Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pangandaran mengalami defisit anggaran tahun 2023 sebesar Rp351 Miliar. Untuk menangani persoalan tersebut Pemkab berencana melakukan pinjaman ke bank.
Bupati Pangandaran Jeje Wiradinata mengatakan, untuk mengatasi defisit anggaran pihaknya menyiapkan beberapa opsi, salah satunya melakukan pinjaman ke bank.
"Pertama kami berencana akan melakukan pinjaman ke bank," kata Jeje kepada detikjabar, Selasa (28/11/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Untuk mendapatkan pinjaman, pemerintah daerah harus mendapatkan persetujuan dari anggota DPRD Pangandaran. Setelah itu Pemkab mengajukan izin kepada Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas).
Langkah tersebut harus ditempuh Pemkab Pangandaran karena masa jabatan Bupati Jeje akan berakhir pada tahun 2024 dan batas pinjaman BPK RI hanya Rp 65 Miliar.
Menurutnya, untuk melakukan pinjaman tentu harus ada langkah-langkah yang harus ditempuh. Salah satu syaratnya melakukan rapat paripurna bersama anggota DPRD Pangandaran.
"Kalau pinjaman jangka menengah dan jangka panjang memang harus persetujuan DPRD, tetapi bukan hanya DPRD tapi 3 Kementerian. Satu dari 3 saja nggak setuju bisa batal," katanya.
Jika opsi pertama batal, menurut Jeje, Pemda sudah menyiapkan 2 opsi lagi yang akan ditempuh dalam melawan defisit. "Tetapi kami tetap upayakan langkah-langkah yang pertama ini," ucap Jeje.
Jeje mengatakan, menyelesaikan defisit tentu ada berbagai cara, ada melalui portofolio yang dibahas bersama DPRD, ada sesuai ketentuan BPK RI dan nilai rasio kemampuan keuangan daerah untuk mengembalikan pinjaman (Debt Service Coverage Ratio/DSCR).
Rencana pemda melakukan pinjaman kepada bank mendapatkan penolakan dari berbagai elemen masyarakat, bahkan tokoh presidium memberikan pernyataan sikap.
Tokoh Masyarakat Pangandaran Dede Supratman menyampaikan, ada pernyataan yang ingin disampaikan kepada pemda. Pernyataan sikap tersebut disampaikan dari berbagai elemen masyarakat dan tokoh pemekaran Pangandaran.
"Kami dari berbagai elemen masyarakat Pangandaran ingin memberikan pernyataan sikap soal rencana pemda melakukan pinjaman sebesar Rp350 miliar," kata Dede.
Dia mengatakan, ada 6 pernyataan sikap yang ingin dari para tokoh masyarakat di antaranya, meminta nasihat sebagai tokoh presidium Kabupaten Pangandaran, menolak pinjaman hutang daerah sebesar Rp350 miliar karena dianggap tidak sesuai rekomendasi BPK RI pinjaman maksimal Rp 65 miliar.
Kemudian, pihaknya juga meminta, agar penolakan ini jangan sampai ada yang melintir, memohon pemda agar melakukan pengetatan anggaran, memanggil seluruh anggota presidium untuk bangkit mengawal kebijakan-kebijakan pemerintah daerah khususnya dalam fiskal daerah dan tidak ingin masyarakat terbebani dan menanggung hutang atas kebijakan pinjaman daerah.
Suara Penolakan Pengajuan Pinjaman
Sementara itu, Wakil Ketua DPRD Pangandaran Jalaludin mengatakan, penolakan pengajuan pinjaman pemda dilakukan anggota DPRD dari fraksi-fraksi pada rapat Paripurna penetapan RAPBD 2024 pada Jumat (24/11) yang lalu.
"Saat rapat itu tidak dihadiri 2/3 anggota sehingga rapat tidak memenuhi kuorum," kata Jalaludin saat dihubungi detikJabar.
Ia mengatakan, alasan para anggota fraksi melakukan penolakan itu karena berdasarkan PP No 56/2018 pinjaman jangka panjang harus berdasarkan persetujuan DPRD dengan mekanisme kepala daerah mengajukan permohonan dibahas bersama DPRD dan kepala daerah.
"Walaupun dalam surat bupati dalam poin 1 huruf a bahwa persetujuan sudah termasuk pembahasan APBD. Tetapi sampai akan ditetapkan APBD tahun 2024 belum dilakukan pembahasan secara mendalam," jelasnya.
Jalaludin menambahkan, belum mendapatkan informasi besaran defisit yang sebenarnya. "Sehingga kami pun belum tahu berapa pinjaman yang harus diselesaikan," ungkapnya.
Menurut dia, pihaknya meminta agar pemda memberikan kejelasan jumlah cicilan yang harus ditanggung APBD. "Apakah pada APBD berikutnya masih ada defisit diluar kewajiban membayar angsuran," katanya.
"Kami menelaah portofolio hasil BPKP ada saran untuk menekan defisit agar pemerintah daerah melakukan efisiensi anggaran dengan menunda pekerjaan fisik," katanya.
Namun, kata Jalaludin, setelah penetapan anggaran perubahan tahun 2023 hal itu tidak dilakukan. "Demikian alasan kami, sebelum ada kejelasan tentang hal di atas kami menolak Paripurna," ucapnya.
(mso/mso)