Perasaan Sabarudin Adiwilaga (51) berbunga-bunga begitu datang ke Car Free Day (CFD) Dago, Kota Bandung pagi tadi. Sebuah alat permainan tradisional bernama kereta peti sabun yang dipamerkan di sana, seketika memunculkan kenangan bagaimana almarhum ayahnya dulu, Inayatullah Adiwilaga, pernah menyabet gelar juara di ajang bergengsi itu pada tahun 50-an.
Dudin, begitu ia akrab di sapa, memang sengaja datang ke sana untuk bernostalgia. Dudin sering mendapat cerita dari sang ayah sejak kecil mengenai permainan unik tersebut. Namun ternyata, ia baru kali pertama melihat bagaimana bentuk kereta peti sabun yang mengantar almarhum ayahnya itu pernah menyabet gelar juara.
"Saya kan kelahirannya 72, jadi sebenarnya ceritanya mah enggak lengkap, banyak yang terpotong. Makanya pas denger peti sabun (lomba kereta peti sabun), ini bukan sesuatu yang asing buat saya, karena sering diceritain ayah saya," katanya saat berbincang dengan detikJabar di kawasan CFD Dago, Minggu (18/6/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sejak kecil, cerita tentang kereta peti sabun juga terus terngiang di benaknya Dudin. Dari keluarga besarnya, Dudin turut mendapat kisah jika almarhum sang ayah pernah menyabet gelar juara pertama pada edisi perdana perlombaan itu digelar tahun 1950. Namun sayang, hanya sebatas cerita itu lah yang Dudin dapatkan.
Pasalnya, Dudin tidak pernah menemukan dokumentasi bagaimana almarhum ayahnya dulu memenangkan ajang bergengsi tersebut. Bahkan ketika sang ayah berpulang 15 tahun yang lalu, kenangan itu hanya jadi cerita yang lekang sepanjang masanya.
"Yang pasti saya dapat cerita kalau ayah saya ngerancang sendiri si peti sabun itu sama kakaknya sama orang tuanya dulu. Waktu kecil sering diceritain ini, wah, peti sabun itu harus berat di depan biar lebih kencang. Karena kan dia cuma di dorong gitu aja, enggak ada alat bantu penggeraknya," ungkap Dudin mengenang kembali kisah-kisah yang pernah dituturkan almarhum sang ayah.
Barulah pada 5 tahun ke belakang, warga Jalan Teratai, Cikudapateuh, Kota Bandung tersebut menemukan sebuah piala yang memajang nama almarhum ayahnya sebagai juara pertama. Piala berkelir warna emas dan bertuliskan nama almarhum ayahnya itu hampir saja terlupakan sampai akhirnya Dudin amankan sebagai kenang-kenangan.
Seolah menemukan jodohnya, Dudin kemudian mendapat kabar dari rekannya jika tahun ini lomba balap kereta peti sabun akan digelar kembali. Ia lantas berinisiatif datang ke tempat para Korps Alumni Daya Mahasiswa Sunda (Damas) bersama Alumni SMP 2 Bandung angkatan 1988 berkumpul yang turut memamerka sejumlah kereta peti sabun yang kini bentuknya sudah dirancang secara modern.
"Saya dapat piala ini begitu ditemukan sama sepupu saya pas beres-beres rumah, dulu mah enggak tahu ada piala ini. Ini baru 5 tahunan ketemunya, ternyata peti sabun (lomba kereta peti sabun). Makanya saya ke sini sambil nyobain sambil mengenang lagi. Dari dulu enggak banyak cerita, tapi semenjak pialanya ketemu, akhirnya bisa bercerita banyak tentang ayah saya," ujar Dudin.
Dari piala tersebut, Dudin akhirnya bisa merangkai cerita kecilnya dulu mengenai sosok sang ayah yang pernah menyabet juara pertama saat lomba ini perdana digelar. Rasa bangga pun menyelimuti Dudin sekaligus ingin mengulang nostalgianya dulu semasa kecil melalui lomba balap kereta peti sabun.
"Tentu jadi kebanggaan buat ayah. Dulu sering cerita juara, sekarang dibuktikan sama piala ini yang akhirnya bisa merangkai lagi cerita-cerita itu," pungkasnya.
Sebagaimana diketahui, Korps Alumni Damas dan alumni SMP 2 Bandung angkatan 1988 berencana menggelar kembali lomba balap kereta peti sabun ke-10. Event bertajuk 'Gorolong On the Road' ini rencananya digelar pada 26-27 Agustus 2023, sekaligus menjadi rangkaian memeriahkan Hari Jadi Kota Bandung.
Dalam acara tersebut, panitia pun sudah memilih track yang akan menjadi lokasi perlombaan balap kereta peti sabun di depan Balai Kota Bandung, tepatnya di Jalan Merdeka. Sejak digelar pertama kali pada 1950, ajang ini sempat vakum di tahun 1988 untuk diperkenalkan kembali ke generasi zaman sekarang.
(ral/mso)