dalam artian tidak dilakukan penahanan," kata Willy kepada awak media.

Willy mengungkapkan, 18 tersangka tersebut diduga telah melakukan tindak kekerasan atau pengeroyokan terhadap seorang santri berinisial H (18) yang merupakan warga Bekasi hingga meninggal dunia. Pihaknya akan melakukan proses hukum sesuai aturan dan perundang-undangan yang berlaku secara profesional dan berkeadilan.

Kronologi kasus ini bermula dari perselisihan antara korban dengan sejumlah teman santri pada Kamis malam hingga berujung pemukulan atau pengeroyokan. Peristiwa pengeroyokan tersebut hingga membuat korban harus dilarikan ke rumah sakit dan akhirnya meninggal dunia.

"Pada hari Senin kami mendapat informasi dari masyarakat tentang meninggalnya seorang santri dari salah satu Ponpes di Kuningan tersebut dengan kondisi luka-luka tidak wajar sehingga kami langsung melakukan penyelidikan. Dari hasil autopsi ternyata benar ditemukan sejumlah luka memar dan lebam di sekujur tubuh korban diduga akibat pengeroyokan," ungkap Willy.

Satreskrim Polres Kuningan langsung melakukan penyelidikan dan pemanggilan terhadap sejumlah pihak yang diduga terlibat dalam kejadian ini.

Menurut Willy, pengeroyokan dipicu karena perbuatan korban yang diduga telah melakukan pencurian. Namun demikian, Willy menegaskan, itu baru dugaan dan tidak dibenarkan untuk melakukan tindakan main hakim sendiri.

"Tindakan main hakim sendiri ini sangat tidak dibenarkan dan masuk dalam kategori pelanggaran pidana, apalagi sampai menyebabkan hilangnya nyawa seseorang. Alangkah baiknya jika menemukan suatu tindakan pidana agar melaporkannya ke pihak Polsek atau Polres, jangan diselesaikan dengan main hakim sendiri seperti ini," tegas Willy.

Akibat perbuatannya, enam tersangka dewasa dijerat dengan Pasal 170 KUHP tentang pengeroyokan dengan ancaman hukuman di atas 5 tahun penjara. Sedangkan terhadap tersangka yang masih di bawah umur akan menjalani sistem peradilan anak yang penangananya diatur tersendiri tergantung hasil keputusan majelis hakim dan kejaksaan dengan pendampingan Unit PPA nanti.

3. Video Lama Gunung Tangkuban Parahu Erupsi Kembali Beredar

Jagat maya dihebohkan dengan beredarnya video yang memperlihatkan Gunung Tangkuban Parahu yang berada di perbatasan Bandung Barat dan Subang ini mengalami erupsi.

Dari informasi yang diterima detikJabar, video memiliki durasi 6.30 menit dan menggambarkan embusan abu vulkanik menjulang tinggi ke udara berwarna hitam pekat, disertai teriakan dari pedagang dan pengunjung yang panik.

Ketua Pos Pengamatan Gunungapi Tangkuban Parahu Adzan Anugrah Indiarsyah membantah terkait informasi itu. Dia mengatakan jika video viral itu merupakan video lama.

"Mengenai isu video yang beredar dan viral kembali, itu kejadian erupsi (Gunung Tangkuban Parahu) tahun 2019 lalu," ujar Adzan kepada detikJabar, Kamis (7/12) lalu.

Adzan menyebut, saat ini kondisi Gunung Tangkuban Parahu masih normal. Tak terjadi erupsi seperti yang viral di media sosial.

"Untuk tingkat aktivitas Gunung Tangkuban Parahu, sampai saat ini masih Normal Level I," sebut Adzan.

Terpisah, Petugas Lapangan BPBD KBB, Suheri mengatakan, saat ini kondisi di Gunung Tangkuban Parahu juga dalam keadaan normal. Pihaknya langsung mengecek usai menerima informasi tersebut.

"Saat ini kondisi di Gunung Tangkuban Parahu normal dan baik-baik saja. Kami langsung mengecek ke lokasi setelah beredar informasi tersebut bersama BPBD Kabupaten Subang dan Polsek Jalan Cagak," kata Suheri.

Pengunjung dan pedagang tak terpengaruh oleh viralnya video Erupsi Gunung Tangkuban Parahu yang terjadi pada tahun 2019 silam.

"Pengunjung dan pedagang juga tidak terpengaruh, kondisi semuanya aman-aman saja. Mungkin mereka juga paham bagaimana kondisi di atas," kata Suheri.

4. Warga Cianjur Dihebohkan dengan Adanya Pernihakan Sesama Jenis

Pernikahan perempuan dan perempuan membuat warga Kabupaten Cianjur heboh. Pelaku nikah sesama jenis itu juga diduga membohongi keluarga dari pasangan perempuannya dengan mengaku sebagai laki-laki.

Kejadian pernikahan sesama jenis itu terjadi di Desa Pakuon, Kecamatan Sukaresmi, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat pada 28 November 2023 lalu.

CH (mempelai perempuan) dan AD (mempelai laki-laki) itu melangsungkan pernikahan dengan meriah, bahkan menggelar hajatan di rumah mempelai perempuan.

Namun beberapa hari setelah pernikahan warga dan pihak keluarga yang curiga akhirnya memastikan identitas dari AD. Setelah itu terungkap jika AD merupakan perempuan.

"Ketahuannya setelah beberapa hari menikah. Karena kan yang mempelai laki-laki ini tidak pernah menunjukan identitasnya atau tanda pengenalnya. Tapi kemudian jadi terungkap kalau yang bersangkutan itu perempuan, bukan laki-laki," kata Camat Sukaresmi Latip Ridwan, Jumat (8/12).

Latip mengungkapkan, dari hasil penelusuran pihak kecamatan, pasangan tersebut sudah menjalin hubungan sejak dua tahun lalu. Mempelai pria mengaku sebagai orang Kalimantan yang merantau ke Cianjur.

Keduanya yang sudah saling menyayangi pun memutuskan untuk menikah, dengan membohongi keluarga dari mempelai perempuan dengan mengaku sebagai laki-laki.

"Keluarga perempuannya benar-benar tidak tahu. Dia mengaku sebagai laki-laki, kemudian mengaku tidak punya identitas sehingga sulit ditelusuri. Pada akhirnya terjadilah pernikahan secara siri atau tidak tercatat negara," papar dia.

Latip menyebut AD juga sempat mengurus persyaratan nikah ke pemerintah desa hingga KUA, tetapi tidak diloloskan lantaran tidak ada identitas.

"Banyak alasannya, mulai dari tidak bawa identitas hingga lainnya. Tapi karena identitasnya tidak jelas, tidak diproses," ucap dia.

Pasca heboh pernikahan sesama jenis tersebut, Pemerintah Kecamatan langsung melakukan pembinaan. Bahkan mempelai pria yang ternyata wanita itupun diberi pembinaan khusus.

"Langsung kita lakukan pembinaan agar tidak terulang lagi. Kalau yang mempelai pria tapi ternyata wanita itu informasinya akan diproses lebih lanjut, karena sempat meminjam uang sebesar Rp 50 juta untuk pernikahan tersebut dan belum kunjung dikembalikan," kata dia.

Terpisah, Kepala KUA Kecamatan Sukaresmi Dadang Abdullah, mengatakan pasangan tersebut sempat datang untuk mengurus syarat nikah ke Kantor KUA Kecamatan Sukaresmi.

"Datang berdua, ya saat itu dikiranya laki-laki dan perempuan. Apalagi dari penampilan juga seperti laki-laki yang mengaku Adhiyat itu," kata dia.

Menurut Dadang, pasangan tersebut awalnya ingin menikah secara negara, tetapi lantaran salah satunya tidak ada identitas diri sehingga tidak diproses.

"Kemudian minta agar diizinkan nikah siri. Tapi kami beri pembinaan jika banyak hal buruknya dengan hanya menikah siri. Setelah itu pulang lagi mereka," papar dia.

Setelah itu, dia tiba-tiba mendapatkan informasi jika pasangan tersebut sudah menikah dan lebih mengagetkan jika ternyata mereka pasangan sesama jenis perempuan dengan perempuan.

"Jadi pernikahannya tanpa sepengetahuan. Kan sebelumnya juga tidak memproses karena identitasnya tidak jelas," kata dia.

Pihaknya kini berupaya melakukan pembinaan kepada masyarakat untuk mencegah adanya pernikahan sesama jenis dan menjadikan kejadian ini sebagai pembelajaran bersama yang tidak boleh terulang. Sementara itu tim detikJabar sudah berusaha untuk memintai keterangan dari pihak keluarga, namun pihak keluarga enggan untuk diwawancara.

5. Bak Kerasukan Setan Pria di Muningan Cabuli Anak-Bacok Istri

Kuningan - Bukan kasih sayang yang diberikan YH (37) kepada anal dan istri. Pria yang merupakan warga Desa Sampora, Kecamatan Cilimus, Kabupaten Kuningan malah mencabuli anaknya dan membacakan istrinya Tuti (33).

Kasus pembacokan yang dilkukan YH kepads Tuti, setelah Tuti melaporkan perbuatan pencabulan yang dilakukan YH kepada pihak kepolisian.

Tuti mengalami luka di bagian kepala dan tangan hingga menyebabkan salah satu jarinya putus.

"Waktu itu korban sedang bertamu di rumah saya, kemudian suaminya datang lalu duduk di samping istrinya. Tak lama kemudian pelaku mengajak istrinya untuk ngobrol di luar, saya tidak menaruh curiga jadi saya persilakan. Baru sekitar satu menit, tiba-tiba saya mendengar suara jeritan dan melihat korban berlari sambil minta tolong dengan wajah dan tangannya berlumuran darah, " kata Yati yang merupakan tetangga korban, sekaligus saksi dalam kejadian tersebut.

Yati mengungkapkan, tidak mengetahui latar belakang kejadian penganiayaan tersebut. Karena, pasangan suami istri tersebut baru tinggal di Desa Sampora sekitar satu tahun dan belum banyak berinteraksi.

"Keluarga ini aslinya orang Cirebon baru tinggal di sini sekitar satu tahun, itu pun ngontrak dan sekarang sedang membangun rumah di sini. Saat kejadian, korban hendak mengajak anaknya ke Cirebon tapi mampir dulu ke rumah saya sampai akhirnya terjadi peristiwa tersebut, " ungkap Yati.

Usai melakukan pembacokan terhadap istrinya, lanjut Yati, pelaku langsung kabur meninggalkan istrinya yang sudah berlumuran darah. Sementara korban langsung ditolong warga dengan membawanya ke RSUD Linggajati untuk penanganan medis.

Terpisah, Kasat Reskrim Polres Kuningan AKP I Putu Ika Prabawa membenarkan informasi tersebut dan memastikan pelaku sudah ditangkap. Pelaku YH kini sedang dalam pemeriksaan anggota dari Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polres Kuningan.

"Kami berhasil menangkap pelaku pada Minggu dini hari atau beberapa jam setelah kejadian penganiayaan tersebut. Pelaku kami tangkap di daerah Cirebon, " ungkap Putu kepada awak media, Senin (4/12).

Terkait motif peristiwa KDRT tersebut, Putu menerangkan, pelaku mengaku nekat membacok istrinya dilatarbelakangi karena cemburu. Namun dari hasil keterangan saksi korban, aksi sadis tersebut dilatarbelakangi kekesalan pelaku kepada korban karena telah melaporkan YH ke pihak kepolisian karena kasus dugaan perbuatan cabul terhadap anak kandungnya sendiri yang masih berusia belasan tahun.

"Selain karena motif cemburu juga karena kesal dugaan perbuatan cabul pelaku terhadap anak kandungnya sendiri dilaporkan korban ke pihak kepolisian. Atas hal tersebut, pelaku saat ini masih kami periksa, sementara saksi korban sudah dirujuk ke rumah sakit di Cirebon, " pungkasnya.

Halaman 2 dari 2
(wip/yum)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads