Sejumlah orang menggugat SDN Buniwangi, Desa Kertaangsana, Kecamatan Nyalindung, Kabupaten Sukabumi. Mereka mengklaim sebagai ahli waris yang sah atas tanah yang kini dijadikan bangunan sekolah tersebut.
Kepala Sekolah (Kepsek) SDN Buniwangi Ade mengaku sedikit tak tenang saat sejumlah orang mengklaim sebagai pemilik lahan tempat sekolah berdiri.
Ade mengaku siap bila persoalan agraria itu dibawa ke pengadilan. Menurutnya pihak sekolah sudah memiliki sejumlah data kepemilikan terkait lahan tempat berdirinya SDN Buniwangi tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kemarin waktu kumpul di DPTR (Dinas Pertanahan dan Tata Ruang) termasuk dengan dinas (pendidikan), (lahan sekolah) diklaim oleh ahli waris. Padahal sekolah juga sudah punya surat-surat sah," kata Ade kepada detikJabar, Jumat (13/10/2023).
Ade memastikan pihak sekolah memiliki dokumen pendukung yang sah menurut hukum. "Kami memiliki, diantaranya berita acara serah terima, didukung oleh surat-surat lainnya ada enam pendukung surat yang dimiliki oleh SDN Buniwangi. Kalau melihat surat ini, pendirian sejak tahun 70-an," ujar Ade.
Di atas bangunan itu ada tujuh bangunan yang difungsikan sebagai kelas. Ada 187 pelajar yang saat ini mengenyam pendidikan di sekolah tersebut. Ade mengaku persoalan klaim lahan itu tidak mengganggu proses belajar mengajar.
"Kalau pihak ahli waris mengganggu ya pihak sekolah akan bertindak, namun sejauh ini pihak ahli waris tidak menganggu," ungkap Ade.
Sementara itu, Ghojali kuasa hukum ahli waris lahan tempat SDN Buniwangi berdiri mengungkapkan, persoalan lahan tersebut sudah muncul sejak tahun 1970. Namun saat itu tidak ada titik temu dan terkesan diabaikan.
"Permasalahannya bahwa dia itu sejak tahun 1970 sudah diurus, cuman tidak ada titik temunya, selalu diabaikan, dan diabaikan pada saat itu. Terakhir tahun 2015 saat itu terjadi mediasi, itu ada pelaku sejarah, artinya pelaku sejarah itu tidak dicukupi, hanya dasar cerita pada waktu itu, bukan aktual, artinya menerangkan yang pertama waktu itu ada Pak Uu kepala sekolah, terus juga ada satu orang lagi saksi namanya Pak Suma menandatangani pelaku sejarah," kata Ghojali.
Ghojali menceritakan, saat dulu ada pihak yang mencari lahan untuk sekolah. Sampai kemudian ada pihak yang menunjukkan lahan bernama Ugung. Belakangan diketahui, Ugung adalah ayah dari Kosim, pemilik lahan yang saat ini berdiri sekolah.
"Di situ menerangkan bahwa tanah tersebut dulu ada yang mencari untuk bangunan sekolah, tapi tidak ditemukan pihak yang mencarikan itu namanya Pak Ugung. Kemudian sampailah ke tanah hak milik Pak Kosim yang memiliki 7 orang anak (ahli waris), tiba-tiba dalam mediasi tahun 2015 ada surat penyerahan dari kepala desa pada saat itu Pak Sutarya," ujar Ghojali.
"Adanya penyerahan tanah tersebut dari kepala desa ke kepala sekolah, padahal tanah itu milik pribadi, nah otomatis ahli waris tercengang. Kok muncul ada surat pernyataan ditandatangani oleh ahli waris, sedangkan ahli waris tidak pernah menandatangani berita acara. Namun di dalam redaksi tersebut di situ dikatakan bahwa semua disaksikan oleh ahli waris, dan tidak akan menuntut apabila ada permasalahan hal mempermasalahkan tanah ini," sambungnya menjelaskan.
Ghojali sendiri berencana untuk menggugat status KIB (Kartu Inventaris Barang), karena bangunan sekolah sudah tercatatkan sebagai aset pemerintah.
"Jadi begini, ini yang lucu, yang menjadi pertanyaan ahli waris itu tahun 68 sekolah dibangun, tahun 70 muncul itu ada satu pendirian, izin pendirian atau yang dinamakan KIB itu tahun 70. Sementara pernyataan kepala desa menyerahkan tanah tersebut tahun 78, bagaimana 8 tahun ke depan, pembangunan dilakukan, penyerahan tahun 78, 8 tahun maju ke depan," kata Gojhali.
"Kemudian yang menjadi pertanyaan saya ini munculnya KIB ini dasarnya apa, tetapi pernyataan Pak Ade (Kepsek SDN Buniwangi) itu ini (lahan) sudah dibeli, sudah dinyatakan sah, jadi artinya sebagai ahli waris itu kalau toh memang ini harus pembatalan KIB, ya harus melalui jalur hukum, proses hukum," pungkasnya.
(sya/sud)