Langkah Jabar Integrasikan Transportasi Massal di Wilayah Aglomerasi

Langkah Jabar Integrasikan Transportasi Massal di Wilayah Aglomerasi

Bima Bagaskara - detikJabar
Senin, 23 Okt 2023 01:30 WIB
Pj Gubernur Jabar Bey Machmudin
Pj Gubernur Jabar Bey Machmudin. (Foto: Bima Bagaskara/detikJabar)
Bandung -

Pemerintah Provinsi Jawa Barat serius ingin mengajak masyarakat beralih dari menggunakan kendaraan pribadi ke kendaraan publik. Untuk mendukung hal itu, Pemprov Jabar juga telah menyiapkan peraturan khusus terkait integrasi transportasi massal di wilayah aglomerasi.

Penjabat (Pj) Gubenur Jabar Bey Machmudin menerangkan, daerah aglomerasi di Jawa Barat seperti Bandung Raya, Bodebek hingga Ciayumajakuning harus memiliki transportasi massal yang saling terintegrasi.

"Artinya kan tadi daerah aglomerasi ini harus terintergrasi antar daerah beserta angkutannya. Jadi nanti terintergrasi antara bus, LRT (light rail transit) sampai ke kereta cepat," papar Bey, Minggu (22/10/2023).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Bey mengatakan saat ini belum ada aturan yang mengatur terkait integrasi transportasi massal di Jabar. Karena itu, dia menegaskan Pemprov Jabar akan membuat Peraturan Gubenur (Pergub) untuk memayungi aturan tersebut.

"Jadi kita jangan hanya berpikir, yang penting ada jalurnya atau izin trayeknya, enggak begitu juga. Karena semua harus terintergrasi kalau mau menarik masyarakat menggunakan angkutan publik," ujar Bey.

ADVERTISEMENT

Namun kata Bey, wilayah aglomerasi yang punya urgensi lebih terkait integrasi transportasi massal adalah Bandung Raya. Bukan tanpa alasan, keberadaan Kereta Cepat Jakarta Bandung dan tingkat kemacetan sudah mengharuskan Bandung Raya punya cara khusus untuk masyarakat melakukan perjalanan.

"Ya, yang di Bandung Raya, termasuk BRT, LRT juga sudah masuk termasuk angkutan ke bandara juga masuk. Dan juga termasuk yang di Bekasi, Bekasi kan pendukung LRT ke Jakarta," ucapnya.

Bey juga menyinggung semakin banyaknya pengguna kendaraan pribadi yang akhirnya berdampak pada kemacetan yang semakin parah setiap harinya. Karena itu, dia berharap langkah pemerintah untuk mengajak masyarakat beralih ke transportasi publik bisa berjalan maksimal.

"Ini kan supply and demand, ini saya berharap ke Pak Kadis, sisi supply-nya betul-betul, jangan hanya mandek tapi kita harus siapkan dulu, baru kita bisa menarik atau menyarankan masyarakat menggunakan transportasi publik," ujar Bey.

Lebih lanjut, menurutnya masyarakat masih berpikir dua kali untuk menggunakan transportasi publik dalam kesehariannya. Salah satunya karena moda transportasi yang belum saling terintegrasi satu sama lain.

Dia juga mendorong ASN di lingkungan Pemprov Jabar untuk memberi contoh kepada masyarakat dalam pemakaian transportasi publik. "Nanti juga saya dorong supaya orang Gedung Sate kapan mesti naik kendaraan umum. Karena harus ada contoh juga dari pimpinan," tutup Bey.

Sebelumnya, Kepala Dinas Perhubungan Jawa Barat A Koswara mengungkapkan, tingkat V/C atau jumlah kendaraan pada satu segmen jalan dalam satu waktu di Bandung Raya sudah menyentuh angka 40 persen.

Angka itu menurut Koswara termasuk sangat padat. Bahkan diproyeksikan, pada tahun 2035 nanti V/C Ratio Bandung Raya mencapai puncaknya yakni 100 persen jika tidak ada perubahan yang dilakukan untuk mengurangi kemacetan.

"Kemacetan lalulintas ini ukuran yang pertama dari kinerja jalan. Kinerja jalan di Bandung Raya kondisi biasanya itu V/C Ratio 40%, diproyeksikan sampai 2035 apabila tidak dilakukan perubahan itu sampai 100%," ungkap Koswara, Jumat (13/10/2023).

"Artinya stuck merah semua, 40% saja kalau ada gangguan itu bisa macet total. Ini menggambarkan kapasitas daya tampung kendaraan, kalau sudah 100% itu penuh semua," sambung Koswara.

Dia menjelaskan, sejak tahun 2019 lalu bank dunia bahkan telah meminta adanya perubahan pola transportasi di Bandung Raya. Saat itu transportasi Bandung Raya diintervensi harus dialihkan dari kendaraan pribadi ke angkutan massal.

"Menurut bank dunia tahun 2019 itu sudah diidentifikasi itu maka program perencanaan sudah cukup panjang, kalau tidak dilakukan intervensi ke angkutan massal dan sangat susah membangun jalan, maka harus diubah ke angkutan massal," tegasnya.

Selain dari faktor V/C Ratio, kemacetan di Bandung Raya juga dilihat dari modal share angkutan umum yang saat ini baru ada di angka 13 persen. Itu artinya, 87 persen lainnya masih menggunakan kendaraan pribadi yang sehari-hari memadati jalanan.

"Dan dari 87% itu, hampir 70% roda dua," tegasnya.




(bba/orb)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads