Perkara dugaan kekerasan yang terjadi di SMA Negeri 1 Kota Tasikmalaya ternyata belum usai. Proses hukum atas perkara yang menyebabkan seorang siswi mengalami luka robek di pelipis itu, justru kini masuk dalam tahap penyidikan.
Kapolres Tasikmalaya Kota AKBP Zainal Abidin membenarkan bahwa perkara itu kini sudah naik dalam tahap penyidikan, setelah sebelumnya penyelidikan.
"Kemarin kami melakukan gelar perkara dan kini kami nyatakan kasus ini dalam tahap penyidikan," kata Zainal saat menggelar jumpa pers di Mapolres Tasikmalaya Kota, Rabu (24/5/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Zainal menjelaskan perkara ini memang sempat dinyatakan selesai melalui perdamaian yang dilakukan pada, Rabu (17/5/2023). Namun dalam perkembangannya pihak pelapor atau korban menyatakan ingin melanjutkan perkara ini ke jalur hukum. Sehingga polisi kembali mengakomodasi keinginan korban, hingga kini sudah masuk dalam tahap penyidikan.
"Jadi telah kami rangkaikan kronologi kejadian ini secara utuh. Diawali dengan laporan ibu korban pada Selasa 16 Mei 2023," kata Zainal.
Keesokan harinya atau Rabu (17/5/2023), Polres kedatangan pihak SMA Negeri 1 Tasikmalaya dan para pihak terkait yang intinya meminta agar perkara ini diselesaikan dengan perdamaian.
"Ketika itu kami menerima pihak sekolah, korban dan terlapor. Mereka menyampaikan keinginan secara verbal, dilengkapi dengan administrasi dan rekaman video, terkait dengan upaya perdamaian. Kami sifatnya mengakomodir keinginan tersebut, karena dalam hal penanganan ini diperkenankan RJ (restorative justice). Perdamaian dilakukan dengan diperkuat administrasi," kata Zainal.
Zainal melanjutkan setelah hari Rabu itu, pada Jumat (19/5/2023) terjadi pertemuan antara orang tua terlapor dan anak-anak yang terlibat di sekolah. "Dalam perkembangannya Jumat ada pertemuan di sekolah. Tidak mengundang polisi dan tidak mengundang pelapor atau ibu korban. Akibatnya ada ketersinggungan secara personal dari ibu korban, sehingga mengeluh di media sosial dan viral," kata Zainal.
Atas kegaduhan di publik itu, kata Zainal pihaknya melakukan jemput bola. Oleh polisi, ibu korban ditanya keinginan dari ibu korban ini. "Lalu kami jemput bola, kami tanya arah dan keinginan ibu korban ini. Dia menyatakan ingin melanjutkan kembali, laporan yang sempat disampaikan," kata Zainal.
Akhirnya polisi kembali bergerak dan meningkatkan perkara ini menjadi status penyidikan. Terlapor kini telah ditetapkan menjadi anak berkonflik dengan hukum, istilah dalam peradilan anak untuk status tersangka.
"Jadi ada 8 anak yang berhadapan dengan hukum dalam perkara ini. Satu anak korban, satu anak berkonflik dengan hukum dan enam anak saksi," kata Zainal. Sementara untuk alat bukti polisi telah mendapatkan hasil visum serta keterangan saksi-saksi.
Terkait pasal yang disangkakan, polisi menerapkan pasal 80 Undang-undang Nomor 35 tahun 2014 tentang tindak pidana kekerasan terhadap anak, dengan ancaman 3 tahun 6 bulan penjara.
"Namun sesuai pasal 5 ayat 3 UU Nomor 11 tahun 2012 tentang peradilan pidana anak kami berikan kesempatan musyawarah, memberikan ruang diversi," kata Zainal.
Dia juga memastikan anak-anak yang berhadapan dengan hukum itu bisa tetap menjalankan aktivitasnya. "Tetap bisa bersekolah. Untuk perkembangannya kami berkoordinasi dengan pihak Bapas, KPAD dan pihak terkait lainnya," kata Zainal.
(tey/tey)