Larangan membuang sampah ke sungai tak hanya sekedar imbauan atau petuah yang diajarkan orang tua kepada anak-anak. Larangan itu sudah menjadi aturan hukum. Membuang sampah ke sungai adalah pelanggaran atas Peraturan Daerah hingga Undang-undang.
Namun pada kenyataannya perilaku buruk masyarakat yang membuang sampah ke sungai tetap terjadi. Salah satunya terjadi di aliran sungai Ciloseh Kota Tasikmalaya.
Selain mencemari lingkungan dan berpotensi menyebabkan bencana, perilaku membuang sampah ke sungai juga membuat petugas pintu air kewalahan. Mereka seakan tersiksa dengan kiriman sampah yang tiada henti.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Seperti yang dialami oleh Enjang Dayat (54), petugas pintu air Ciloseh Simpang Lima, Kelurahan Tawangsari Kecamatan Tawang Kota Tasikmalaya.
Banyak sampah di sungai membuat tugasnya sebagai penjaga pintu air menjadi lebih berat. Setiap hari dia harus mendaratkan sampah yang mengambang di pintu saluran air. Satu per satu sampah yang mengambang dia raih dengan galah, untuk seterusnya diangkut dengan truk.
"Menurut saya harus ada penegakan aturan yang tegas. Kalau denda ya harus dijalankan, kalau bisa dipenjarakan ya penjarakan. Buat apa ada aturan, kalau hanya imbauan-imbauan mah percuma," kata Enjang, Jumat (21/7/2023).
Enjang terlihat jengah dengan beban pekerjaannya yang jauh lebih berat akibat tumpukan sampah di sungai. Hanya kepatuhannya terhadap pimpinan yang membuatnya tekun menjalani pekerjaan berat tersebut.
"Kalau bicara tupoksi, saya itu bertugas memberikan layanan kepada petani di bidang pengairan dengan bertugas membagikan air ke saluran irigasi yang harus dilakukan secara 24 jam. Bukan mengangkut sampah," kata Enjang.
ASN golongan dua ini mengemukakan, tugas mengangkat sampah yang dibebankan kepada dirinya tidak akan berhasil dan memiliki faedah yang baik, karena tugas yang dibebankan tidak seimbang dengan sumber daya dan tenaga serta kemampuan fisiknya.
"Bukan saya tidak menyadari terhadap tugas, tapi kita bekerja sangat tersiksa, tenaga kurang, sampah datang lagi datang lagi. Saya bingung jadinya," tutur Enjang.
Menurut dia, masalah penanganan sampah seharusnya menjadi tugas Dinas Lingkungan Hidup Kota Tasikmalaya, baik sampah di darat mau pun sampah yang ada di sungai. "Tapi saya juga paham bahwa penanganan sampah di sungai tidak ada di Dinas LH Kota Tasik. Mereka juga terbatas. Itulah yang membuat jadi bingung," kata Enjang.
Kakek dengan 8 orang cucu ini mengatakan, jika cuaca sedang hujan, maka volume sampah yang diangkut dari pintu air Cimulu ini bisa mencapai 10 truk. "Kalau musim hujan bisa sampai 10 truk," kata Enjang.
Dia mengaku bisa saja mengabaikan tugas tambahan mendaratkan sampah itu, tapi dia khawatir akan membuat aliras sungai tersumbat dan menimbulkan bencana banjir.
Opsi lainnya dia bisa saja membiarkan sampah itu lepas atau dialirkan ke hilir, tapi dia tak sampai hati karena akan membuat petani dan warga di hilir menderita.
"Di pintu air ini kita mengatur aliran air untuk ratusan hektar lahan pertanian di wilayah Cibeureum sampai ke Manonjaya. Kalau sampah ini dibiarkan mengalir ke hilir, akan membuat sumbatan-sumbatan," kata Enjang.
Atas situasi itu Enjang berharap ada solusi terbaik yang dilakukan lintas sektoral, antara Pemkot Tasikmalaya, Pemprov Jawa Barat dan Balai Besar Wilayah Sungai Citanduy. "Saya minta solusi terbaiknya saja, jangan seperti sekarang. Terus ke masyarakat tolonglah jangan buang sampah ke sungai," kata Enjang.
(mso/mso)