Dinas Kebudayaan Pemuda dan Olahraga (Disbudpora) Kabupaten Sukabumi ternyata pernah melakukan peninjauan ke lokasi batu dengan jejak aksara kuno dan telapak tangan. Batu tersebut ditemukan di wilayah perbatasan Kecamatan Kalapanunggal-Cikidang, Kabupaten Sukabumi.
Hasil analisa awal sempat dibuat oleh Eldi Khairul Akbar, salah seorang tim peneliti yang ikut dalam peninjauan tersebut. "Pada tanggal 29 Maret 2022, kami melakukan peninjauan prasasti yang ditemukan di perbatasan Kecamatan Kalapanunggal bersama Disbudpora dan Tim Yayasan Jelajah Sukabumi. Informasi awal mengenai isi prasasti tersebut kami dapatkan berdasarkan unggahan foto yang beredar di facebook (Grup JSS);" kata Eldi, Kamis (20/7/2023).
Eldi mengaku tertarik untuk melakukan penelitian lebih jauh karena beberapa orang memberikan komentar jika prasasti tersebut merupakan peninggalan dari Kerajaan Sunda Kuna. Eldi kemudian memberikan penamaan prasasti tersebut dengan sebutan Prasasti Batu Gajah A dan B.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Batu gajah A adalah batu berukuran besar dengan adanya ukiran aksara dan telapak tangan. Sementara batu gajah B adalah batu serupa yang berada di tengah-tengah Sungai Citarik.
"Ukuran dari prasasti ini memiliki tinggi kurang lebih 378 sentimeter, lebar sekitar 170-210 sentimeter dan tinggi sekitar 80 sentimeter. Bahan yang digunakan dalam pembuatan prasasti ini adalah jenis batuan andesit. Batuan ini cukup banyak tersebar di sekitar tempat penemuan prasasti," ujar Eldi.
Dijelaskan Eldi yang juga jebolan Arkeologi Universitas Udayana, Bali, berdasarkan analisis awal, prasasti ini berjumlah 15 baris dan di bagian paling bawah prasasti ditemukan sebuah telapak tangan kiri. Aksara yang digunakan adalah aksara Jawa Kuna, Sunda Kuna, dan Pallawa.
Goresan aksara tersebut sangat tipis, sehingga sulit untuk dilakukan pembacaan prasasti, terutama pada baris ke satu hingga sepuluh. "Berdasarkan hasil bacaan awal yang dilakukan, bahasa yang digunakan kemungkinan berbahasa Sunda Kuna. Ditemukanya kata gupaya(n) dan a(ya) dalam isi prasasti menandakan penggunaan bahasa Sunda Kuna. Namun, pembacaan ulang perlu dilakukan kembali," jelas Eldi.
![]() |
Sementara, untuk prasasti Batu Gajah B, diungkap Eldi berukuran tinggi 730 sentimeter, lebar 250 sentimeter, dan tebal 162 sentimeter. Bahan yang digunakan adalah sama dengan Prasasti Batu Gajah A, kemungkinan pembuat prasasti ini memahat secara langsung di tengah-tengah Sungai Batu Gajah (insitu).
"Jumlah baris yang dapat diamati pada prasasti ini kurang lebih terdapat empat baris, namun pada baris ketiga dan keempat hanya dituliskan setengah saja, kemungkinan karena keterbatasan ruang penulisan pada media batu tersebut," ungkapnya.
"Berdasarkan analisis awal yang dilakukan, prasasti tersebut ditulis dalam aksara campuran. Ada yang beraksara Jawa Kuna, Deva Nagari, Sunda Kuna, dan beberapa huruf lainya yang belum bisa dipastikan jenis aksara tersebut. Prasasti ini sangat sulit untuk dilakukan pembacaan awal, karena jenis aksaranya yang beragam, sehingga sulit untuk diidentifikasi lebih lanjut," sambung Eldi.
Berdasarkan pengamatan dan analisis awal yang dilakukan, Eldi menyimpulkan jika prasasti-prasasti yang ditemukan di perbatasan Kalapanunggal bukan berasal dari Kerajaan Sunda Kuna.
"Hal itu didasarkan atas jenis aksara yang digunakan dalam penulisan prasasti serta isi dari penulisan prasasti tersebut tidak sesuai kaidah penulisan prasasti pada umumnya yang ditemukan pada Masa Kerajaan Sunda Kuna," katanya.
(sya/iqk)