Penggunaan merkuri pada aktivitas tambang emas ilegal di Kampung Cibuluh, Desa/Kecamatan Ciemas, Kabupaten Sukabumi menggurita. Padahal diketahui, merkuri adalah salah satu unsur kimia yang berbahaya.
Mengutip dari website Kementrian Lingkungan Hidup (https://ppid.menlhk.go.id/berita/siaran-pers/6339/waspada-merkuri-di-sekitar-kita) merkuri adalah unsur kimia dan merupakan logam berat yang sangat berbahaya bagi kesehatan dan lingkungan hidup.
Direktur Jenderal Pengelolaan Limbah, Sampah, dan Bahan Beracun Berbahaya (PSLB3), KLHK, Rosa Vivien Ratnawati, dalam pemaparannya menyebutkan bahwa merkuri berasal dari berbagai macam sumber, mulai dari emisi ulang hingga aktivitas manusia seperti Pertambangan Emas Skala Kecil (PESK), produksi besi serta limbah peralatan merkuri. Unsur tersebut, berpotensi meracuni masyarakat, dan mengganggu kesehatan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Merkuri yang dilepaskan ke lingkungan dari sumber alami dan aktivitas manusia, dapat memasuki media lingkungan. Senyawa tersebut akan tetap berada dalam siklus merkuri di lingkungan yakni air, udara dan tanah, sampai benar-benar terbuang dari sistem melalui penguburan di sedimen laut dalam atau sedimen danau, dan melalui penjebakan atau entrapment ke dalam senyawa mineral stabil," ujar Rosa Vivien Ratnawati, dikutip detikJabar, Senin (22/5/2023).
Beberapa waktu lalu, detikJabar melakukan penelusuran langsung aktivitas penggunaan merkuri di lokasi tambang tersebut. Aktivitas merkuri digunakan ketika aktivitas gelundung, atau pengolahan bahan material menjadi emas.
Bahan material berupa bebatuan terlebih dahulu ditumbuk, setelah itu dimasukkan ke dalam lempengan besi berbentuk silinder. Saat itulah aktivitas merkuri terjadi, bahan tambang dicampur air dan merkuri atau dikenal dengan nama Kuik bagi masyarakat penambang dengan takaran seujung sendok makan dimasukkan ke dalam gelundung.
"Bahan itu akan tercampur setelah proses gelundung selama 4 sampai 5 jam, tergantung material tambang yang dimasukkan ke dalam gelundung. Kemudian pemberian kuik (merkuri) berguna untuk mengikat material emas," kata salah seorang sumber dari lokasi tambang.
Setelah gelundung selesai, bahan material tambang berubah menjadi lumpur, gelundung di kuras dan lumpur tadi dimasukkan ke dalam wadah berukuran besar. Aktivitas pengolahan berlanjut dilakukan dengan tangan telanjang, bahan lumpur diaduk hingga hanya tersisa cairan perak merkuri.
"Kandungan emas akan tertinggal di dalam kuik, nanti kuik dimasukkan ke dalam kain yang rapat lalu mulai di pencet (pijit) hingga menyisakan butiran emas. Butiran emas yang ada dalam merkuri nanti akan digebos (proses pembakaran dengan api) sampai benar-benar tersisa logam emas, kadar dan beratnya tergantung dari material awal," masih kata sumber tersebut.
Ironisnya aktivitas itu dilakukan di sekitar perkampungan warga, endapan lumpur terlihat menggenang di sekitar mesin gelundung. Namun terlepas dari persoalan itu, urusan perut tidak bisa ditampik. Persoalan tambang-tambang emas hingga lingkaran prosesnya berujung pada kebutuhan warga soal penghasilan.
"Bertani, berladang sudah bukan pilihan utama. Para gurandil (penambang ilegal) ini hanya menggantungkan penghasilan dari aktivitas ini. Semuanya berujung pada dapur tetap ngebul, perut keluarga terisi. Lingkarannya mulai dari menambang, proses dan jual, kalau beruntung dapat banyak emas ya perekonomian meningkat," pungkas sumber tersebut.
(Syahdan Alamsyah/tya)