Cerita Muljana 'Mengalah' Rawat Kuburan di Hari Raya Idul Fitri

Serba-serbi Warga

Cerita Muljana 'Mengalah' Rawat Kuburan di Hari Raya Idul Fitri

Anindyadevi Aurellia - detikJabar
Sabtu, 22 Apr 2023 14:15 WIB
Muljana, juru makam TPU Sirnaraga Bandung
Muljana, juru makam TPU Sirnaraga Bandung (Foto: Anindyadevi Aurellia/detikJabar)
Bandung -

Hari Raya Idulfitri membuat jalanan kota Bandung cukup lengang. Usai melakukan Salat Id, masyarakat biasanya lanjut berziarah ke makam keluarga.

Seperti yang terpantau pada siang ini Sabtu (22/4/2023), jalanan yang lengang tiba-tiba sedikit terhambat di ruas jalan Pajajaran, Kecamatan Cicendo, Bandung. Hal ini karena membludaknya peziarah di TPU Sirnaraga, makam muslim tertua di kota Bandung.

Waktu masih menunjukkan pukul 10.30 WIB, namun panas matahari sudah terasa cukup menyengat. Meski cuaca cukup panas dan banyak orang berdatangan, tak menyurutkan semangat para juru makam.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Salah satu juru makam nampak semangat bersiap menyambut peziarah yang ingin mencari makam keluarganya. Muljana namanya.

Makam Sirnaraga seolah jadi rumah kedua bagi Muljana. Makam ini jauh dari momok mengerikan, terjaga kebersihannya, berkat kinerja Muljana dan rekan-rekan sesama juru makam yang lainnya.

ADVERTISEMENT

Ia tak bisa bekerja sendiri, maklum makam ini punya luas sekitar 12.000 hektar dengan 40.000 jumlah total kuburan.

Tapi bisa dikatakan dia lah yang paling paham segala hal soal TPU ini. Bagaimana tidak, sejak kecil TPU ini lah yang jadi tempat bermainnya.

"Saya diangkat jadi petugas makam tahun 2007, tapi kalau di sininya mah udah dari kecil. Umur 15 mungkin ya, itu udah ikut gali kubur. Soalnya dulu bapak (orang tua) Kepala Juru Makam gitu lah, jadi turun-temurun kerjanya. Segala apa di sini saya juga jadi tahu dari kecil," cerita Muljana saat ditemui detikJabar Sabtu siang.

Pria paruh baya asal Rahayu, Margaasih, Kabupaten Bandung, ini terbiasa mengurus makam, membersihkan sampah, serta membantu penggalian makam.

Setiap hari ia bertugas, seminggu sekali ada kalanya ia libur dan berganti dengan rekannya. Muljana bekerja menjaga makam selama 8-10 jam per hari.

Setiap lebaran, ia berjaga di makam sebab kondisi TPU pasti penuh dengan kedatangan peziarah. Selama bertugas, tak pernah sekalipun ia mengeluhkan pekerjaannya yang membuatnya harus lebaran di makam.

"Berangkat jam 6 pagi, perjalanan macet-macet paling enggak jam 7 sampai. Kalau makam lagi rame peziarah bisa pulangnya jam 4-5 sore. Ya sudah biasa, dari jaman orang tua juga gitu. Saya juga kan nggak mudik, temen-temen yang lain juga jadi sudah biasa," kata dia.

Istri dan keempat anaknya pun sudah biasa merayakan lebaran masing-masing. Biasanya mereka bertemu saat ada yang libur atau ada acara tertentu seperti pengajian.

Ia juga mensyukuri atas gaji yang telah diterimanya dari Pemerintah setempat. Dari situ, ia berusaha mencukupi kebutuhan rumah tangga.

"Dicukup-cukupin, kan nggak boleh ngambil dari peziarah ya. Kalau dikasih gitu ditolak untuk mencegah pungutan. Ga cukup lah terima gaji dari Pemkot, ada THR juga. Karena memang nggak boleh terima dari peziarah takutnya ada yang minta dipercepat, ada request, jadi seolah dipaksa ada pungutan," ujar Muljana.

Persinggahan terakhir jadi pemandangan sehari-hari bagi Muljana. Beberapa orang mungkin membayangkan seberapa ngeri bekerja di makam hingga larut malam. Namun segala kesan horor ditampiknya.

"Enggak ada lah, temen-temen yang lain juga enggak ngerasa gitu. Ya sama-sama aja menghargai tinggal di sini. Saya juga biasa kalau puasa sampe jam 2 di sini, sahur," ucap Muljana.

Bukan kisah horor, tapi ada beberapa kisah unik selama ia menjadi juru makam. Salah satunya yakni beberapa orang yang masih meyakini adanya klenik.

Muljana, juru makam TPU Sirnaraga BandungMakam Mbah Panjang di TPU Sirnaraga Foto: Anindyadevi Aurellia/detikJabar

Ada dua makam tertua yang dipercaya jadi makam pertama di TPU Sirnaraga. Makam tersebut diberi nama 'makam mbah Panjang' karena dua makam tersebut memiliki panjang kurang lebih dua meter.

"Nah biasanya orang-orang ada waktunya mereka ke sini ziarah, terus nyuci keris disini. Pokoknya masih banyak, tapi nggak tahu deh buat apa," ujar pria berusia 54 tahun itu.

Pada bagian nisan, tertulis nama laki-laki dan perempuan khas kerajaan zaman dahulu, Ki Ageng Stio Penditoratu dan Putri Dewi Lintang Trengganu.

Menurut cerita, keduanya adalah pasutri dari kerajaan Mataram yang diperkirakan pada sekitar tahun 1602 tersebut sedang menguasai tanah Parahyangan.

"Nah di samping-sampingnya ini saudara dan anak. Paling jauh pernah ada yang nyuci keris ke sini itu dari Bali. Kan anak mbah Panjang ini ada yang dari Bali," ceritanya.

Selain itu, ada pula tempat peristirahatan terakhir bagi penjahat kelas kakap yang sangat terkenal di Bandung pada tahun 70-an. Ialah Mat Peci, sosok penjahat yang selalu menggunakan peci.

Nisannya di TPU Sirnaraga diduga bertulis Dharma Utama. Makam ini dulunya jadi tempat ziarah para preman atau siapapun yang ingin memohon kekebalan. Sebab konon, Mat Peci semasa hidup memiliki kekebalan tubuh untuk melancarkan aksi kriminalnya.

(aau/yum)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads