Musim kemarau panjang dan kebakaran yang sempat terjadi di beberapa lokasi membuat Bandung Raya terancam dikepung polusi udara.
Hal ini diungkapkan oleh Prof Dr Puji Lestari, Pengamat Lingkungan dari Kelompok Keahlian Pengelolaan Udara dan Limbah Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan (KK PUL FSTL) Institut Teknologi Bandung. Menurut Puji, mau tak mau kejadian terbakarnya TPA Sarimukti atau TPA Cibeureum Sumedang mempengaruhi buruknya kualitas udara di Kota Bandung
"Memang sebagian besar api di Sarimukti kan sudah padam, tapi tentu ada pengaruhnya ke Kota Bandung. Sekarang sudah bisa reda tapi kan kemarin-kemarin lumayan, jadi ada efeknya. Kemarin kita ukur itu juga konsentrasinya naik untuk polusi udara sampai di angka 50-55, kalau normal biasanya di 20-25. Sejak kebakaran Sarimukti cukup naik dan ini bahaya," kata Puji dihubungi belum lama ini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Seperti diketahui, Cekungan Bandung atau disebut juga Bandung Raya adalah salah satu kawasan metropolitan yang meliputi Kota Bandung, Kota Cimahi, Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat, dan Kabupaten Sumedang. Disebut cekungan karena wilayahnya dikelilingi gunung-gunung di utara, selatan, barat, dan timurnya.
Kondisi ibu kota Jawa Barat, kota Bandung, tentunya terancam dikepung polusi yang sulit terurai. Kata Puji, beberapa faktor penyebab polusi bisa menyebabkan polusi terakumulasi dan sulit terurai karena kondisi geografisnya.
"Karena kondisi Cekungan Bandung, itu bukan jadi sulit diatasi ya, tapi kan polusi udara jadi tidak mudah terdispersi ke luar. Sebetulnya polusi udara bisa keluar terbawa angin sampai jauh, jadi ibaratnya udaranya diencerkan jadi lebih rendah konsentrasi polusinya. Tapi memang karena Bandung ini cekungan, dia dispersinya tidak bisa, malah polusinya bisa membalik dan terakumulasi dalam cekungan Bandung. Bisa ada akumulasi polutan," ucapnya menjelaskan.
Bicara soal faktor polusinya, jika DKI Jakarta mendapat dampak buruk dari PLTU, lain hal dengan kota Bandung. Kata Puji, penyebabnya lebih beragam. Kebakaran, musim kemarau, polusi kendaraan, hingga polusi industrial skala kecil juga mempengaruhi.
"Musim kemarau juga berpengaruh, karena nggak ada hujan dan posisinya di cekungan tidak ada wash outnya. PLTU kan jauh dari Bandung, jadi saya kira untuk musim kemarau ini polusi tidak akan terdampak dari sana, karena arah mata angin dari barat," ucapnya menjelaskan.
"Jadi penyebab polusi ini berkelanjutan ya sumbernya dari transportasi itu memang ada, lalu industri tekstil. Karena boiler atau bahan bakarnya dari batu bara, itu industri kecil-kecil tapi ada faktornya. Kan industri sekitar Bandung, kemudian di sebelah selatan pun ada, ditambah musim kemarau yang panjang. Lalu emisi itu cukup ngaruh," tambah Puji.
Kata dia, polusi ini bukan hal yang mudah untuk diselesaikan. Meskipun begitu, baik pemerintah dan masyarakat harus saling membantu dengan mengusahakan langkah yang bisa dilakukan.
Seperti masyarakat yang mulai mau mengurangi penggunaan kendaraan bermotor dan pemerintah yang mau memberi sarana terbaik untuk transportasinya. Serta tentu menegakkan regulasi untuk pabrik-pabrik industrinya.
"Hal sederhana yang bisa dilakukan adalah berpartisipasi, melindungi diri sendiri. Salah satunya tidak berlebihan menggunakan kendaraan. Sementara untuk pemerintah tentu jangka panjang ya mengendalikan sumbernya. Polusi itu tidak bisa hari ini ditangani lalu hari ini bersih juga tidak bisa, jadi perlu waktu. Mungkin perlu mengetahui sumbernya secara pasti, apakah transportasi atau industri? Baru untuk ditindak lanjuti, dilakukan pengendalian dan pengawasan yang benar," ucapnya.
"Apakah industri sudah menggunakan alat pengendali pencemaran udara? Apakah kendaraan yang lewat lalu lalang juga sudah lolos uji emisi? Lakukan tes dan penanganan. Kemudian kaji juga apakah transportasi di kota Bandung itu sudah menjangkau semua area atau belum?" kata Puji mengkritisi.
(aau/yum)