Manusia purba, tepatnya yang hidup pada zaman Neolitikum, ternyata memilih tidak melakukan poligami. Fakta ini diungkap peneliti.
Hal itu terungkap berdasarkan hasil penelitian DNA purba dari pekuburan di Prancis. Temuan ini dipublikasi peneliti Maite Rivollat dan rekan-rekan dalam jurnal Nature baru-baru ini.
Kehidupan monogami orang-orang dari 6.700 tahun lalu itu disimpulkan tim peneliti setelah membangun pohon silsilah keluarga besar warga prasejarah Gurgy. DNA mereka diperoleh dari situs Gurgy bernama Les Noisats, yang kini bagian wilayah Prancis.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tradisi Berkeluarga karena Bermukim
Orang-orang Neolitikum menjalani transisi dari berburu-mengumpulkan makanan (hunter-gatherer) ke bertani. Perubahan ini diperkirakan juga menyebabkan kebiasaan berkeluarga ikut terpengaruh, seperti dikutip dari IFL Science.
Sekelompok manusia prasejarah saat itu mulai menyebar ke seluruh Eropa Barat. Mereka mendirikan pemukiman kecil, tinggal di sana dan bertani, dan dikuburkan berdekatan. Pekuburannya inilah yang ditemukan dalam penelitian arkeologi di situs Gurgy 'Les Noisats' di Lembah Paris.
Penelusuran Asal-usul Keluarga Monogami
DNA kuno warga Gurgy itu kelak ditemukan di pemakaman mereka. Sampel DNA orang prasejarah Prancis itu dipakai untuk membangun dua silsilah keluarga besar. Salah satu pohon silsilah menghubungkan 64 individu tujuh turunan. Pohon keluarga ini dinilai sebagai silsilah terbesar yang dibangun dari DNA purba hingga saat ini.
Seorang laki-laki berdiri di puncak pohon keluarga terbesar itu sebagai 'bapak pemula silsilah'. Ia ditemukan terkubur di sebelah seorang perempuan yang tidak dapat ditarik data genetiknya.
Laki-laki tersebut semula tidak dimakamkan di sana. Namun. tulangnya diambil dan dikubur ulang di sana bersama perempuan tersebut. Praktik ini mengindikasikan peran pentingnya bagi kerabat dekatnya saat itu.
Para meneliti pun melakukan analisis genom, nilai rasio sedimen strontium, data DNA mitokondria yang biasanya berasal dari garis keturunan ibu, data kromosom Y, usia kematian, dan jenis kelamin genetik.
Hasilnya menunjukkan bahwa situs kuburan di Les Noisats itu bukan pekuburan acak, tetapi pekuburan keluarga. Almarhum dimakamkan dekat dengan kerabat-kerabatnya.
Hanya sedikit liang kuburan yang diisi bertumpuk. Stéphane Rottier, arkeolog dan antropolog dari University of Bordeaux, Perancis yang menggali situs ini pada 2004-2007 menilai, praktik-praktik perlakuan pada penguburan itu menunjukkan adanya kontrol penuh atas pekuburan itu oleh keluarga besar.
Artikel ini telah tayang di detikEdu. Simak selengkapnya di sini.
(orb/orb)