Bencana kekeringan yang melanda Kabupaten Indramayu, Jawa Barat berdampak pada sektor pertanian. Pemerintah Kabupaten Indramayu menyebut sedikitnya sawah seluas enam ribu hektare terancam gagal panen.
Selain kekeringan, Bupati Indramayu Nina Agustina menjelaskan bahwa ada faktor lain yang turut menyumbang minimnya pasokan air ke persawahan. Salah satunya terdapat aktivitas revitalisasi irigasi di beberapa titik Kabupaten Indramayu.
"Iya pastinya berdampak juga ya sawah. Cuma disini kan selain dari dampak cuaca ada dari BBWS ini melakukan revitalisasi lah untuk irigasi," kata Nina usai memimpin apel siaga bencana kekeringan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Indramayu Waspadai Kebakaran Hutan dan TPA |
Badai El-Nino yang sedang melanda sejumlah wilayah lanjut Nina tidak terduga akan berdampak luas bagi petani Indramayu. Ia menyebut sedikitnya ada enam ribu hektare sawah yang dipastikan gagal panen. Namun, ia menyakini kondisi tersebut akan segera teratasi.
"Memang kita tidak menyangka dengan adanya El-Nino seperti ini. Ya Insyaallah segera tertangani lah," ungkapnya.
"Kurang lebih 6 ribu hektare yah," imbuhnya.
Data dihimpun detikJabar, Kabupaten Indramayu saat ini memiliki luas lahan sawah baku mencapai 125.400 hektare. Di musim tanam gadu (MT2) hanya terealisasi sampai bulan Agustus kemarin sekitar 119 ribu hektar.
Dari total luas tersebut, baru sekitar 19 ribu hektare sawah di Kabupaten Indramayu yang sudah melakukan panen raya. Yaitu dengan rata-rata jumlah produksi sekitar tujuh sampai sembilan ton per hektare.
Diberitakan sebelumnya masuki puncak El Nino, ribuan hektare persawahan padi di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat mengalami kekeringan parah. Minimnya curah hujan dan pasokan air mengancam tanaman padi gagal panen.
Kepada detikJabar, Wakil Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Kabupaten Indramayu Sutatang menjelaskan, sejumlah kecamatan di Kabupaten Indramayu mengalami kekeringan parah. Kekeringan yang disebabkan oleh minimnya pasokan air dan puncak El Nino itu menimpa persawahan di sebagian Kecamatan Terisi, Losarang, Kroya, Kandanghaur, dan Kecamatan Gabuswetan.
"Gagal panen alias puso sampai Minggu ini sekitar luasnya 10 ribu hektare. Tidak menutup kemungkinan terus bertambah mas," kata Sutatang.
Tidak sedikit petani yang pasrah menerima keadaan tersebut. Meski beberapa di antaranya masih berusaha dengan menambahkan modal dan upaya untuk mengairi persawahannya.
Dia menjelaskan, sulitnya pengairan ke persawahan sudah terjadi sejak beberapa bulan kemarin. Sehingga, petani yang menanam padi musim tanam kedua ini harus mengeluarkan kocek modal lebih besar. Namun, sebagian petani lainnya memilih meninggalkan persawahan karena kekeringan parah.
"Petani sudah banyak mengeluarkan biaya, dari delapan sampai sepuluh juta lebih. Tapi akhirnya tetap ditinggalkan karena airnya nggak ada," kata pria yang akrab disapa Tatang itu.
(dir/dir)