Romansa perjalanan Sukarno di Sukabumi tidak lepas dari keindahan Pantai Palabuhanratu. Di sini, sederet bangunan cantik berdiri atas inisiasi Presiden RI pertama itu.
Salah satu bangunan megah yang berdiri atas pemikiran Sukarno adalah Hotel Samudera Beach yang kini bernama Grand Inna Samudera Beach Hotel (GISBH). Selain gedung yang kini milik BUMN itu, Sukarno juga jatuh cinta dengan pemandangan alam menghadap lautan lepas Teluk Palabuhanratu.
Soekarno jatuh hati dengan sebuah bangunan yang berdiri di atas tebing karang menghadap ke Teluk Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi. Namun sayang, bangunan di atas lahan kurang lebih 1.500 meter persegi itu sudah dimiliki Mayor Mantiri.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mayor Mantiri menjadikan vila bernama Vaya con Dios sebagai tempat peristirahatannya. Sementara Sukarno yang juga dikenal mumpuni dalam hal spiritual, merasa tempat itu sudah cocok untuk dijadikan sebagai tempat tetirah.
Tidak kehabisan akal, Soekarno kemudian membeli lahan jauh lebih luas yang juga berada di pinggir pantai. Ia mengajak Mantiri untuk berunding.
"Sekitar tahun 1954 Sukarno tengah keliling di kawasan Citepus melihat-lihat lokasi yang cocok, kemudian penerawangan beliau cocoknya di lokasi ini. Sementara kebetulan lahan ini milik Mayor Mantiri, Bung Karno tidak kehabisan akal, dia membeli lahan sebelah, lahannya lebih luas," kata Irman Firmansyah, pengamat sejarah sekaligus Ketua Yayasan Dapuran Kipahare kepada detikJabar, Senin (19/9/2022).
"Dia minta ditukar-guling dengan Mayor Mantiri. Karena mungkin melihat lebih luas lahan yang ditawarkan Bung Karno, akhirnya diberikan setelah mungkin Mayor Mantiri merasa Bung Karno tulus menginginkan tempat ini," jelasnya.
Pembangunan pun dimulai. Dikutip dari situs kebudayaan.kemdikbud.go.id, pembangunan Pesanggrahan Tenjoresmi melibatkan dua arsitek Indonesia, F.S.Silaban dan RM. Soedarsono. Pesanggrahan Tenjoresmi memiliki fasad menghadap ke arah timur laut.
Dari arah depan bangunan ini terlihat seperti bangunan berlantai satu. Tetapi jika dilihat dari arah laut (belakang) bangunan ini memiliki tiga tingkat, yaitu basement, lantai satu, dan lantai dua.
"Lahan yang ditukar-guling itu kemudian saat ini dikenal sebagai Hotel Bayu Amrta, sementara bangunan ini hingga sekarang diberi nama Pesanggrahan Tenjo Resmi atau Istana Presiden," jelas Irman.
"Di lokasi ini pula, dalam catatan sejarah tempat ini dijadikan oleh Bung Karno untuk bertemu secara metafisik dengan penguasa Pantai Selatan Nyai Roro Kidul, Wallahuallam ya," sambungnya.
Pesanggrahan Tenjo Resmi adalah tempat favorit Presiden RI Sukarno menyegarkan pikiran dan beristirahat. Tempat favoritnya adalah ruang utama, yang dijadikan lokasi ruang pertemuan dan perjamuan.
Ruangan itu berada di lantai dua ada sebuah ruangan kaca lebih menjorok ke laut. Sebagian bangunannya berada di atas karang dekat ke pantai.
Tempat Favorit Sukarno
Irman mengungkap ruangan dengan kaca menghadap ke laut itu adalah tempat yang paling disukai oleh Sukarno. Setiap sore, Sukarno kerap duduk dekat kaca itu sambil menyanyikan lagu pembangkit semangat berbahasa asing.
"Nah Bung Karno sendiri sebetulnya ini area favorit beliau untuk melakukan tetirah, terutama setelah Dekrit Presiden tahun 1959 beliau kan selalu dikritik ya, istirahatnya selalu ke sini," tuturnya.
"Di sini tempat favorit beliau itu yang tadi kita lewat, bisa melihat dari kaca karena kanan-kirinya terlihat jelas ujung-ujung batas teluk, kemudian ketika sore matahari terbenam sampai tuntas sempurna," cerita Irman, yang juga pengarang buku Soekaboemi The Untold Story tersebut.
Pemandangan dari lokasi semacam balkon gedung di luar bangunan ke arah perairan Teluk Palabuhanratu tidak kalah cantik. Posisi balkon tersebut tepat berada di luar ruangan kaca tempat favorit Sukarno berdiam diri.
Selain bentangan karang di pantai sebelahnya, ujung teluk juga terlihat jelas. Begitu juga dengan hamparan birunya langit yang beradu dengan kemilau lautan.
"Sukarno langsung jatuh hati melihat lokasi ini. Dulunya tempat ini sebuah vila milik Mayor Mantiri yang kemudian ditukar-guling sampai akhirnya dibangun oleh Sukarno saat itu. Prosesnya (pembangunan) sendiri tidak fokus karena berbarengan dengan pembangunan Samudera Beach Hotel (SBH) kala itu," papar Irman.
(sya/orb)