Kawanan monyet 'bangor' terjun ke pemukiman warga di Desa Sukamekar, Sukaraja, Kabupaten Sukabumi. Monyet liar yang jumlahnya banyak itu bikin kesal warga karena merusak lahan pertanian, menaiki atap rumah hingga masuk ke dapur rumah.
Dari informasi warga, kejadian ini sudah terjadi sejak Agustus 2022 lalu. Namun pada saat itu, kawasan monyet itu hanya datang ke satu kampung yang berada di Pamoyanan Girang.
Kepala Desa Sukamekar, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Sukabumi Ernalia mengatakan, pada saat itu tak ada tanggapan serius dari pihak terkait. Hingga akhirnya beberapa hari ke belakang, ia mendapatkan laporan dari warga jika kawanan monyet itu sudah turun sampai tiga wilayah perkampungan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ini sekarang semakin melebar ke beberapa RW. Di Pamoyanan Kidul, kemudian Cijeruk Kidul, sekarang sudah mendekati ke sini, ke wilayah Pamoyanan Girang, dekat desa di atas kantor desa. Berarti itu RW 7, 9, dan RW 10," kata Erlina kepada detikJabar.
Baca juga: Kejamnya Kreator Konten Penyiksa Bayi Monyet |
Akibat lahan pertanian yang dirusak kawanan monyet itu, petani mengalami gagal panen. Di sisi lain, mereka juga kebingungan bagaimana harus menanggapi satwa tersebut saat memasuki permukiman maupun lahan pertanian.
"Yang menjadi masalahnya masyarakat ini bingung harus bagaimana mengevakuasi ataupun menyingkirkan kera-kera ini. Tanaman pertanian ya seperti jagung, umbi-umbian, pepaya, dan segala macam buah-buahan yang belum waktunya dipanen itu sudah habis apalagi tanaman seperti alpukat dan buah-buahan mangga yang mudah di itu habis dimakan gitu," ungkapnya.
Tak hanya itu, kawanan monyet ini juga masuk ke kawasan pesantren dan merusak tanaman di pesantren tersebut. Kejadian itu terjadi di Pesantren Yayasan Al-Bayan.
Tidak ada korban dalam kejadian ini. Warga cenderung menghindar saat kawanan monyet itu turun ke permukiman. Menurutnya, monyet itu diduga berasal dari kaki Gunung Gede Pangrango. Menyikapi permasalahan ini, pihaknya sudah berkoordinasi dengan pihak BBKSDA.
Sementatra itu, Plt Kepala Resor Konservasi Wilayah VII Sukabumi BBKSDA Isep Mukti Miharja mengatakan, pihaknya sudah berkoordinasi dengan berbagai pihak mulai dari kecamatan, desa dan pondok pesantren yang terdampak.
"Kita tindaklanjuti juga berkoordinasi dengan perkebunan dan taman nasional dari situ kita bawa berkas-berkas itu sebagai bahan masukan untuk ditindaklanjuti, makanya berkas dari situ kita sampaikan ke BKSDA Bogor untuk dikaji," kata Isep saat dihubungi detikJabar, Selasa (23/5).
Pihaknya sudah mengantongi beberapa wacana-wacana penanganan salah satunya dengan menggandeng stakeholder yang fokus pada primata monyet. Terkait penyebab monyet turun ke permukiman karena over populasi, Isep menjelaskan hal itu harus dibuktikan dengan data.
Pasalnya, belum ada kajian jumlah populasi monyet di kaki Gunung Gede Pangrango dari tahun ke tahun. Dia memprediksi turunnya kawanan monyet karena perubahan perilaku.
"Jadi kita belum mengatakan begitu (overpopulasi), tapi kalau misalnya sudah menjadi perubahan perilaku, itu mungkin karena orang perkebunan (warga) menyatakan dari dulu juga ada (kawanan monyet), artinya itu ada habitat monyet," jelasnya.
Menurutnya, kawanan monyet hidup di antara hutan dan permukiman warga. Setelah ada perkebunan, kawanan monyet ini merasa semakin mudah untuk mencari makanan.
(wip/yum)