Berawal dari kecintaannya mendaki gunung, menjadi inspirasi bagi Teti Herlina menciptakan produk-produk cantik yang ramah lingkungan. Teti membangun T&T Pernique Craft, sebuah usaha tas, tempat kacamata, kalung, jilbab, dan masih banyak lagi.
Gudang produksinya terletak di kediaman Teti di Kelurahan Cigending, Ujung Berung, Kota Bandung. Kepada detikJabar, Teti menceritakan bagaimana ia memulai usahanya yang berdiri sejak tahun 2018. Saat ditemui, kala itu ia berkesempatan untuk mengikuti bazar dan mempertontonkan hasil karyanya di Mall 23 Paskal.
"Saya manfaatkan garasi rumah saya sebagai tempat produksi. Jadi awalnya sih saya lihat-lihat produk ecoprint itu seperti apa. Oh, kok ramah lingkungan. Saya tertarik. Terus saya iseng ikut waktu Rumah Kreatif Bandung ngadain pelatihan. Dari situ saya belajar dulu pewarnaan produk, baru tentang pewarnaan. Itu kan saling berhubungan ya pewarnaan sama ecoprint. Bedanya pewarnaan dari alam," cerita Teti belum lama ini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Cara Milla Amalia Membudayakan Kebaya |
Secara tidak langsung, perkenalannya dengan ecoprint juga lekat dengan hobi Teti dan suami, yakni mendaki gunung. Dari sini lah ia menciptakan produk-produk yang cantik dengan beraneka motif daun yang ia dapatkan inspirasinya saat mendaki gunung.
"Nah koleksi yang terbaru ini yang tas-tas ini. Jadi setiap produk saya ini ada ceritanya. Dua tahun yang lalu, saya naik ke kaki Gunung Merapi (Yogyakarta), saya ambil beberapa daun yang menurut saya menarik. Kemudian ada beberapa yang dari daun waktu ke Gunung Papandayan (Garut), Gunung Galunggung, tapi nggak sampai atas. Secapeknya aja, saya senengnya camping dan suami seneng off road aja," kenangnya.
"Kemudian sambil ke hutan gitu, cari-cari hutan. Jadi kalau mau eucalyptus (daun) nih. Dari Ujung Berung ke arah Lembang itu nembus, ada hutan sekian hektar. Saya berburu. Daun yang sudah ngelopak-ngelopak saya ambilin, yang pendek-pendek aja. Pokoknya ngambil seperlunya dan sebagai referensi dan inspirasi. Jadi setiap produk ada ceritanya," lanjut Teti.
Maka dari itu, mungkin jika diperhatikan, tak semua produk Teti punya motif yang sama. Jika tertarik pada satu motif, mungkin akan sulit jika ingin memesan dengan bahan dan motif yang sama tapi jumlahnya banyak. Produk-produk buah tangan Teti ini bisa dibilang punya sentuhan spesial dan limited edition.
Nah, tak semua produk Teti menggunakan daun dari gunung ya, detikers. Produk andalannya kebanyakan hanya menggunakan aneka daun dari pepohonan sekitar kediamannya. Jadi, selain tak merusak atau merugikan alam untuk kepentingan komersial, Teti pun juga sudah biasa merawat atau menanam kembali tanaman-tanaman yang ia butuhkan untuk disulap jadi aneka pernak-pernik cantik.
"Bahan-bahan ecoprint itu sebetulnya daun-daun pohon yang ada di sekitar kita itu bisa dipakai semua. Nah kita perlu tahu dulu, ada tumbuhan yang keluar taninnya kuat, ada yang tidak. Kalau keluar taninnya kuat, itu bisa dipakai untuk model basic. Kalau nggak kuat seperti salah satunya tanaman Janda Bolong, itu cuma akan menghasilkan siluet doang," ujarnya menjelaskan.
![]() |
Jangan kaget saat Teti menyebutkan tanaman Janda Bolong. Tanaman yang sempat viral saat pandemi ini, memang terkenal mahal. Seperti yang Teti katakan, nyaris segala tanaman bisa disulap jadi aneka motif yang cantik. Ia pun tak ragu-ragu saat mengolah tanaman yang punya nilai jual kisaran puluhan ribu hingga belasan juta ini.
"Iya mahal. Tapi kita siasati dengan cara dibelangket. Istilahnya itu kalau kita tuh penyerapan warna. Jadi belangketnya itu dari atasnya yang bawah menyerap dari belangketnya itu. Jadi warnanya itu nanti keluarnya di sekitar motif," cerita Teti sambil tertawa kecil.
"Kalau daunnya itu sendiri kan ada proses coring, mordanting, penataan daun, nanti ada pengukusan, terus nanti ada fiksasi. Banyak tahapnya. Dari A-Z itu untuk membuat tas, bisa 4-7 hari," lanjutnya.
Teti tak menampik saat dibilang produk ecoprint sering dijual dengan harga selangit. Tapi kata dia, harga tersebut sebanding dengan proses yang panjang, ditambah dengan ide dan effort yang dikeluarkan tiap pengrajin dengan ciri khasnya masing-masing.
"Iya mahal, jadi kita menyiasatinya biar nggak terlalu mahal, kainnya jangan sutra misalnya. Terus cari daun-daunnya tuh kalau bahasa Jawa mah daun Talok atau bahasa Sunda itu daun Kersen. Itu kan murah dan ada di sekitar kita. Nanti di prosesnya jangan pakai blanket, tapi pakai yang basic. Akan tetap cantik sesuai ide dan inspirasinya, dengan harga jual yang bisa murah," ucap Teti.
Teti pun bisa menjual barang-barang cantiknya dengan harga maksimal atau harga paling mahal masih di kisaran di bawah Rp2 juta. Meskipun begitu, cuan yang dihasilkan tak main-main lho, detikers. Diakui oleh Teti usai bangkit dari pandemi, dalam sebulan ia bisa mendapat penghasilan Rp10-15 juta. Menggiurkan ya, detikers?
Selain itu, buah tangan milik Teti juga sudah mejeng di etalase salah satu brand ternama dari Jepang, Uniqlo. Detikers bisa melihat koleksi buah tangan wargi Bandung di store Uniqlo Mall 23 Paskal lantai 2. Kalau detikers tertarik membeli, bisa mampir ke instagram @tntcraftoffi. Semoga menginspirasi!
(yum/yum)