Metode pembakaran sampah dipilih pemerintah Jawa Barat dan Kota Bandung untuk menyelesaikan peliknya tumpukan sampah. Hal ini masih mendapat tentangan keras dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi).
Kepada detikJabar, Manager Advokasi dan Kampanye Walhi Jabar Wahyudin Iwang menagih janji Gubernur Jawa Barat yang bakal menyertakan bukti kajian teknologi alat untuk proses pembakaran.
Iwang pun menjabarkan ada banyak dampak yang siap mengancam kota Bandung dan sekitarnya, jika pembakaran sampah masih jadi jalan yang dipilih pemerintah. Faktor paling potensial yang mengancam adalah gangguan pernafasan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Proses pembakaran masih menimbulkan residu. Abu sisa pembakaran memang kemudian bisa dimanfaatkan lagi dipadatkan lagi untuk batako dan lain-lain. Tapi kalau pun juga tidak, itu kalau kena angin bisa berterbangan dan bisa terhirup oleh masyarakat sekitar kemudian menimbulkan gangguan kesehatan yang serius bukan seminggu dua minggu dan bukan sebulan gitu ya, tapi ukurannya tahunan," kata Iweng saat dihubungi detikJabar.
Ia mengatakan setiap masyarakat yang menghirup polutan dari residu itu bisa terganggu struktur organ tubuhnya. Selain itu, tentunya pencemaran udara dan air menjadi sebuah dampak yang mengkhawatirkan.
"Selain itu bisa berpengaruh terhadap kualitas udara, terhadap kondisi perubahan iklim atau global warming, kemudian jelas adanya pencemaran air. Kalau manajemen pengelolaan di desanya itu tidak baik, dia berada di lokasi wilayah tangkapan air atau mata air, tidak menutup kemungkinan akan mempengaruhi terhadap mata air yang ada di sekitar itu," ucapnya.
"Sekarang semua sampah langsung dibakar juga kita belum tahu teknologi atau alat bahan baku untuk pembakarannya apa. Ini harus diketahui oleh publik. Menggunakan kayu kah, menggunakan bensin kah, menggunakan batubara kah, dan lain sebagainya itu akan mempengaruhi juga dari sisi kajian kami. Bagaimana dampaknya kalau kayu, bensin, dan lainnya," lanjut Iwang.
Iwang mengatakan, masalah sampah adalah persoalan kompleks yang membutuhkan peran kerja sama baik pemerintah maupun ke masyarakat. Semua pihak harus punya kesadaran.
Ia pun memberikan dua solusi bagi pemerintah jika ingin mengurai problem sampah di kota Bandung, yakni dengan zero waste dan penegakan regulasi yang konsisten. Menurutnya, sistem ini lah yang terbukti bisa menghentikan masalah tumpukan sampah.
"Kami sudah punya bukti sistem yang bisa berhasil untuk mengatasi masalah sampah adalah dengan zero waste atau menyelesaikan sampah di rumah. Ini masih mampu mengatasi masalah dengan cara pendekatan yang cukup baik daripada teknologi cara bakar-bakaran yang bisa memunculkan dampak baru," ujarnya.
Masih kata Iwang, penegakan regulasi mengacu pada kasus sebelumnya yakni pembatasan kantong plastik. Ia merasa pemerintah tidak serius dalam menggalakkan program ini. Kendornya pengawasan membuat langkah berusaha untuk mengurangi sampah jadi tak berarti.
"Kemudian penegakan hukum yang harus dilakukan oleh pemerintah dan harus dijalankan bagi industri-industri bertanggung jawab untuk mau melakukan daur ulang kembali. Pembatasan kantong plastik itu sebetulnya proses pengawasan dan evaluasinya kemarin tidak efektif. Masyarakat akhirnya meskipun kena charge kantong plastik saat belanja ya tetep dibeli itu barang 200 perak, karena itu bukan kebijakan yang memberatkan. Maka harus disertai dengan pengawasan dan evaluasi yang baik dan konsisten," harapnya.
(aau/yum)