Saat Ilmuwan Ungkap Perilaku Kanibalisme

Kabar Internasional

Saat Ilmuwan Ungkap Perilaku Kanibalisme

Tim detikInet - detikJabar
Minggu, 14 Mei 2023 00:05 WIB
Aligator raksasa kanibal
Aligator raksasa kanibal (Foto: Barbara D'Angelo via Petapixel)
Jakarta -

Pernah melihat hewan dengan spesies yang sama, memiliki perilaku kanibalisme? Ternyata, perilaku itu cukup umum di dunia hewan, dari amuba bersel tunggal hingga salamander. Sejumlah alasan, dijelaskan ilmuwan mengapa ada hewan yang memakan saudara bahkan induk dan anaknya sendiri.

Dilansir detikInet dari Science.org, Selasa (9/5) alasan pertama, kanibalisme berisiko. Bila seekor hewan memiliki cakar dan gigi yang berbahaya, begitu juga rekannya. Belalang sembah betina terkenal karena gemar menggigit kepala pejantan yang jauh lebih kecil selama kawin. Tetapi mereka juga kadang-kadang berhadapan dengan betina yang serasi.

"Saya pernah melihat belalang sembah betina mengunyah kaki belalang yang lain, dan kemudian betina yang kehilangan kakinya entah bagaimana berhasil membunuh yang lain," kata ahli entomologi dari University of California, Davis, Amerika Serikat Jay Rosenheim.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dalam perspektif penyakit, kanibalisme mengundang banyak patogen spesifik untuk inang. Jadi jika kanibal memakan rekan yang terinfeksi, ia berisiko terkena penyakit yang sama.

Sebagai contoh paling terkenal adalah penyebaran penyakit otak langka dan fatal yang disebut kuru yang melanda Suku Fore di Papua Nugini pada tahun 1950-an. Suku Fore mempraktikkan kehidupan kanibalisme oleh manusia.

ADVERTISEMENT

Penyakit Kuru menyerang komunitas Fore yang melakukan ritual penguburan kanibal di mana keluarga memasak dan memakan daging, termasuk jaringan otak yang terkontaminasi, dari kerabat mereka yang telah meninggal. Setelah Fore menghentikan ritualnya, penyebaran penyakit kuru pun berhenti.

Alasan lain, kanibalisme adalah cara yang buruk untuk mewariskan gen seseorang. "Dari perspektif evolusi, hal terakhir yang ingin Anda lakukan adalah memakan keturunan Anda," jelas Rosenheim.

Itulah alasan utama serangga bermata besar membatasi ukuran populasinya dengan 'mengemil' keturunannya sendiri. Jika mereka tumbuh terlalu banyak, mereka menyimpan telur di semua tempat. Karena mereka tidak dapat mengenali telurnya sendiri, mereka akhirnya melahap induknya sendiri.

Walaupun kanibalisme dinilai kejam, kondisi tertentu tampaknya membuat perilaku berisiko itu bermanfaat pada hewan menurut ahli ekologi di California State University, East Bay, Amerika Serikat Erica Wildy.

"Bahkan jika hewan memakan teman atau keturunannya, jika mereka kelaparan, mereka harus melindungi kelangsungan hidupnya," ucap Erica.

Wildy menuturkan, rasa lapar membuat larva salamander berjari panjang lebih mungkin untuk saling menggigit dan kadang-kadang memakan satu sama lain.

Rosenheim dan rekan-rekannya menunjukkan hormon tertentu, yakni oktopamin pada invertebrata dan epinefrin pada vertebrata, tampaknya terkait dengan tingkat kanibalisme.

Dalam kondisi menjadi padat dan makanan menjadi langka, jumlah hormon itu melonjak dan hewan bisa menyerang apapun yang bisa mereka rebut dengan rahang, kaki, atau penjepit.

Studi itu juga menyoroti bagaimana kondisi tertentu membuat beberapa amfibi muda seperti salamander macan dan kodok spadefoot berubah menjadi superkanibal.

Ketika sebuah kolam penuh dengan larva, beberapa kecebong bertransisi menjadi 'morf kanibal' dengan menggembung dan menumbuhkan rahang menganga bertabur taring semu. Morf kanibal serupa muncul pada tungau, ikan, bahkan lalat buah yang larva kanibalnya 20% dipersenjatai oleh gigi lebih banyak di pengait mulutnya.

Makhluk lain, seperti kodok tebu yang sangat invasif, melakukan pendekatan sebaliknya. Ketika kanibal lapar mengintai, larva kodok yang rentan mempercepat pertumbuhan dan perkembangan mereka, menempel pada massa menjadi terlalu besar untuk diselimuti.

Dalam kebanyakan kasus di dunia hewan, hasil akhir dari kanibalisme yang merajalela adalah positif, yakni populasi yang sehat dan tidak padat. Karena alasan itu, Rosenheim menghindari pandangan kanibalisme sebagai hal yang biadab.

"Ketika kita memikirkan kanibalisme pada populasi manusia, hal itu memang biadab. Tapi kanibalisme terutama pada hewan, adalah salah satu kontributor utama untuk menyeimbangkan alam," tutupnya.

Artikel ini sudah tayang di detikInet, baca selengkapnya di sini




(wip/dir)


Hide Ads