Perlombaan unik dihelat masyarakat Desa Pagersari, Kecamatan Pager Ageung, Kabupaten Tasikmalaya, Minggu (20/8/2023). Mereka menggelar perlombaan ngurek alias memancing belut dan sidat.
Pesertanya datang dari berbagai daerah di Jawa Barat. Mereka mengadu kepiawaian ngurek di arena berupa kolam di komplek Bumi Ageung, sebuah padepokan budaya Sunda.
Hadiah perlombaan Agustusan ini bukan kaleng-kaleng, peserta memperebutkan hadiah utama berupa 1 unit sepeda motor, uang jutaan Rupiah serta piala Gubernur Jawa Barat. Pemenang adalah peserta yang berhasil mendapatkan belut atau sidat dengan bobot terberat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di hadapan ratusan masyarakat yang menonton, 75 orang peserta ini berusaha mengail belut dan sidat yang sudah ditanam panitia beberapa bulan sebelumnya. Mereka diberi waktu sekitar 3 jam untuk mendapatkan satwa yang dikenal berprotein tinggi itu.
Mereka menyusuri tepian kolam mencari-cari lubang yang berpotensi menjadi sarang target buruan. Kemudian lubang dimasuki umpan berupa 'bancet' (katak kecil) atau cacing yang dipasang di mata kail.
Ngurek tidak menggunakan batang joran, namun cukup menggunakan dua atau tiga helai benang pancing yang 'dirara' (diuntun). Hal ini dilakukan untuk menambah kekuatan benang saat menarik belut atau sidat. Selain itu dengan benang yang telah diuntun, mata kali mudah masuk ke lubang sambil dikilik.
Perlombaan ngurek ini mendapatkan animo yang cukup tinggi karena komunitas penghobi ngurek ini ternyata cukup banyak. "Jangan salah di Tasikmalaya saja ada sekitar 50 komunitas pecinta ngurek," kata Apip Sabro (30), pecinta ngurek dari komunitas Golono yang bermarkas di daerah Gobras Kota Tasikmalaya.
Menurut Apip komunitas-komunitas hobi ngurek ini rutin berburu belut atau sidat di sungai, danau atau empang. Selain itu mereka juga sambil membuat konten kanal YouTube, dengan harapan aktivitas hobinya itu menjadi tambahan penghasilan.
"Rutin sambil membuat konten, kadang kita ke Garut, ke Pangandaran bahkan sampai ke Jawa Tengah. Sementara komunitas dari luar malah datang ke Tasik. Ya namanya hobi, kadang suka aneh-aneh," kata Apip.
Pecinta ngurek lainnya, Nana (58) warga Kecamatan Indihiang Kota Tasikmalaya mengatakan ngurek memiliki kenikmatan tersendiri, puncaknya ketika umpan disambar belut atau sidat.
"Nikmatnya sama kayak mancing, tapi ngurek mungkin lebih susah jadi lebih memuaskan. Terus kalau mancing kan diam, nah kalau ngurek kita menjelajah jadi lebih banyak olahraganya," kata Nana.
Terkait acara lomba ngurek ini, baik Apip mau pun Nana mengakui ini adalah event terbesar dengan hadiah yang fantastis.
"Ini lomba rutin tahunan, tapi daftarnya susah karena dibatasi, saya juga nggak bisa ikutan, hanya mengantar teman saja sambil nonton," kata Nana.
Nopa (30) salah seorang peserta asal Singaparna, mengaku telah mendaftarkan diri di perlombaan ini sejak 3 bulan lalu. Selain itu dia juga harus merogoh kocek Rp 200 ribu untuk biaya pendaftaran.
"Daftarnya sejak 3 bulan lalu, rebutan banyak yang ingin ikutan lomba ini. Saya juga kan penasaran ingin coba ikutan," kata Nopa.
Hingga separuh waktu perlombaan Nopa belum mendapatkan satu pun belut, namun dia mengaku tak kecewa.
"Kalau pehobi ngurek di-zonk itu biasa, mental harus kuat. Kalau yang nggak hobi mah pasti langsung kena mental. Berjam-jam basah-basahan di kolam tapi nggak ada hasil, pasti kapok," kata Nopa.
Ngurek sendiri merupakan salah satu tradisi masyarakat Sunda dalam aktivitas berburu bahan makanan satwa yang ada di perairan. Selain ngurek ada juga istilah nyirib (menjaring), ngaheurap/ngecrik (menjala), nguseup (mancing), ngobeng (menangkap ikan dengan tangan kosong) dan lain-lain.
(mso/mso)