Ketua Mahkamah Agung M Syarifuddin menyebut ada banyak peraturan yang terjemah penafsirannya perlu disepakati bersama oleh para hakim. Tujuannya agar tidak melahirkan multitafsir di antara hakim.
"Banyak di antaranya peraturan-peraturan kita yang terjemahnya masih memerlukan penafsiran. Jika tidak kita satukan, maka hakim-hakim kita akan mempunyai pendapat yang berbeda," ungkap Syarifuddin dalam sambutannya saat meresmikan Gedung Arsip dan Media Center di Pengadilan Negeri Sumedang Kelas IB di Kabupaten Sumedang, Senin (20/11/2023).
Penjelasan Syarifuddin itu saat memaparkan tentang rencana pembahasan dalam rapat pleno Mahkamah Agung yang sedang digelar di Bandung. Syarifuddin sendiri menyempatkan hadir memenuhi undangan Pengadilan Negeri Sumedang Kelas I B di sela kegiatan rapat tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Syarifudin melanjutkan, pembahasan lainnya dalam rapat pleno yakni soal ketertinggalan peraturan hukum di Indonesia dalam beberapa kasus tertentu.
"Kadang-kadang ada juga beberapa hal, hukum ini tertinggal dalam kasus-kasus yang muncul yang perlu diambil agar bisa memutuskan itu dengan baik dan benar sesuai hukum yang berlaku, ini juga perlu kita satukan," terangnya.
Pembahasan lainnya menyangkut soal perlunya peninjauan kembali tentang apa-apa yang telah disepakati oleh Mahkamah Agung seiring dengan perkembangan zaman. "Atau juga, apa yang sudah kita sepakati, sebagai kesekapakatan yang dilakukan Mahkamah Agung, perlu kita tinjau kembali karena kemajuan zaman yang dianggap sudah tertinggal, itu juga kita lakukan peninjauan," tuturnya.
Rapat pleno yang digelar Mahkamah Agung di Bandung sendiri dihadiri oleh seluruh Hakim Agung, Hakim Ad Hoc serta seluruh perangkat Mahkamah Agung yang dibuka pada Minggu (19/11/2023) malam.
Saat ini para pimpinan bersama perangkatnya sedang melakukan rapat masing-masing untuk kemudian nantinya akan dibawa ke dalam rapat pleno yang akan di gelar pada Senin (20/11/2023) malam. Menurut Syarifuddin, rapat pleno Mahkamah Agung perlu digelar untuk menjamin setiap kepastian hukum yang berlaku.
"Kita dari sejak tahun 2012 melakukan rapat pleno untuk menjaga dan konsistensi karena Mahkamah Agung yang menjamin kepastian hukum di Indonesia," ucapnya.
(orb/orb)