Akhir Kisah Sang Rambo yang Tewas di Genggaman Jepang

Lorong Waktu

Akhir Kisah Sang Rambo yang Tewas di Genggaman Jepang

Siti Fatimah - detikJabar
Minggu, 30 Jul 2023 08:31 WIB
Lapang Merdeka di Kota Sukabumi akan dipakai untuk Salat Id.
Lapang Merdeka Kta Sukabumi (Foto: Siti Fatimah/detikJabar/detikJabar).
Sukabumi -

Gorge Francois Rambonnet atau yang dikenal di kalangan sejarawan Si Rambo merupakan sosok Wali Kota pertama yang memimpin Kota Sukabumi. Pria Belanda kelahiran Jember itu memegang pucuk kepemimpinan sebagai Wali Kota Sukabumi periode 1926-1934.

Banyak prestasi yang ditorehkan oleh G.F Rambonnet. Pada zamannya, ia membangun infrastruktur jalan protokol, stasiun, membangun kawasan capitol, membagi lingkungan tata kota, membangun kantor pos, pusat perekonomian, gedung hiburan bioskop hingga gedung pemerintahan.

Sayangnya akhir perjalanan hidup Si Rambo menyimpan kisah pilu. Keluarganya, yaitu istri Anita Daponte serta kedua anaknya Nini Hannaford Rambonnet dan Robert Carel Rambonnet mengalami keterpurukan saat Perang Pasifik.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Saat itu, anak perempuannya, Nini bergabung sebagai relawan Palang Merah, sedangkan istrinya menjadi penyiar radio Nirom sedangkan anak bungsunya menjadi prajurit Angkatan Laut Hindia Belanda yang ditugaskan di Cilacap.

Penulis buku Soekaboemi The Untold Story mengatakan, ketika Jepang masuk pada Maret 1942, Nini yang tengah menjalankan misi kemanusiaan di Bandung terpaksa harus kembali ke Batavia untuk menemui ayahnya yang telah dikeluarkan sebagai pejabat eksekutif. Di bawah kepemimpinan Jepang, segala fasilitas mewah Rambonnet disita.

ADVERTISEMENT

"Tentara Jepang menyita mobil Rambonnet, sementara Anita sang istri, kehilangan pekerjaan sebagai penyiar. Namun dia masih bekerja sebagai penerjemah bahasa Belanda ke bahasa Inggris dan Melayu," kata Irman, Sabtu (29/7/2023).

Sebagai orang Belanda, keluarganya harus membayar 20 NLG kepada Jepang untuk mendapatkan kartu identitas. Tanpa alasan pasti, Rambonnet ditangkap pasukan Jepang saat sedang mandi dan digelandang bersama orang-orang Belanda lain ke kantor polisi hingga ia dikirim ke Adek (semacam kamp sementara).

"Awalnya Rambonnet masih bisa dikunjungi keluarga untuk sekadar mengirim makanan. Tapi kemudian dilarang setelah ia dan orang keturunan Belanda lainnya dikirim ke kamp konsentrasi di sekitar Bandung tanpa bisa berkomunikasi dengan keluarga," ujarnya.

Peristiwa memilukan juga dialami istrinya Anita Daponte. Dia diminta datang ke kantor polisi dan dituduh menjadi mata-mata sehingga ia disiksa dengan cara ditusuk paku, dipukul, dibakar rambutnya hingga ia mengalami trauma. Sejak saat itu, kata Irman, Anita tak pernah kembali.

Kondisi tersebut tak berubah saat Jepang menyerah. Rambonnet hilang dan tak ada di kamp Bandung. Keluarganya yang tersisa disebut mendapatkan kabar bahwa Rambonne telah meninggal dunia pada Februari 1945 akibat disentri dan kekurangan gizi.

(mso/mso)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads