Makam Iboe Idjah yang Menempel dengan Rumah Warga Bandung

Makam Iboe Idjah yang Menempel dengan Rumah Warga Bandung

Anindyadevi Aurellia - detikJabar
Minggu, 08 Okt 2023 07:30 WIB
Makam yang menempel di dinding warga di Linggawastu, Bandung
Makam yang menempel di dinding warga di Linggawastu, Bandung (Foto: Anindyadevi Aurellia/detikJabar)
Bandung -

Sebuah makam tua menempel di rumah yang terletak di gang sempit Kota Bandung. Makam ini sebetulnya sudah lama diketahui banyak warga Bandung, hanya saja keberadaannya kembali viral setelah video unggahan akun TikTok @mangianvlog diunggah ulang oleh akun Instagram @bandung.banget.

Makam berwarna putih dan bertuliskan 'Iboe Idjah' itu kembali jadi perbincangan. Bahkan video berdurasi 33 detik itu telah dilihat oleh 290 ribu lebih penonton di Instagram. Letaknya ada di perkampungan dekat Flyover Mochtar Kusumaatmadja (dulu disebut Flyover Pasupati).

"Ada sebuah makam tua di Bandung yang posisinya menempel dengan rumah warga. Tepatnya ada di daerah Cihampelas dekat kolong fly over Pasupati. Menurut keterangan, makam ini sudah berusia sekitar 70 tahunan. Awalnya daerah tersebut adalah sebuah tempat pemakaman umum. Namun seiring berjalannya waktu, makam makamnya itu dibongkar dan dijadikan pemukiman. Jadi hanya tersisa beberapa saja, salah satunya makam yang satu ini," tulis akun Bandung Banget.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tim detikJabar pun langsung menelusuri ke lokasi. Letaknya ada di gang sempit jalan Linggawastu, Kelurahan Tamansari, Bandung Wetan, Kota Bandung.

Pantauan pada Jumat (6/10/2023) siang, makam itu sudah berbeda wajahnya dari yang ada di video. Bentuknya masih sama, menempel dan menjadi pondasi rumah yang menjadi kos-kosan.

ADVERTISEMENT

Namun kini fasad makam dipercantik dengan cat warna-warni yang senada dengan warna dinding perkampungan. Menurut Aceng Sutisna (66), Ketua RT 03 RW 16, makam tersebut dilukis dari inisiatif warga saat memperindah area perkampungan.

"Makam ini dilukis dan dihias supaya memperindah dan memberi kesan tidak seram, supaya kelihatan lebih bersih dan hegar (bahagia, ceria) gitu kalau kata orang Sunda," ucap Aceng.

Makam yang menempel di dinding warga di Linggawastu, BandungMakam yang menempel di dinding warga di Linggawastu, Bandung Foto: Anindyadevi Aurellia/detikJabar

Ia mengatakan, makam Iboe Idjah ini diduga sudah berusia ratusan tahun. Dulunya, perkampungan ini adalah tanah lapang yang menjadi tempat pemakaman umum (TPU). Akan tetapi, ahli waris dari makam Iboe Idjah dan lima makam lainnya, sudah tinggal berjauhan dari lokasi, sehingga sulit untuk diminta mengurus pemindahan makam.

"Ya ini sebenernya sudah lama, bukan tahunan lagi, sudah berpuluhan tahun ini. Daerah ini kan tadinya pemakaman, nah makam yang tertinggal itu hanya ini sama yang di sana (sepetak tanah sebelah masjid). Di bawah ini sebetulnya makam-makam masih ada, cuma ada yang dipindahin sebagian, ada yang dibangun rumah," cerita Aceng.

Aceng masih ingat cerita kedua orang tuanya dulu, bahwa perkampungan padat penduduk di tengah Kota Bandung ini dulunya adalah makam dan lahan kosong. Daerah ini dulunya memang disebut Neglasari, yakni daerah berupa tegalan dengan pepohonan yang rimbun dan alang-alang yang tinggi menjulang.

Sekitar tahun 1946, sebagian lahan mulai dibersihkan, ada yang menjadi makam dan ada juga yang mulai dibangun jadi tempat tinggal. Sampai akhirnya tahun ke tahun berlalu, pembangunan terus berlanjut dan hanya menyisakan enam makam. Satu makam Iboe Idjah yang punya cerita sendiri, tiga makam dan dua makam balita menjadi satu di sebidang tanah sebelah Masjid Al Ikhwan.

"Dulu orang tua itu cerita ini jadi pemakaman massal karena ada satu wabah lah. Kalau tahun-tahun kemarin itu Corona, kalau dulu itu Typus gitu, pes. Nah itu nanam dan punya lahan ini kayak sudah lah gitu (digunakan masyarakat bersama). Tidak terawat sama yang punya ini. Alang-alang tinggi, banyak pohon besar, tanahnya masih tanah merah jadi kalau hujan itu bisa menggenang sampai se dengkul, gitu. Sampai tahun 46 sudah babat lahan lah," kenang Aceng.

Menurutnya, makam berukuran 1x1,5 meter ini biasanya dibersihkan oleh warga. Sesekali ada pula orang yang menaburkan bunga dan makam ini juga terbilang masih diziarahi beberapa keturunannya, meskipun hanya pada waktu tertentu.

"Kadang-kadang ada, kadang-kadang nggak (ziarah). Kalau pembersihan ini masih sama warga aja. Kadang ada yang tabur bunga, ziarah, tapi ya paling nggak setahun sekali lah. Ada juga kok yang masih ada hubungan sedarah gitu ya yang tinggalnya nggak jauh dari sini," ucap Aceng.

(aau/orb)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads