Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) dianggap jadi salah satu cara jitu untuk menyudahi masalah sampah di kota Bandung. TPST adalah tempat pengumpulan, pemilahan, penggunaan ulang, pendauran ulang, pengolahan, dan pemrosesan akhir sampah.
Saat ini, ada satu TPST di kota Bandung, yakni TPST Cicukang Holis. Letaknya ada di Jalan Cicukang Holis, Kota Bandung, Jawa Barat. Seperti apa wujudnya? Tim detikJabar berkesempatan untuk meninjau TPST Cicukang Holis.
Kabid Pengelolaan Persampahan dan Limbah B3 PPL B3 Salman Faruq memandu dan memperlihatkan bagaimana mesin-mesin itu bekerja. TPST ini merupakan proyek yang dibangun oleh pemerintahan PUPR pada Desember 2022 lalu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
TPST ini mampu mengolah 10 ton sampah-sampah kering menjadi Refuse Derived Fuel (RDF) atau bahan bakar berbentuk arang yang terbuat dari cacahan sampah organik maupun nonorganik.
Nantinya, sampah akan dikeringkan untuk menurunkan kadar air dan kemudian dicacah. Hasil akhirnya bisa digunakan menjadi bahan bakar industrial. Step awal, dimulai dengan penimbangan sampah.
"TPST ini memuat kapasitas 10 ton per hari sampai masuk kesini. Jika dilihat dari skenanya, sampah masuk ke sini pakai truk unloading, kemudian baru pemilahan. Nanti akan dipisahkan barang-barang yang nggak boleh masuk atau pun masih bernilai. Sampah yang tidak boleh masuk itu limbah non organik seperti botol kaca, logam, nanti yang bernilai dikumpulkan dan bisa dijual," kata Salman.
![]() |
Ia menyebut, dalam proses pemilahan harus tidak boleh ada barang-barang yang keras seperti kaca, logam, atau hal-hal lain yang bisa membuat proses pencacahan terhambat. Setelah dipilah, tumpukan sampah akan dimasukkan ke guludan untuk fermentasi sampahnya.
Proses ini dinamakan Biodrying. Di sini, sampah diberikan cairan kimia dan campuran air yang akan didiamkan selama tujuh hari. Tujuannya untuk memastikan sampah betul-betul kering saat akan masuk ke mesin pencacah.
Uniknya, di guludan ini tumpukan sampah tidak berbau sama sekali. Sementara air lindi yang biasanya mengalir dari sampah-sampah itu dialirkan ke kolam filtrasi untuk disaring menjadi air kolam tempat tinggal ikan.
"Jadi sampah digelar dari hasil pilahan tadi, lalu disemprot di aflikator (bahan kimia) yang gunanya untuk proses fermentasi. Nanti sampah sudah nggak bau. Hanya butuh waktu 7 hari untuk mendiamkan sampah-sampah yang mayoritas daun kering dan sampah organik ini. Airnya dialirkan ke filtrasi di sini," ucap Salman.
Salman bilang, TPST ini jadi solusi paling optimal untuk mengolah sampah. Rencananya, di tahun 2024 bakal dibangun tiga TPST di kota Bandung.
TPST ini diharapkan bisa beroperasi optimal di tahun depan dengan bantuan masyarakat juga. Katanya, pemrosesan akan lebih lancar dan cepat jika masyarakat sudah sadar untuk memilah sampah organik dan nonorganik.
"Jadi yang masuk kesini hanya sampah daun, atau kalau pun masih ada plastik-plastik itu kemasan seperti bungkus camilan atau mie instan. Nah nanti dibiarkan selama 7 hari, sampah itu harus rutin dibolak-balik di guludan. Kemudian kadar air, suhu, dan kelembaban juga dicek. Setelah proses fermentasi ini kita masukkan ke mesin, melalui proses dua kali pencacahan," tuturnya.
Hasilnya, terlihat berpuluh-puluh karung berisi sampah kering yang sudah dicacah atau dinamakan Hasil Biomassa. Sampah yang kini bentuknya menyerupai pupuk ini nantinya bisa dimanfaatkan sebagai bahan bakar pengganti batubara di pabrik semen, PLTU, industri konveksi dan lainnya yang ada di Jawa Barat.
"Sampah dapur sebetulnya bisa masuk sini, tapi kita anjurkan untuk diselesaikan di rumah masing-masing. Sehingga mesin ini pure memproses sampah residu. Dari sampah 10 ton kita bisa produksi 3-4 ton. Bahan bakar ini bisa untuk menggantikan pembakaran batubara kurang lebih 5-10%," ucap Salman.
Ia memastikan, TPST ini setelah dibangun mendapat pendampingan khusus dari kementerian PUPR dan Balai Perumahan dan Pemukiman Wilayah Jawa Barat. Selama 10 bulan, PUPR harus memastikan alur pengolahan sampah berjalan lancar dan para pekerja tak melakukan kesalahan.
Selain itu, dalam proyek ini juga sudah dipikirkan masalah transportasi pengangkut sampah dan antisipasi air lindinya. Hal ini supaya masyarakat yang tinggal tak jauh dari TPST merasa lebih nyaman. Tidak terganggu dengan aroma atau pun khawatir dengan air sisa limbahnya.
"Sampah nantinya akan diangkut dengan truk yang sudah ditutup, sehingga saat pengangkutan tidak akan ada bau menyengat atau air lindi yang berceceran. Kemudian air lindinya nanti yang ada di sini, kita gunakan treatment biologi. Di dalam filtrasi ada bakteri-bakteri sehingga lindi yang masuk dinetrarisil di sini hingga memenuhi baku mutu air untuk kolam ikan," kata Salman.
Selain itu, sampah dipastikan harus one day one proceed. Kata dia, proses dalam TPST akan jauh lebih lancar dan lebih optimal jika begitu truk sampah datang langsung diproses 10 ton sampah untuk dimasukkan ke guludan. Ada sekitar empat guludan di TPST yang bisa digunakan bergantian.
Jadi, jika ingin kota Bandung bisa memproses sampah sendiri dan tidak ketergantungan dengan TPS Sarimukti, Salman berharap agar pembangunan TPST bisa lebih banyak lagi.
"Makanya kita ingin lebih banyak lagi TPST-nya. Tahun ini rencana 3 lokasi lagi, Tegallega, Nyengseret, dan satu lagi sedang didiskusikan. Tegallega kan kita akan keluarkan dulu sampah tamannya, insyaallah selesai dan bisa digunakan di Juni 2024," harap Salman.
"Next 2025 akan ada lagi TPST yang besar di Pasir Impun dan Gedebage. Rencananya yang di Gedebage nanti kita alokasikan lahan itu pengennya bisa memproses 300 ton perhari. Harapannya di 2025 sampah di kota Bandung bisa dikelola oleh kita sendiri," tambah dia.
(aau/mso)