Iuran sampah di lingkungan warga rata-rata berkisar di atas Rp 20 ribu per bulan. Namun, ada satu RW di Kota Bandung punya tarif iuran sampah yang terbilang murah. Di mana?
Ialah RW 02 Cipamokolan. Ketua RW Aang Suhara mampu mematok biaya iuran sampah hanya Rp10.000 per bulan. Ia bahkan mengklaim jika di Kota Bandung, sulit ditemukan wilayah yang iurannya semurah itu.
"Saya komitmen tidak akan naikkan iuran selama menjadi RW. Iurannya maksimal Rp10.000 per bulan. Ini bukan untuk biaya operasional, tapi murni untuk gaji para petugas kebersihan. Sedangkan untuk operasional pengolahan sampah, kita maksimalkan CSR," ujar Aang dalam keterangan yang diterima detikJabar, Senin(22/5/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ternyata, Aang memaksimalkan cara untuk mengetuk dari pintu ke pintu perusahaan dengan program CSR-nya. Selain itu, Aang dan warga setempat ingin mengubah sampah menjadi berkah.
Satu RW pun bergotong royong mampu mengelola sampah anorganik dengan program Sedekah Sampah. Hasil penjualannya dijadikan sedekah untuk petugas sampah.
Sementara sampah organik mereka olah untuk pakan magot. Magot ini akan menjadi pakan lele dan ayam. Sedangkan kasgot (pupuk bekas magot) bisa digunakan untuk tanaman.
Tak hanya itu, ada pula program Bumanik (budidaya maggot dan pupuk organik) yang ternyata telah bekerjasama dengan Pertamina selama lima tahun. Dari kerja sama yang tentunya tidak instan, RW 02 Cipamokolan mendapatkan sumbangan mesin pencacah, mesin pelet, bahkan Triseda (kendaraan roda tiga) untuk mengangkut sampah.
"Kami juga dikasih ayam beserta kandangnya, semuanya difasilitasi oleh Pertamina. Alhamdulillah tiap hari itu ada terus ayam yang bertelur. Dari 96 ayam per hari menghasilkan 4 kg telur," ujarnya.
Bahkan dalam waktu dekat, pihaknya akan mendapatkan bantuan lagi dari Pertamina sebanyak 140 ayam petelur.
Selain Pertamina, ada pula sejumlah lembaga lain seperti Baznas dan PIPPK yang turut kerja sama CSR dengan wilayah tersebut. Proposal Baznas ia tawarkan program kesehatan.
Aang pun membagikan kunci keberhasilan wilayahnya mengelola sampah. Ia mengaku pengurus RW harus rajin mencari perusahaan-perusahaan yang konsen terhadap lingkungan untuk CSR. Selain itu kunci dari lolosnya proposal program adalah harus sudah punya program yang berjalan.
"Harus sudah punya aksi, meski modalnya sedikit. Sehingga saat kita menyerahkan proposal sudah tidak bingung apa kegiatannya, apa yang sudah dilakukan. Saat presentasi dan pertanggungjawabannya nanti enak," kata Aang.
"Kami dikasih septic tank komunal karena 86 KK di sini masih buang hajat ke sungai. Septic tank komunal ini skala kecil saja. Untuk 5 KK kami dapat 12 buah dari Baznas. Lalu yang 13 lagi dari PIPPK, karena kami ajukan program itu juga," lanjutnya.
Selain bantuan CSR, Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung pun ikut membantu dengan memberikan troli bak sampah atau tong sampah.
Bahkan, lahan yang saat ini digunakan untuk mengolah sampah pun sebenarnya bukan milik RW setempat, melainkan milik Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
"Ada lahan 50 tumbak, bukan tanah kami, tapi punya BPK. Kami ajukan juga ke mereka untuk pinjam lahan. Sudah 6 tahun kami meminjam lahan tersebut dan dimanfaatkan untuk kebutuhan masyarakat seperti lapang voli, Buruan Sae, dan pengolahan sampah ada semua," kata dia.
"Kami selalu CSR-nya itu dalam bentuk barang, tidak dalam bentuk uang karena itu terlalu sensitif dan bisa menimbulkan kecurigaan di tengah masyarakat," tambahnya.
Aang pun berpesan untuk seluruh masyarakat terutama kepada pengurus RW agar tidak mengandalkan iuran wajib warga. Ia menyarankan bahwa memperluas relasi dapat jadi peluang menguntungkan untuk kolaborasi, agar permasalahan di lingkungan bisa diselesaikan secara bersama-sama.
(aau/dir)