Di tengah gelapnya kehidupan pergaulan bebas yang justru semakin terbuka di media sosial, seorang tenaga kesehatan (nakes) mencoba menjadi penerang.
Namanya Doris Yondra Setiawan atau biasa dipanggil Yondra. Ia biasa menggunakan media sosial Twitter untuk memberi edukasi dan mengajak orang-orang yang berpotensi tinggi terinfeksi agar mau periksa.
"Aku biasanya di Twitter. Jadi kan memang tugas kami untuk sosialisasi dan mengajak tes pendampingan pada orang dengan populasi kunci. Kalau di Twitter itu kan sekarang banyak ya yang cerita cari teman FWB, one night stand, nah mereka ini punya resiko terpapar HIV. Termasuk yang kami dampingi itu PSK, waria, penyuka seks laki dengan laki (LDL), hingga pengguna narkoba suntik," cerita Yondra pada detikJabar beberapa waktu lalu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berprofesi sebagai petugas lapangan HIV dari Yayasan Grafiks, membuatnya getol menyambangi setiap akun yang dekat dengan seks bebas. Dengan akunnya @namasayalaut, Yondra menyebarkan edukasi dan flyer ajakan untuk mengingatkan periksa dini HIV dan mendampingi pengobatan ARV. Ia mengaku banyak dapat temuan kasus baru dari Twitter.
Hingga kini, HIV/AIDS masih belum ada obatnya. Namun Antiretroviral (ARV) merupakan bagian dari pengobatan HIV/AIDS untuk mengurangi risiko penularannya, menghambat perburukan infeksi, meningkatkan kualitas hidup penderita HIV, dan menurunkan jumlah virus (viral load) dalam darah sampai tidak terdeteksi.
"Sebetulnya aku ini tugas di Kabupaten Bandung, tapi karena ada ARV di kota jadi kadang ke Bandung juga. Tes HIV di Bandung alhamdulillah cukup banyak yang mulai sadar ini karena sosial media ya, awalnya yang tes hanya di atas 25 tahun tapi sekarang rata-rata dari 17 tahun kayak usia kuliah gitu mulai banyak yang sadar," kata Yondra.
Menurutnya, pasien yang ia temui punya usia yang beragam. Namun penderita di usia remaja itu cukup banyak. Sehingga ia gencar menyasar ke media sosial.
"Sebetulnya kalau di peraturan, VCT atau tes sukarela itu punya consent harusnya di atas 18 tahun, tapi realitanya penderita HIV juga banyak di bawah umur. Permenkes 2022 akhirnya membolehkan kami ajak anak-anak di bawah 17 tahun yang sekiranya beresiko untuk di tes. Karena hubungan seks atau pengguna narkoba suntik cukup banyak dari usia SMA," ucapnya.
Mahasiswa yang sedang melanjutkan studi S2 Manajemen ini sudah tiga tahun menjadi petugas lapangan. Rupanya, ada motivasi sendiri dari diri Yondra yang membuatnya semangat untuk mengajak dan mensosialisasikan pada orang lain agar lebih peduli. Semua berawal dari mendiang temannya yang telah berpulang karena penyakit ini.
"Awalnya ada temen aku yang mau tes HIV, terus minta ditemenin. Dari situ aku kenalan sama petugasnya terus ngajakin temen-temen. Aku ajakin karena tes HIV itu gratis di faskes pemerintah. Kita punya alasan buat melindungi diri sendiri dan yang kamu cintai. Banyak kasus seperti IRT, orang yang setia dengan satu pasangan, tiba-tiba reaktif pasti sakit banget. Jangan sampai perbuatan kita merugikan orang lain," cerita Yondra.
"Karena aku punya teman yang berjuang karena penyakit ini. Dia padahal anaknya baik banget, pinter, nggak tahu apa-apa tapi ditularin sama pacarnya. Setelah ngedrop di rumah sakit baru ketahuan kalau HIV+, sudah fase AIDS, dan akhirnya meninggal," kenangnya sambil tersedu.
Tak banyak yang bisa ia ceritakan. Pastinya, dari kesedihan yang mendalam sejak saat itu ia punya tekad untuk mengajak teman yang aktif secara seksual untuk rutin tes HIV. Ia merasa puas karena bisa menolong nyawa banyak orang.
"HIV itu kan virus yang menurunkan sistem kekebalan tubuh. Imun jadi rendah, gampang sakit, banyak penyakit menyerang sampai jadi komplikasi. Inilah yang disebut AIDS, saat fasenya sudah parah. Penderita HIV belum tentu AIDS, tapi AIDS pasti HIV. Maka untuk mencegah sampai fase itu perlu deteksi dini dan pemberian ARV seumur hidup. Gejala HIV pun beda-beda ada yang nggak bergejala, diare 2 minggu, alergi, rambut rontok, batuk parah, dan lainnya," kata dia.
"Setelah ngajakin orang itu aku ada perasaan puas, kalau mereka berterimakasih setelah berobat, secara tidak langsung aku nyelamatin satu nyawa," lanjut Yondra.
Baca juga: Jaja dan Asa Hidup dari Tumpukan Arang |
Meskipun harus ia akui, sulit berada di posisinya. Tak jarang ia dicap sebagai orang yang justru melegalkan zinah. Padahal, Yondra hanya ingin membantu mereka yang sudah terjerembab sebelum tak tertolong.
"Nggak jarang dapat penerimaan yang susah. Dibilang 'ngapain sih sosialisasi kaya gini? Petugas legal zinah' dikira nakut-nakutin. Susahnya lagi suka takut dikepoin. Kita pasti bakal kepo untuk melihat faktor resiko, tapi bukan kepoin hidup kalian. Karena faktor resiko ini mempengaruhi treatment. Tapi sekarang makin terbuka dan tau kalo ada kasus," ucapnya.
Ia pun hanya berpesan agar seluruh masyarakat melek dengan HIV dan IMS (infeksi menular seksual). Sebab IMS adalah jalan mudah untuk terjadi HIV. "Pokoknya kalau ada yang aktif secara seksual, segera ajak tes HIV dan IMS. Dengan tahu status lebih awal bisa mencegah kasus kematian dan penularan baru. Bisa hidup normal kayak yang lain dengan pengobatan yang benar," harapnya.
(aau/yum)