Soerapati, Corong Komunis Sebarkan Propaganda di Jawa Barat

Lorong Waktu

Soerapati, Corong Komunis Sebarkan Propaganda di Jawa Barat

Syahdan Alamsyah - detikJabar
Sabtu, 23 Sep 2023 14:30 WIB
Soerapati, Jejak Propaganda PKI di Jawa Barat
Soerapati, Jejak Propaganda PKI di Jawa Barat (Foto: Istimewa)
Sukabumi -

Dalam setiap jejak peperangan di seluruh dunia di masa lampau, media massa memegang peranan penting dalam memberikan informasi kepada masyarakat. Media massa memainkan peran sebagai corong propaganda.

Begitu juga dengan media bernama Soerapati ini, di era kolonial media yang terbit di Sukabumi, Jawa Barat ini memainkan peran penting dalam menggaungkan propaganda ideologi komunis dari Partai Komunis Indonesia (PKI) tahun 1923 - 1925.

"Pada zaman kolonial, surat kabar memainkan peran penting dalam perkembangan pemikiran intelektual penduduk pribumi. Salah satu surat kabar yang menjadi fokus utama pergerakan pemikiran pada masa itu adalah 'Soerapati'," kata Rangga Suria Danuningrat, seorang pegiat sejarah dari Sukabumi History dan Jelajah Sejarah Sukabumi, Selasa (19/9/2023).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Rangga menukil catatan sejarah Soerapati dari sejumlah sumber, selain buku ia juga menautkan sumber dari jurnal penelitian sejarah dan budaya Patantjala. Menurutnya, catatan soal Soerapati tidak banyak muncul, namun begitu erat kaitannya dengan Sukabumi.

"Pertama kali diterbitkan pada tahun 1923 di Sukabumi, surat kabar ini memiliki peran yang sangat penting dalam mengadvokasi ideologi komunis serta membuka wadah perdebatan intens mengenai isu-isu ideologis dan sosial dalam masyarakat," ujar Rangga.

ADVERTISEMENT

Rangga menceritakan, munculnya Soerapati bersamaan dengan kongres SI Merah (berhaluan sosialis kiri) dan PKI di Bandung dan Sukabumi pada tahun 1923. Kongres tersebut menjadi puncak dari perpecahan dalam tubuh SI, yang menghasilkan pembentukan disiplin partai yang lebih ketat.

"Partai Komunis Indonesia (PKI) dan SI Merah dengan bijak memanfaatkan Soerapati sebagai media utama untuk melawan pemerintah kolonial dan pemerintah lokal, serta menjadikannya tempat untuk berdebat dan mengembangkan ideologi mereka," tutur Rangga.

Dalam foto yang diperlihatkan Rangga, Soerapati memiliki logo palu dan arit. Media itu juga diketahui terbit satu minggu sekali hal itu terlihat dari tulisan "Dikaloearkeun Saminggoe Sakali" yang artinya dikeluarkan satu minggu sekali. Ciri khas lain, adalah bahasa sunda yang digunakan.

"Bahasa Sunda yang diadopsi dalam surat kabar ini tidak hanya menjadi alat komunikasi, tetapi juga alat propaganda yang kuat bagi PKI dalam merangsang pemikiran dan kesadaran di kalangan penduduk pribumi," sebutnya.

"Surat kabar Soerapati ini betul-betul berafiliasi dengan PKI serta memiliki hubungan yang erat dengan beberapa surat kabar berbau PKI yang terbit di Bandung, diantaranya adalah adalah Matahari, Mataram dan Titar serta berafiliasi erat dengan koran-koran berhaluan komunis di Hindia Belanda lainnya," sambung Rangga.

Koran diduga berhaluan komunis itu kemudian disebut Rangga antara lain, Sinar Hindia (Semarang), Oetoesan Hindia (Soerabaja), Rakjat Bergerak (Solo), Halilintar (Pontianak), Panggoegah (Djokja), Soera Rakjat (Semarang), Djago! Djago (Padang Pandjang) dan Pemandangan Islam (Padang-Pandjang).

"Soerapati, menjadi sarana penting dalam perdebatan ideologis pada masa tersebut. Berbagai perdebatan, seperti antara SI Putih dan SI Merah, serta konfrontasi dengan kaum Theosophie, diulas secara mendalam dalam halaman-halamannya sehingga koran Sorapati menjadi acuan dan referensi bagi pergerakan PKI di seluruh Indonesia," ungkap Rangga.

Tidak hanya terbatas pada perdebatan, "Soerapati" juga berperan dalam menyajikan informasi mengenai perkembangan organisasi komunis dan gerakan-gerakan lain di Hindia Belanda, terutama di Jawa Barat.

"Surat kabar ini menjadi pusat perhatian untuk mendiskusikan isu-isu yang jarang diangkat oleh media lain, seperti perdebatan antara SI dan SR, serta berbagai peristiwa yang mempengaruhi gerakan komunis, termasuk penembakan anggota PKI di Garut," imbuh Rangga.

Oleh karena itu, Soerapati menjadi saksi sejarah yang signifikan dalam pergerakan komunis di Jawa Barat pada tahun 1923-1925. Melalui penggunaan bahasa Sunda dan liputan yang berani, surat kabar ini berhasil menciptakan ruang untuk perdebatan ideologis dan perlawanan terhadap pemerintah, serta memberikan kontribusi berharga dalam perkembangan pergerakan nasional di Indonesia.

"Meskipun akhirnya dilarang, jejak perlawanan dan peran Soerapati terus dikenang dalam sejarah gerakan komunis dan pergerakan nasional Indonesia secara keseluruhan. Perpecahan dalam tubuh SI pada awalnya menjadi pemicu munculnya organisasi dengan ideologi komunis," ujarnya.

Setelah perpecahan tersebut, SI yang telah terpengaruh oleh ideologi komunis mengubah namanya menjadi SI Merah (SR). Pada tahun 1923, PKI dan SI Merah mengadakan kongres di Bandung dan Sukabumi, yang menjadi titik awal munculnya surat kabar Soerapati. Pada tanggal 20 Oktober 1923, surat kabar ini pertama kali terbit di Sukabumi, dengan bahasa Sunda sebagai mediumnya.

"Soerapati, memainkan peran penting dalam mendukung gerakan komunis di Jawa Barat. Dipadukan dengan bahasa daerah yaitu bahasa Sunda, surat kabar ini menjadi alat propaganda yang kuat untuk menyebarkan ideologi komunis khususnya di daaerah Sukabumi dan sekitarnya. Di bawah pimpinan samaran "Si Oentoeng", surat kabar ini tampil dengan gaya vokal yang tajam, seringkali menyerang kebijakan pemerintah kolonial dan lokal. Dengan harga terjangkau, surat kabar ini, dijual seharga 75 sen per tiga bulan, berhasil menarik perhatian banyak orang dengan mencapai oplah yang tinggi," kata Rangga.

Selain Soerapati, pada awalnya tidak banyak surat kabar berbahasa daerah yang mendukung gerakan komunis. Soerapati menjadi salah satu yang paling berpengaruh. Surat kabar ini tidak hanya mendebatkan isu-isu intern SI, tetapi juga menyajikan informasi tentang perkembangan organisasi komunis dan gerakan lain di Hindia Belanda.

"Isu-isu yang jarang diangkat oleh media lain, seperti pertentangan antara SI dan SR, diberikan perhatian khusus dalam halaman-halaman Soerapati. Perdebatan di media surat kabar, atau koran, terutama di "Soerapati", menjadi alat untuk mengkritik perpecahan dalam tubuh SI dan perkembangan gerakan komunis," kata Rangga.

Isu-isu tersebut dijelaskan Rangga, didiskusikan secara mendalam, membuka ruang untuk analisis yang lebih dalam tentang arah gerakan tersebut. Dalam upaya menyajikan perspektif berimbang, surat kabar "Soerapati" tidak hanya fokus pada perdebatan internal, tetapi juga mengangkat pandangan-pandangan yang mungkin tidak setuju dengan ideologi komunis.

"Pada puncak perlawanan di tahun 1925, "Soerapati" semakin berani dalam mengkritik pemerintah dan mengekspos tindakan penangkapan anggota PKI. Meskipun risiko yang dihadapi sangat besar, surat kabar ini tetap setia pada tujuan propagandanya dan mencoba menggalang dukungan publik untuk gerakan komunis," kisah Rangga.

Namun, tindakan penyitaan dan pelarangan oleh pemerintah kolonial pada tahun yang sama mengakhiri penerbitan "Soerapati" dan memotong jalur komunikasi yang digunakan gerakan komunis.

"Perlawanan gerakan komunis di Jawa Barat melalui "Soerapati" terus meningkat, khususnya pada tahun 1924. Surat kabar ini semakin banyak mendidik masyarakat tentang ideologi komunis dan semakin berani dalam kritik terhadap pemerintah," beber Rangga.

"Baik pemerintahan Belanda maupun kritik pedas Soerapati kepada pemerintahan yang dipimpin oleh para pribumi. Namun, pada tahun 1925, pergerakan ini terhenti banyak anggota PKI ditangkap dan diasingkan, dan koran Soerapati akhirnya dibredel serta disita dan dilarang lagi terbit," pungkas Rangga menambahkan.

(sya/yum)


Hide Ads