Kasus Sifilis di Kota Bandung Naik Terus, Warga Diminta Tak Perlu Panik

Kasus Sifilis di Kota Bandung Naik Terus, Warga Diminta Tak Perlu Panik

Anindyadevi Aurellia - detikJabar
Senin, 22 Mei 2023 17:44 WIB
Ilustrasi penyakit.
Ilustrasi penyakit.(Foto: Istimewa/ Unsplash.com)
Bandung -

Akhir-akhir ini sosial media Twitter sempat ramai dengan perbincangan meningkatnya angka penderita Sifilis atau raja singa. Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Republik Indonesia menyebut dalam kurun waktu lima tahun (2016-2022) terjadi peningkatan kasus sifilis sebesar hampir 70% atau menjadi 21 ribu kasus di Indonesia.

Sifilis adalah infeksi bakteri yang biasanya menyebar melalui kontak seksual dan dimulai dengan luka tanpa rasa sakit biasanya di bagian alat kelamin, dubur, atau mulut.

Terkait hal ini, Agung SKM Subkoordinator Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Bandung memberikan penjelasan kondisi angka sifilis di wilayah ini.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ia mengaku angka sifilis secara umum terjadi peningkatan. Hal ini tentu menjadi sorotan bagi Dinkes Kota Bandung, namun diketahui peningkatan ini sejalan dengan meningkatnya proses screening atau tes deteksi sifilis.

"Dari tahun 2014 memang kasusnya fluktuatif, jadi memang di 2022 ada peningkatan. Namun memang kasus itu meningkat seiring dengan deteksi dini yang kita lakukan. Kalau dulu kan untuk pemeriksaannya hanya fokus pada populasi tertentu, kalau sekarang kita perluas dan pencariannya digencarkan lagi, kalau dulu yang diperiksa hanya 2.000-4.000 sekarang semakin banyak jadi sekarang lebih banyak kasus yang terungkap," kata Agung dihubungi detikJabar Senin (22/5/2023).

ADVERTISEMENT

Agung menjelaskan bahwa di Kota Bandung pada tahun 2019 hanya ditemukan 264 kasus positif sifilis dari 11.083 orang. Tahun 2020, 11.430 orang diperiksa, temuan kasus menjadi 300 orang. Tahun 2021 12.228 orang diperiksa, ditemukan positif 332 orang. Sampai akhirnya tahun 2022, temuan kasus naik menjadi 881 orang karena yang diperiksa 30.311 orang.

Meskipun tahun demi tahun terjadi kenaikan, diakui Agung masyarakat tidak perlu panik. Justru hal ini menjadi pertanda baik karena program kesehatan kota Bandung berjalan lebih masif.

"Jadi kalau kita lihat positive rate di 2014-2017 itu tingginya 5 persen, tapi 2021-2022 hanya 3 persen saja. Tapi memang kalau lihat jumlahnya memang bertambah karena kita lebih banyak mencari. Jadi temuan itu bertambah karena memang pengecekan dini itu masif dilakukan," ujar Agung.

Dalam data yang dipaparkannya, angka terkini ibu hamil penderita sifilis dari Januari-Maret mencapai positif rate 0,7 persen. Hal ini menandakan bahwa penderita ibu hamil tidak banyak, meski tentunya hal ini tidak bisa disepelekan mengingat risikonya yang tetap tinggi.

"Makanya kita tetap fokus ke hidden population agar tidak menyebar ke populasi umum. Ini kan yang terdampak itu populasi kunci, orang akan berpikir berbeda jika yang terkena ada ibu rumah tangga. Karena resiko penyebaran ke populasi umum lebih tinggi," ucapnya.

Agung menegaskan bahwa masyarakat perlu menyadari bahwa Sifilis bisa diobati, HIV pun ada obat pengendalinya. Sehingga masyarakat sudah tidak seharusnya memberi stigma tertentu untuk mempermudah petugas menemukan penderita dan mengobatinya.

"Kalau populasi kunci jelas ada tapi lebih ke takut positif. Belum lagi kalau di daerah yang stigmatisasinya tinggi. Jadi kita ingin dorong agar mereka lebih mau tes tanpa terbebani dengan stigma yang ada, karena sekarang stigma itu bisa muncul bahkan hanya dengan kita melakukan tes. Sehingga banyak yang ga minat tes," tuturnya.

"Masyarakat jangan pernah takut tes HIV dan sifilis karena itu bisa diobati. HIV bisa diobati, tapi nggak bisa menyembuhkan, artinya HIV nya dikendalikan. Sifilis bisa diobatin dan bisa sembuh. Itu dulu yang perlu diketahui. Maka, jangan lakukan stigma apalagi diskriminasi, sehingga dia nggak mau terbuka. Kemudian yang terpenting lagi memperkuat ketahanan keluarga, berhubungan suami istri dengan sehat," lanjutnya.

Saat disinggung adakah penolakan saat tes, Agung mengaku ada beberapa warga yang menolak test karena takut positif dan tidak mendapat izin suami. Namun ia menegaskan bahwa pasien terutama ibu hamil sudah mendapatkan hak wajib untuk tes.

"Sudah ditetapkan oleh Kemenkes akan diminta untuk tes, artinya itu adalah hak masyarakat untuk mendapatkan tes itu. Jadi kewajibannya di tenaga kesehatan yang memintakan. Nah kalau ada ibu yang dilarang tes dari suami itu memang ada, ditemukan, tapi jarang," katanya.

Masih kata Agung, hal ini biasanya disebabkan oleh adanya stigma bahkan oleh nakes itu sendiri.

"Selain itu tergantung dengan cara bicara nakes, kalau sudah menunjukkan stigma pasti mereka nggak mau. Misalnya ibu hamil mau dites, petugasnya bilang 'ibu ini dites ya untuk HB dan lain-lain,' kemudian waktu mau ngomong HIV dia ngomong 'punten nyak bu, sakantenan diparios HIV Sifilis,' itu udah stigma, karena dia membedakan dengan tes lainnya padahal itu haknya. Itu yang bikin orang tidak diizinkan oleh suami karena ada stigma," ucap Agung.

Ia pun sudah melakukan sosialisasi ke nakes-nakes kota Bandung seperti pelatihan IMS dan lain-lain. Kini, langkah yang dilakukan Pemkot Bandung untuk mencegah penyebaran sifilis ini adalah dengan terus melakukan deteksi dan menjalankan program-program anti penyakit menular seksual.

Sebab ia pun tak menampik adanya kemungkinan penderita bukan warga setempat namun penderita melakukan penyebaran di kota Bandung. Namun, ia meyakini program kota Bandung berjalan dengan baik dan angka penderita masih terkendali.

"Bisa jadi, tapi saya nggak ngomong selalu seperti itu. Karena orang itu mobile, bisa saja dia positif tesnya di Bandung tapi dia penularannya di Bandung Barat. Sama di kota Bandung juga, orang Cibiru periksa di Ibrahim Adjie misalnya gitu," kata dia.

"Maka salah satu program pencegahannya ada couple counseling, itu di setiap puskesmas ada. Pencegahannya jelas dengan edukasi dini melalui komunitas dan teman-teman penjangkau populasi khusus. Bahkan kita juga ada mobile test HIV untuk populasi umum dan konsep mobile door to door terhadap populasi khusus. Program kota Bandung sudah cukup banyak dan sejauh ini berjalan cukup baik," ujar Agung mengakhiri penjelasan.




(aau/tey)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads