Pemerintah Provinsi Jawa Barat ditunjuk oleh pemerintah pusat sebagai daerah percontohan untuk menerbitkan obligasi daerah atau salah satu sumber pinjaman jangka menengah/panjang yang bersumber dari masyarakat.
Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil mengatakan, obligasi daerah diterbitkan untuk mempercepat pembangunan yang sumber dana utamanya berasal dari masyarakat melalui penawaran umum di pasar modal.
Pria yang akrab disapa Kang Emil ini menyebut, Jabar membutuhkan dana sebesar Rp 800 triliun untuk pembangunan. Namun saat ini, Pemprov Jabar hanya mampu melakukan pembangunan senilai Rp 50 triliun dalam lima tahun.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Alhamdulillah, Jawa Barat dianggap manajemen keuangannya sangat baik. Jadi akan dijadikan pilot project untuk mempercepat pembangunan Jawa Barat melalui sumber pendanaan obligasi daerah. Dalam bentuk obligasi daerah konvensional atau syariah ke sukuk," kata Kang Emil, Selasa (4/7/2023).
"Kebutuhan Jawa Barat Rp 800 triliun, dalam lima tahun hanya sanggup infrastruktur kita ini Rp 50 triliun. Jadi butuh 80 tahun untuk mengejar sebuah mimpi infrastruktur menjadi paripurna," lanjutnya.
Dia menerangkan, pembangunan tidak bisa dilakukan hanya mengandalkan APBD karena akan memakan waktu yang sangat panjang. Karena itu, diperlukan inovasi untuk mempercepat pembangunan khususnya insfratruktur.
Penerbitan obligasi daerah saat ini tinggal menunggu kesepakatan antara Pemprov dengan DPRD Jabar. Namun sebelum itu, diperlukan pemahaman dari berbagai pihak tentang obligasi daerah. Adapun target awal dalam pilot project penerbitan obligasi daerah di Jabar bisa mencapai Rp 2 triliun.
"Kami akan menghimpun dana Rp 2 triliun saja. Itu sudah paling keren. Menggolkan instrumen keuangan namanya obligasi daerah, surat utang," ujar Kang Emil.
Harapannya, kata Emil, kucuran dana segar tersebut dapat mengakselerasi infrastruktur penunjang untuk Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) Kertajati, serta pembangunan beberapa rumah sakit.
Selain itu, Kang Emil turut meminta faktor-faktor politis tidak dilibatkan dalam upaya penerbitan obligasi daerah. Sebab, siapapun pemimpin Jawa Barat kelak pasti sepakat dalam percepatan pembangunan yang secara merata.
"Ini kan sifatnya jangka panjang. Masa jabatan gubernur hanya lima tahun. Hal-hal yang sifatnya politis begini yang menghalangi kemajuan pembangunan. Pembangunan enggak bisa diukur lima tahun, ada sekian persen berkelanjutan siapapun pemimpin daerah," pungkasnya.
(bba/yum)