Suasana lebaran kerap dinanti semua umat muslim yang merayakannya, setelah berpuasa selama satu bulan berubah menjadi sukacita. Hal itu juga tergambar sejak era kolonial silam.
Irman Firmansyah, pengamat sejarah dari Yayasan Dapuran Kipahare menggambarkan suasana lebaran saat itu digambarkan dengan sambutan awal yaitu petasan dan bedil lodong.
"Dalam artikel Malay Malaise bulan Februari 1931, menjelaskan bahwa suasana menjelang Idul Fitri di Sukabumi diliputi petasan dan kembang api sepanjang hari hingga malam," kata Irman kepada detikJabar, Sabtu (15/4/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Keriuhan yang juga diselingi doa dari masjid-masjid itu berhenti menjelang subuh dimana masyarakat Salat Subuh dan kemudian bertakbir menandai fajar hari baru telah jatuh. Kemudian masyarakat mendatangi masjid-masjid dan lapangan untuk beribadah yang diikuti dengan makan minum yang selama puasa dilarang.
"Semua orang berpakaian bagus dan indah dari hasil jerih payahnya. Sebagian ada juga yang membeli pakaian dan juga perhiasan dari hasil menggadaikan barangnya di pegadaian," ujar Irman.
![]() |
Namun sejak bulan November 1939 sebagian masyarakat Sukabumi ada yang memaksakan diri menabung atas Prakarsa Bupati Sukabumi (dijabat R. A. A. Soeriadanoeningrat) melalui pendirian Bank Tabungan Desa.
"Lebaran tahun 1939 juga ditandai dengan mogok lebaran dimana sebuah pabrik tenun di Sukabumi terjadi pemogokan menjelang lebaran. 50 orang pekerja pabrik berhenti bekerja, dan hanya 7 orang yang bertahan sehingga pabrik tenun itu tutup. Hal ini dikarenakan manajemen pabrik tenun menolak untuk memberikan uang THR kepada karyawan, yang saat itu berupa uang muka gaji," cerita Irman.
Kembali ke suasana lebaran di tahun itu, sesudah salat Idul Fitri, masyarakat berbondong bondong saling mengunjungi kerabat, tetangga, teman di sekitarnya untuk meminta maaf atas kesalahan yang dilakukan dalam setahun terakhir.
Saat itu banyak orang Eropa yang sulit mengendarai mobil karena sepanjang jalan banyak dipenuhi umat islam yang berjalan kaki saling berkunjung. Semua orang Nampak bersuka ria dan tak peduli dengan urusan lalu lintas.
"Tak cuma orang pribumi ternyata orang Eropa juga banyak yang mengunjungi saudaranya di Sukabumi saat lebaran, namun kebanyakan mereka tinggal di hotel karena tak mempunyai rumah lagi," tutur Irman.
Hotel di Sukabumi seperti Hotel Victoria (Hotel Merdeka- komplek ruko - kini) saat lebaran biasanya penuh oleh orang dari Batavia. Hal yang bagus bagi pemilik hotel, yang menjadi persoalan adalah layanan hotel kurang maksimal karena sebagian besar pekerja hotel libur.
"Hanya ada sebagian kecil pekerja hotel yang bertahan bekerja di hari lebaran dengan diberi iming-iming bayaran yang lumayan. Pada akhirnya orang Eropa pun harus menerima kenyataan karena lebaran adalah kegembiraan kaum pribumi, sehingga dalam suasana lebaran mereka hanya hanya bisa menerima pelayanan seadanya," ungkap Irman.
"Banyak para pemilik perkebunan juga beristirahat di Sukabumi selama lebaran, karena itu beberapa hiburan diadakan sesudah lebaran, misalnya pertunjukan Paduan Suara Cossact di Capitol pada Februari 1931. Hiburan itu cukup menarik minat banyak orang Eropa sehingga meja-meja terisi penuh," sambungnya.
Irman melanjutkan ceritanya, kondisi itu berubah saat zaman pendudukan Belanda pasca proklamasi, mudik di Sukabumi tak semeriah sebelumnya karena suasana perang. Akibat agresi militer Belanda Juli 1947 banyak masyarakat yang susah karena setiap hari nyawanya terancam.
"Banyak pula yang harta bendanya disita baik oleh Belanda maupun pejuang. Laporan UNRRA (United Nations Relief and Rehabilitation Administration) menyebutkan bahwa masyarakat Sukabumi banyak yang sakit dan kekurangan gizi," kisah Irman.
![]() |
Pakaian mereka compang-camping dan tidak layak. Oleh karena itu UNRRA melalui pasukan Belanda membagikan pakaian kepada masyarakat beberapa hari sebelum lebaran tiba.
"Pada bulan September 1947 Masyarakat mulai dari anak-anak hingga orang tua banyak yang berbaris mengantri pembagian baju. Situasi ini kemudian berakhir pada tahun 1950 dimana tentara Belanda ditarik semua dari Indonesia," pungkas Irman menutup ceritanya.