Jepang menghadapi ancaman terburuk dalam urusan populasi. Keenngganan masyarakatnya memiliki anak bisa berdampak ke ancaman kepunahan generasi muda.
Dilansir dari detikHealth, Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida telah memprediksi soal ancaman kepunahan anak muda di tahun 2030-an. Salah satu faktornya ialah krisis populasi.
"Populasi kaum muda akan mulai menurun drastis pada tahun 2030-an. Jangka waktu hingga saat itu adalah kesempatan terakhir kita untuk membalikkan tren penurunan kelahiran," ujar Fumio Kishida yang dikutip dari Reuters.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pemerintah Jepang sudah memiliki berbagai program untuk mendongkrak populasi mereka. Mulai dari mengalokasikan dana 3,5 triliun yen atau setara Rp 376 triliun untuk mendorong warga agar mau punya anak hingga rencana program lainnya.
Terbaru, Jepang juga akan merevisi undang-undang ketenagakerjaan. Hal ini untuk mempermudah pasangan untuk bekerja dan berbagi pekerjaan rumah tangga.
Reformasi undang-undang ini juga memberi kesempatan pekerja memilih gaya bekerjanya biar lebih fleksibel. Misal dengan penerapan tiga hari libur dalam seminggu juga membatasi waktu lembut.
Jepang juga akan memberikan kelonggaran bagi mereka yang melakukan perawatan kesuburan. Termasuk mengatur jadwal kerja yang panjang supaya orang tua di Jepang bisa berbagi waktu urus pekerjaan rumah tangga tanpa membebani satu pihak.
Sebab, banyak orang menyoroti krisis populasi ini diakibatkan beban kerja wanita yang cukup berat bila di rumah.
Langkah ini dinilai jadi kesempatan terakhir bagi Jepang untuk menyelamatkan populasinya.
Artikel ini sudah tayang di detikHealth, baca selengkapnya di sini
(dir/dir)