Akses jalan sebuah kos-kosan di Gang Gotong Royong, Kampung Cibirus, Desa Citeureup, Kecamatan Dayeuhkolot, ditembok oleh tetangganya sendiri. Masalahnya, karena tetangga mengklaim memiliki tanah yang digunakan sebagai jalan.
Pantauan detikJabar, di depan sebuah kosan tersebut berdiri benteng atau tembok dengan ketinggian dua meter dan panjangnya sekitar tiga meter. Benteng tersebut dtembok oleh tetangganya dengan inisial N (70).
Penghuni kosan yang ditembok tersebut saat ini harus menggunakan akses jalan lain yang tembus ke area dapur kosan. Akses jalan yang digunakan saat ini harus melewati gang yang cukup sempit.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tembok tersebut tak sepenuhnya ditutup, hanya menyisakan ruang sekitar satu meter. Jadi penghuni kosan tetap bisa melewati benteng tersebut. Namun di area depan terdapat sebuah pintu gerbang yang ditutup rapat-rapat oleh N. Sehingga yang bisa membuka kunci gerbang tersebut hanya N.
Anak pemilik Kosan, Indra Vicaya (42) mengatakan hal tersebut bermula saat ibunya inisial W membeli bangunan kosan pada tahun 2021 silam. Kondisinya terdapat sebuah jalan untuk akses keluar masuk.
"Nah setelah kita melakukan transaksi pembelian dan kemudian di depan notaris sudah beres. Kemudian tempat jalan kita ini ditutup oleh mereka, oleh tetangga kita, namanya bu N," ujar Indra, saat ditemui di kosannya, Kamis (24/8/2023).
Indra menegaskan dalam sertifikat telah tertulis bahwa jalan atau gang tersebut merupakan jalan umum. Namun pada kenyataannya N mengklaim area tersebut miliknya.
"Sedangkan di sertifikat kita itu sudah jelas, bahwa ini itu jalan umum gang. Jadi dia mengakui bahwa ini tanah mereka, sedangkan di sertifikat kita jelas, ini adalah jalan umum, gang," katanya.
![]() |
Selama dua tahun tersebut, dirinya kerap mendapatkan pemaksaan pembayaran oleh tetangganya tersebut. Hal tersebut dikarenakan area teras kosan Indra yang menjorok ke area yang diklaim N. Kemudian jika menggunakan jalan tersebut hingga sampai ke gerbang utama pun dikenakan biaya. Hingga membuka jendela pun sama.
"Iyah kalau pakai jalan yang menuju gerbang utama bayar Rp 2,5 (juta) per tahun. Terus area teras kita juga sama disuruh bayar. Bahkan yang parahnya kalau buka jendela yang lantai dua kita juga harus bayar," kata Indra.
Pihaknya mengaku telah melayangkan gugatan ke Pengadilan Negeri (PN) Bale Bandung. Bahkan dalam hasil akhir persidangan dirinya memenangkan gugatan tersebut.
"Kita dimenangkan untuk pihak tergugat ini memberikan akses jalan pada kita. Dengan membongkar tembok, semuanya, tapi tidak dilakukan oleh mereka. Jadi intinya mereka tidak patuh pada keputusan pengadilan yang sudah inkrah, dan mereka tidak melakukan gugatan. Tapi sampai detik ini kita tidak diberikan akses jalan," tegasnya.
Indra menjelaskan dalam perjalanannya, kasus tersebut telah dilakukan mediasi bersama pemerintahan setempat, RT, RW, hingga desa. Namun kata dia, mediasi itu buntu.
"Sudah berlangsung kurang lebih hampir dua tahun. Sudah mediasi RT RW, kemudian desa. Akhirnya karena mereka tidak bisa membantu kami, walaupun sudah membantu banyak, tapi tidak bisa mengatasi masalah ini. Tapi kita akhirnya melakukan gugatan," ucapnya.
"Ada poin gugatan kita itu pertama, pihak tergugat harus memberikan akses jalan. Kedua, menolak segala eksepsi. Ketiga, mereka melanggar aturan, karena menutup jalan tanpa izin," tambahnya.
Indra mengaku saat ini masih mengupayakan secara kekeluargaan terhadap N untuk melakukan pembongkaran secara mandiri. Apalagi hasil pengadilan telah memenangkan dirinya.
"Berdasarkan putusan pengadilan kan sudah jelas. Mereka harus memberikan akses. Jadi sampai detik ini dengan cara kekeluargaan mereka masih belum juga memberikan akses kepada kita," bebernya.
Menurutnya adanya penembokan tersebut membuat kos-kosannya menjadi sepi. Pasalnya kosan tersebut tidak memiliki akses jalan yang mumpuni.
"Jadi kita sangat dirugikan sekali, karena dengan kita juga kan usaha. Ada 18 kamar di sini, hanya ada satu dua kamar yang terisi, itu pun dari mahasiswa yang sudah lama. Kalau yang baru-baru sudah jelas gak mau masuk, karena gak ada akses jalannya," ungkapnya.
Indra berharap tembok tersebut bisa dibuka kembali. Sehingga penghuni kosannya bisa beraktivitas seperti biasa menggunakan jalan gang tersebut.
![]() |
"Harapan saya sih ini tembok bisa dibuka kembali. Kita bisa beraktivitas normal seperti sedia kala. Dan bisa berhubungan bertetangga dengan baik. Kemudian memposisikan jalan ini sebagai jalan umum sesuai yang ada di sertifikat," pungkasnya.
Harapkan Kesadaran Penembok
Sementara itu, Kepala Desa Citeureup, Entang mengaku tidak mengetahui permasalahan tersebut. Makanya dirinya meminta hal tersebut dikonfirmasi kepada kepala Kadusnya.
"Iyah saya kebetulan lagi sakit. Saya baru tahu ada permasalahan itu. Coba tanya aja ke Kadus yang di RW 15 yah," kata Entang saat dikonfirmasi detikJabar.
Kemudian detikJabar mencoba mendatangi Desa Citeureup untuk berkomunikasi dengan Kadus tiga, Iwan. Kadus tiga membawahi beberapa RW, diantaranya RW 16, RW 8, RW 13, dan RW 15.
"Duh saya juga kurang tahu terkait itu, saya juga baru tahu barusan," ucap Iwan, saat ditemui detikJabar, Jumat (25/8/2023).
Sementara itu, Ketua RW 15, M Rahmat Solehudin (42) membenarkan adanya sengketa jalan atau penembokan di depan salah satu kos-kosan di kampungnya. Menurutnya hal tersebut telah selesai di tingkat pengadilan.
"Sudah ada putusan. Keputusannya yang saya ketahui itu sudah dimenangkan oleh pihak penggugat. Kalau gak salah ibu haji ibu Waluyo," ucap Rahmat, saat ditemui detikJabar, Jumat (23/8/2023).
Rahmat menjelaskan setelah persidangan tersebut pihak tergugat tidak melakukan banding. Kemudian seharusnya benteng tersebut telah dirobohkan.
"Kalau rencana untuk mengeksekusi, informasinya ada. Cuma lebih mengedepankan kesadaran dari tergugat," beber Rahmat.
Rahmat menambahkan saat ini kondisinya di depan kos-kosan tersebut masih berdiri benteng.
"Kondisi jalan atau benteng itu pada saat survey ke lapangan masih belum ada pembongkaran. Pihak tergugat juga susah untuk ditemui," pungkasnya.
(yum/yum)