Desa Wano di Kabupaten Kuningan belakangan ini sedang mencuri perhatian para penggemar One Piece. Pasalnya nama desa ini serupa dengan sebuah negeri yang ada dalam serial tersebut.
Dalam alur cerita One Piece terbaru, tokoh utama dari serial ini yaitu Monkey D Luffy sedang berpetualang di negeri bernama Wano. Kisah Arc Wano sendiri begitu membekas di hati penggemarnya dan berhasil mendatangkan penonton baru untuk mengikuti serial ini.
Pada dasarnya baik Desa Wano maupun Wano di serial One Piece memiliki beberapa kemiripan. Tak hanya lokasinya yang terpencil dan jarang diketahui orang luar, Desa Wano di Kabupaten Kuningan pun memiliki sejarah menarik untuk diulik. Bedanya daerah tersebut sangat kental dengan budaya Sunda, bukan Jepang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Desa Wano merupakan salah satu desa tertua di Kabupaten Kuningan. Sekitar tahun 1700-an, wilayah ini pernah masuk sebagai wilayah kekuasaan Kesultanan Cirebon. Sebelum seperti sekarang, penduduk Wano sering berpindah tempat tinggal karena tidak amannya pemukiman mereka.
Sejarah Wano dapat dilacak lewat perkampungan kuno di sebelah selatan Sungai Cipogor yang kini menjadi lahan pertanian bernama Sawah Singkup. Kampung tersebut dikenal sebagai Paimahan dan dihuni oleh warga yang masih terikat persaudaraan.
Penduduk Wano kala itu hidup rukun di bawah kepemimpinan Kuwu Jaksa. Ia merupakan seorang abdi dalem Keraton Kasepuhan yang telah lama dipercaya untuk menjadi sesepuh atau tetua di daerah tersebut.
Sayangnya kehidupan di kampung Paimanan itu tidak berjalan mulus. Sebab, penduduk Wano kerap dihantui rasa takut akibat ulah perampok dari daerah lain yang suka berbuat onar.
"Mereka tidak bisa hidup tentram dan aman selamanya. Kampung Paimahan sering diganggu oleh perampok. Rumah penduduk dibakar karena saat itu masih berdinding bambu dan beratap alang-alang. Para perampok bisa leluasa berbuat onar," kata Sesepuh Desa Wano, Udin Samsudin (75) kepada detikJabar.
Melihat nasib penduduk Wano yang terpuruk, Kuwu Jaksa memutuskan pindah dari Paimahan. Singkat cerita, pemimpin Wano tersebut membawa 6 keluarga untuk menetap di sebelah utara Sungai Cipogor. Sedangkan 3 keluarga lainnya memilih hijrah ke bagian barat.
![]() |
Setelah pindah, pemukiman baru itu disebut Desa Tarikolot. Nama tersebut diberikan karena dalam bahasa Sunda berarti orang tua yang merujuk pada keputusan Kuwu Jaksa untuk membuka perkampungan di sana.
"Nama Tarikolot kemudian berganti dengan Wana. Artinya hutan. Waktu itu tempat ini masih ditumbuhi pepohonan besar," ujar Udin.
Kehidupan penduduk Wano di masa itu terbilang makmur. Warga yang sering menggarap lahan pertanian selalu menikmati hasil panennya. Kondisi tersebut berbanding lurus dengan Kesultanan Cirebon yang berada di puncak kejayaannya.
Pada masa itu, diutus lah seorang tokoh Syekh Syarif Juhud untuk datang ke Wano dan menetap di sana. Dia terkenal sangat religius serta taat terhadap ajaran agama Islam.
Uniknya di momen kedatangan Syekh Syarif Juhud inilah nama Wano disematkan pada desa tersebut. Kata ini punya makna yang begitu bagus. Dalam bahasa Cirebon, kata Wano diambil dari kata Wana yang berarti hutan. Namun menurut Udin, Wano juga bermakna berani.
"Beliau menetap selamanya di DesaWano. Dia menghembuskan nafas terakhir diWano dan dikebumikan di pemakaman yang disebutDepok," tuturUdin.
Wano Pernah Dijajah Belanda dan Jepang
Selama hampir seratus tahun berdiri, Wano pernah dipimpin oleh beberapa kepala desa. Era kekuasaan ini dimulai saat Kuwu Jaksa mendapatkan mandat sebagai sesepuh sekaligus pemimpin di desa tersebut.
Sama halnya dengan daerah lain di Indonesia, Wano di Kuningan sempat diduduki oleh para kolonis Belanda. Masyarakat yang hidup kala itu harus merasakan nelangsa dan dirampas kebebasannya.
Hal tersebut tidak jauh berbeda dengan apa yang tersaji pada alur One Piece. Dalam kisahnya, penduduk negeri Wano atau Wanokuni terpaksa hidup di bawah penderitaan karena wilayahnya diduduki kelompok bajak laut jahat yang dipimpin oleh karakter bernama Kaido.
"Desa Wano pernah dijajah Belanda dan Jepang. Saat itu masyarakat harus hidup di bawah penderitaan," ungkap Udin melanjutkan.
Karena letaknya terpencil dan berada di pedalaman hutan, saat masa penjajahan dahulu Desa Wano menjadi salah satu basis pejuang untuk melawan penjajah. Para tentara pribumi cukup pandai bersembunyi sebelum mereka melakukan gerilya.
Berkat perjuangan rakyat dan pejuang Wano, pihak penjajah yang menduduki kawasan tersebut akhirnya harus angkat kaki. "Banyak nilai sejarah di Desa Wano. Karena saat masa penjajahan dulu banyak pejuang yang melakukan perlawanan di sini," pungkas Udin.