Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mewanti-wanti fenomena iklim El Nino yang bakal terasa dampaknya di Jawa Barat. BMKG meminta pemerintah daerah (Pemda) mulai menyiapkan antisipasi dampak El Nino.
Kepala BMKG Stasiun Geofisika Bandung Teguh Rahayu mengatakan, El Nino akan berdampak pada musim kemarau yang lebih panjang dan kering dari biasanya pada semester kedua di tahun 2023 ini.
"Terkait musim kemarau ini, BMKG mengimbau kepada institusi terkait, dan seluruh masyarakat untuk lebih siap dan antisipatif terhadap kemungkinan dampak musim kemarau," kata Rahayu dalam keterangan tertulisnya, Selasa (23/5/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Oleh karena pada tahun ini musim kemarau diprediksi bersifat bawah normal atau lebih kering dibanding biasanya," sambungnya.
Untuk menyikapi peluang akan dampak El Nino, Rahayu menuturkan, diperlukan beberapa langkah aksi dan antisipasi dini untuk mengurangi dampak terjadinya potensi kekeringan, kekurangan air bersih, hingga gagal panen.
Dampak lainnya yakni potensi kebakaran hutan dan lahan terutama di wilayah atau provinsi yang rentan dan sering terjadi kebakaran hutan dan lahan hingga antisipasi terkait produksi pangan dalam rangka menjaga ketahanan pangan nasional.
"BMKG juga mengimbau kepada Pemda dan masyarakat untuk dapat lebih optimal melakukan penyimpanan air pada akhir musim hujan ini untuk memenuhi danau, waduk, embung, kolam retensi, dan penyimpanan air buatan lainnya," ungkapnya.
"Yang terpenting, masyarakat tidak perlu panik dengan isu El Nino namun tetap mengikuti perkembangan informasi iklim dari BMKG," tutup Rahayu.
Sebelumnya diberitakan, BMKG telah mengamati pergerakan El Nino di Samudra Pasifik dan diprediksi fenomena iklim ini bisa terjadi lebih dari 60% di wilayah Kontinen Maritim pada semester kedua tahun 2023.
"Apabila El Nino ini terjadi maka wilayah Jawa Barat akan termasuk pada wilayah yang terdampak El Nino di Indonesia, begitu juga dengan wilayah Bandung Raya," kata Rahayu.
Rahayu menuturkan BMKG Bandung memantau terjadinya penurunan jumlah curah hujan dasarian di beberapa pos pengamatan. Salah satunya di Jalan Cemara, Kota Bandung.
Di wilayah ini, curah hujan pada Mei dasarian I berjumlah 220 mm dan pada Mei dasarian II berjumlah 65 mm. Hal ini berlaku juga pada curah hujan di wilayah Lembang. Pada Mei dasarian I curah hujan berjumlah 156 mm, sedangkan pada dasarian II berjumlah 8 mm.
"Sebagai referensi, pada puncak musim hujan Kota Bandung di bulan Juli dan Agustus, nilai curah hujan klimatologis adalah 73 mm dan 54 mm berturut-turut. Hal ini membuktikan bahwa hujan tetap terjadi bahkan pada puncak musim kemarau sekalipun," jelasnya.
Untuk wilayah Selatan Jawa Barat, musim kemarau bakal masuk di pertengahan Juni. Sedangkan wilayah Utara Jawa Barat sudah masuk musim kemarau sejak April dasarian II.
(bba/orb)