Anak-anak tahun 2000-an yang berada di seputar Kecamatan Majalaya, Kabupaten Bandung pasti pernah habisin uang THR yang diberi orang tua, om, tante nya lalu dibelikan mainan seperti mobil tamiya.
Pada masanya, anak-anak usia 8-15 tahun berlomba-lomba untuk memodifikasi tamiya. Mereka rela merogoh kocek Rp 50-200 ribu yang kala itu, masih dinilai nominalnya tinggi untuk memodifikasi mainan satu ini.
Masih ingat dibenak Rian Octa (30), setelah salat Id, lalu ikut bersilaturahmi kepada sanak keluarga dan mendapatkan THR, ia bersama saudara-saudara usia sebayanya, langsung bergegas untuk pergi ke Alun-alun Majalaya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Seperti diketahui, setelah paginya Lapang Alun-alun Majalaya digunakan untuk salat id, siangnya dipenuhi pedagang mainan hingga makanan. Lapak penjual tamiya pun banyak, jumlahnya bisa mencapai 10 pedagang. Mereka menjajakan barang jualannya dengan cara lesehan dengan alas plastik terpal.
Bak seperti montir otomotif handal, banyak anak-anak ikut duduk untuk memodifikasi mobil tamiyanya. Beragam kebutuhan sparepart sudah tersedia di pedagang-pedagang tersebut.
Dari mulai tamiya utuh pabrikan yang dikemas dalam sebuah dus hingga tamiya hasil rakitan dan siap bertanding di lintasan juga dijual.
"Ingat saya, masih ingat, pokoknya pas beres silaturahmi langsung pada ke Alun-alun ke lapak penjual tamiya," kata Rian kepada detikJabar, belum lama ini.
Rian mengungkapkan, biasanya dia dan teman-temannya suka ngabuburit ke Alun-alun Majalaya untuk mengetest tamiya yang dirakitnya di lintasan.
"Pas lebaran, kan pada punya banyak uang tuh, uangnya dipake buat ngerakit tamiya, sampai puas. Ada yang beli sasis, dinamo, ring, bandul, ban, bamper, batre cas, danlainnya. Pokoknya apa yang belum kebeli, pasti dibeli," ungkap Rian.
![]() |
Rian menyebut, Alun-alun Majalaya menjadi arena favorit bagi anak-anak untuk main tamiya. Pasalnya, selain pilihannya banyak, ada trek buat mainnya.
"Kan kalau main tamiya harus di track, kalau di jalan mah ga akan beraturan. Nah jadi kita tuh tahu gimana kecepatannya, stabil enggak pas lagi jalan, ya jadi mainnya harus ke alun-alun, ga beli juga, kita tetap bisa ikut main," jelasnya.
Menurut Rian, jarang ada yang punya trek sendiri untuk bermain tamiya. Pilihannya ya apalagi kalau bukan main ke Alun-alun Majalaya. "Ada kok yang punya perorangan juga, tapi biasanya itumah orang tuanya kaya," ucapnya.
Rian mengatakan, anak-anak yang suka main tamiya jika lihat temannya memiliki tamiya yang melakukan lebih cepat dan tampilannya bagus, suka ingin menyaingi dan hal itu membuat mereka berlomba-lomba.
"Jadi ada yang hanya sekedar main saja, atau emang lomba sampai tamiya yang diinginkan benar-benar sempurna modifikasinya," ujar Rian.
Meski demikian, seiring waktu berjalan, Rian menyebut sudah jarang anak-anak yang main tamiya, begitupun jika melihat Alun-alun Majalaya sekarang, ramainya tak seperti dulu.
"Sekarang mah udah ada game online, kalau dulu warnet aja jarang, tapi ya kalau ingat masa kecil indah banget, ada lah cerita," pungkasnya.
(wip/yum)