Alasan Dishub Bandung Soal Belum Optimalnya Penggunaan Mesin Parkir

Alasan Dishub Bandung Soal Belum Optimalnya Penggunaan Mesin Parkir

Anindyadevi Aurellia - detikJabar
Selasa, 17 Okt 2023 13:30 WIB
Mesin parkir di Bandung.
Mesin parkir di Bandung. Foto: Wisma Putra/detikJabar
Bandung -

Setelah sempat heboh parkir liar di jalan bersejarah kota Bandung, kini mesin parkir yang dulu dibanggakan sejak tahun 2017 pun dipertanyakan eksistensinya.

Mesin parkir berwarna merah ini memang sebagian besar masih berfungsi. Tapi bisa dibilang warga Kota Bandung jarang menggunakannya. Mereka lebih memilih masih membayar cash pada juru parkir (jukir). Alasannya beragam, mulai dari tak punya saldo cukup di kartu e-toll sampai pernah menemui mesin yang tak berfungsi.

Irwan Hidayat, Staf Program dan Perencanaan UPT Parkir Dishub Kota Bandung pun mengaku dari 445 mesin parkir di kota Bandung, sebanyak 152 mesin parkir nonaktif. Seperti diketahui, memang mesin seperti ini butuh pemeliharaan khusus. Sayangnya, dana pemeliharaan pun masih jadi pertimbangan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Ada sebanyak 445 mesin parkir, 293 mesin parkir yang aktif dan 152 mesin parkir yang non aktif. Tahun 2020 sebetulnya mau ada perbaikan, hanya terkendala dari regulasi. Kami sedang coba cari solusi yang terbaik karena terkait anggaran juga perlu biaya yang tidak sedikit," kata Irwan pada detikJabar, Selasa (17/10/2023).

Tak cuma masalah mesin parkir yang kerap kali ditemui dalam keadaan mati, Irwan juga mengaku tahu kalau mesin parkir Kota Bandung belum bisa beroperasi dengan optimal hingga kini.

ADVERTISEMENT

Sebab warga masih sulit berpindah dari cash ke non-cash untuk urusan parkir. Kata Irwan, Dishub terus mencoba melakukan sosialisasi dan edukasi melalui media sosial dan di lapangan langsung. Para jukir pun diarahkan agar mengajak masyarakat membuat mesin parkir memiliki fungsi optimal.

"Kami beri arahan agar masyarakat atau pengguna jasa parkir melakukan pembayaran parkir melalui mesin parkir dengan menggunakan uang elektronik atau e-toll. Kalau tidak punya uang elektronik, warga juga bisa membayar secara tunai kepada juru parkir. Tapi kalau penggunaannya optimal, sebetulnya mesin parkir dapat menjadi solusi untuk meningkatkan pendapatan, karena uang langsung masuk ke kas daerah sehingga dapat menekan kebocoran di lapangan," ucapnya.

Tapi, bukan berarti warga tak boleh untuk membayar dengan cash. Sebab, selama warga patuh dan parkir di kantung parkir resmi (pada trotoar terdapat rambu parkir), maka retribusi parkir akan tetap tersalur ke pendapatan Pemerintah Kota Bandung.

Selain itu kantong parkir resmi juga mencegah adanya penarikan tarif yang tidak sesuai Peraturan Wali Kota Bandung nomor 66 tahun 2021.

"Kalau retribusi parkir secara manual, jukir mengambil retribusi parkir dari pengguna jasa parkir dengan memberikan bukti karcis. Kepala sektor (kator) memfasilitasi pemungutan setoran retribusi parkir dari jukir untuk diserahkan ke bendahara penerimaan, Bendahara penerimaan menyetorkan uang setoran retribusi parkir ke kas daerah," lanjut Irwan menjelaskan.

Dishub kota Bandung pun berharap agar masyarakat mulai berpindah menggunakan kartu e-toll, demi optimalisasi mesin parkir elektronik yang tersedia di setiap kantung parkir resmi di kota Bandung.

Sekedar diketahui, menurut data dari Dishub kota Bandung, pendapatan terkini dari mesin parkir pada Januari-September 2023 tercatat sebesar Rp3.640.720.000. Bisa dibayangkan, angka ini sebetulnya bisa jauh lebih besar lagi jika warga sepenuhnya berpindah pembayaran secara non-cash.

Berikut rincian pendapatan per bulannya:

• Januari: Rp282.577.000
• Februari: Rp350.776.000
• Maret: Rp404.302.000
• April: Rp396.055.000
• Mei: Rp505.245.000
• Juni: Rp513.120.000
• Juli: Rp407.415.000
• Agustus: Rp405.694.000
• September: Rp375.536.000

(aau/sud)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads