Awal tahun 2023, Kota Sukabumi digegerkan dengan beberapa kasus kekerasan seksual. Mulai dari guru PNS yang diduga melecehkan dua orang siswi SMP di sekolah hingga tindak pidana dugaan sodomi siswa laki-laki di wilayah Citamiang, Kota Sukabumi.
Menanggapi isu tersebut, Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) melakukan pendekatan kepada para siswa melalui early warning system atau deteksi dini perilaku kekerasan seksual.
Kegiatan itu dihadiri seratusan siswa kelas VII-VIII di salah satu SMP negeri yang ada di Kota Sukabumi. Di samping memberikan materi soal under wear rule, para siswa-siswi juga belajar simulasi untuk bela diri dan menghilangkan kesempatan bagi pelaku kekerasan seksual.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tenaga Psikolog Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (P3A) Kota Sukabumi Dikdik Hardy menjelaskan, under wear rule meliputi bagian tubuh yang terdiri dari mulut, dada, kemaluan dan pantat. Dia menanamkan kepada para siswa agar anggota tubuh tersebut hanya boleh disentuh diri sendiri.
"Sebetulnya saya menyimpan ingatan di bawah sadar adik-adik bahwa yang hanya boleh menyentuh under wear rule hanya adik-adik saja. Ketika ada temannya, guru atau siapa pun yang menyentuh maka tidak boleh," kata Dikdik dalam pemaparannya, Jumat (12/5/2023).
Dikdik juga menayangkan video pemberitaan soal peristiwa kekerasan seksual yang terjadi di Sukabumi pada 2018 lalu dengan jumlah korban mencapai 12 orang. Dia menjelaskan, jika TKP kekerasan seksual identik dengan lokasi yang sepi, tertutup dan tidak ada orang.
"Sehingga akan sulit meminta orang untuk jadi saksi. Kalau begitu hati-hati, yang paling menariknya kejadian ini terjadi pada jam sekolah. Jadi harus hati-hati," tegasnya.
"Kenapa ada kejadian ini? Karena ada kesempatan. Hati-hati ketika duduk di angkot, kadang ada penumpang lain yang menggunakan kesempatan berdesakan untuk berimajinasi seksual sehingga dia melakukan pelecehan seksual. Kalau begitu, TKP sebetulnya ada dua kelompok sepi, tertutup, tidak ada orang tapi ada juga di ruang publik dan kondisi berdesakan," sambungnya.
Berlanjut pada sesi berikutnya, para siswa diperlihatkan dengan adegan membela diri melalui krav maga atau salah satu jenis bela diri dan pertahanan diri untuk dipakai saat menghadapi situasi yang mengancam. Beberapa siswa juga diminta untuk maju ke depan memperagakan salah satu teknik bela diri tersebut.
Kemudian, para siswa dikenalkan dengan salah satu cara dasar untuk menghindari tindakan kekerasan seksual yaitu dengan menghilangkan kesempatan. Rumusnya, kata dia, ada niat dikalikan dengan kesempatan sama dengan tindak pidana kekerasan.
"Yang mesti diperhatikan, tujuan menghilangkan kesempatan agar yang bersangkutan berhenti melakukan pelecehan. Kalau berulang maka yang harus dilakukan melapor, bisa menyampaikan ke guru BK, ibu guru yang dipercaya. Tugas kita menghentikan perilaku pelecehan," tutupnya.
Para siswa yang mengikuti kegiatan sosialisasi ini sangat beragam. Ada yang asyik ngobrol dengan rekannya, ada yang antusias untuk bertanya dan menjawab pertanyaan. Rencananya, kegiatan sosialisasi deteksi dini kekerasan seksual di sekolah ini akan kembali diadakan di beberapa sekolah lainnya.
(mso/orb)