Naskah kuno menjadi bagian cukup penting dalam sebuah peradaban. Hal itu lantaran di dalamnya memotret tentang nilai etika, budaya serta bahasa.
Namun persoalannya tidak banyak orang yang tertarik untuk mempelajari, memahami atau menerjemahkan sebuah naskah kuno yang mengandung nilai-nilai berharga bagi sebuah bangsa.
Nah di Kabupaten Sumedang, ada salah seorang guru yang bergelut dan berkecimpung dalam bidang tersebut. Ia juga merupakan anggota dari Tim Filolog Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP), Bahasa Sunda Kabupaten Sumedang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia adalah Mia Sugiarti, seorang guru bahasa Sunda dari SMPN 1 Rancakalong. Ia juga diketahui seorang Presenter Bahasa Sunda dari salah satu televisi lokal di Sumedang dan anggota dari Taji Larang atau Komunitas Pelestari Warisan Adat Budaya berupa Benda, Lisan, dan Tulisan.
Ia turut terlibat dalam menerjemahkan beberapa naskah kuno seperti di antaranya naskah Carios Babad Awak Salira dan Kitab Waruga Jagat, Prabu Siliwangi.
Naskah Carios Babad Awak Salira sendiri merupakan sebuah naskah kuno yang isinya menjelaskan tentang ajaran Tasawuf yang disampaikan secara ringan berdasarkan contoh kehidupan masyarakat Sunda.
Ketertarikan Mia pada sebuah naskah kuno berawal saat dirinya kuliah di Universitas Padjadjaran dengan mengambil jurusan Sastra Sunda.
"Pada awal semester ada mata kuliah filologi, salah satu mata kuliah yang mengungkap hasil budaya suatu bangsa melalui kajian bahasa pada peninggalan masa lampau dalam bentuk tulisan yaitu berupa naskah kuno, yang isinya memuat berbagai macam pengetahuan dan informasi yang bisa diterapkan dalam kehidupan kita sehari-hari bahkan untuk bekal di masa yang akan datang," papar Mia kepada detikJabar, Sabtu (25/11/2023).
Selain itu, ketertarikannya pada sebuah naskah kuno lantaran terpacu oleh lingkungan tempat tinggalnya yang masih banyak menyimpan naskah kuno yang belum diterjemahkan bahkan beberapa di antaranya terabaikan.
"Menurut penuturan warga bahkan ada naskah yang tidak sengaja dibakar karena dipercaya mengandung nilai magis yang dapat membahayakan apalagi dilihat dari bentuk fisiknya yang sudah usang dan tulisannya tidak mereka pahami, untungnya sudah ada upaya dari tim filolog MGMP yang bekerja sama dengan Disparbudpora sehingga beberapa naskah sudah berhasil diselamatkan yang pada akhirnya akan diteliti," tuturnya.
Berangkat dari sana, ia pun terus memperdalam keilmuannya tentang menerjemahkan naskah kuno. Hingga kemudian ia pun turut bergabung dalam sebuah tim Filolog MGMP Bahasa Sunda Kabupaten Sumedang.
"Dalam pelaksanaanya, saya belajar lebih mendalam bagaimana menggarap secara langsung tentang naskah kuno yang didigitalisasi tersebut dari mulai proses transkripsi (alih aksara) hingga proses transliterasi (alih Bahasa)," paparnya.
![]() |
"Terlebih saya belajar ketika menghadapi beberapa kendala diantaranya ditemukan berbagai macam kesalahan penulisan yang terjadi sewaktu penyalinan baik yang dilakukan secara sengaja ataupun tidak yang tentunya hal itu mempersulit proses penerjemahan," terang Mia menambahkan.
Mia sendiri kini telah mampu menerjemahkan naskah kuno yang menggunakan aksara Sunda Buhun (Kuno), aksara Arab, dan aksara Cacarakan atau Hanacaraka.
Menurut Mia, minimnya akses untuk mempelajari atau memahami tentang ajaran yang terkandung dari naskah kuno menjadi salah satu penyebab kenapa banyak orang yang tidak mengenali lagi tentang sebuah ajaran leluhur.
"Padahal naskah-naskah kuno itu memuat berbagai pengetahuan dan informasi yang perlu diperkenalkan dan dipelajari masyarakat luas, terutama kepada generasi muda," terangnya.
Masih menurut Mia, padahal nilai-nilai kehidupan yang terkandung dalam sebuah naskah kuno dapat menjadi sebuah tameng untuk membendung derasnya pengaruh budaya luar yang beberapa di antaranya tidak sesuai dengan karakter dari bangsa Indonesia.
Upaya Penyelamatan Naskah Kuno
Bagi Mia, keberadaan Tim Preservasi dan Digitalisasi Naskah Kuno dari Perpustakaan Nasional Republik Indonesia seolah menjadi titik terang dalam upaya menyelamatkan naskah-naskah kuno yang tersebar di seluruh Indonesia.
Mia menyebut, naskah kuno asli memiliki bentuk yang bermacam-macam. Di antaranya ada yang terbuat dari kertas, lontar, kulit kayu, bambu dan bahan lainnya. Dalam mendigitalisasikan naskah-naskah tersebut memerlukan proses atau teknis tersendiri.
"Ini harus melalui media lain yakni melalui bentuk mikro terlebih dahulu. Setelah itu dialih mediakan dalam bentuk digital. Hal ini yang berarti semua nanti bisa diakses dengan cepat melalui internet karena Google bisa menginformasikan berbagai hal dengan cepat mudah dan cepat.
"Pada bulan Februari saya beserta Tim mendapat kesempatan belajar langsung mengenai proses digitalisasi naskah tersebut," paparnya.
Ia bersama timnya berharap naskah-naskah kuno yang telah berhasil dikumpulkan dapat segera selesai diterjemahkan. Kemudian untuk naskah-naskah kuno yang masih berada di masyarakat dapat segera dikumpulkan agar selanjutnya dapat diteliti terkait nilai-nilai yang terkandung di dalamnya.
"Agar naskah-naskah kuno itu dapat bermanfaat bagi masyarakat secara luas, terutama untuk generasi penerus bangsa," ujarnya.
Harapan lainnya, sebagai guru bahasa daerah, Mia berharap nilai-nilai yang terkandung dalam naskah kuno dapat melengkapi bahan ajar yang sudah ada.
"Agar nilai-nilai positif tersebut bisa turut membentuk dan mewarnai karakter para siswa di seluruh sekolah sesuai tingkatannya," ucapnya.
(yum/yum)