Apa jadinya kalau sebuah negara angka pertumbuhan penduduknya kecil dan kebanyakan penduduknya tidak produktif? Hal inilah yang sedang menghantui Korea Selatan (Korsel).
Selain resesi seks, negeri Ginseng juga terancam keberadaan generasi muda yang enggan sekolah maupun bekerja. Di Korea Selatan terdapat fenomena anak-anak muda memilih untuk mengisolasi diri di rumah daripada belajar di sekolah atau bekerja. Kalau istilah di Indonesia dalam bahasa gaul yakni malas gerak atau mager.
Dilansir dari detikTravel pada Selasa (18/4/2023), Institut Kesehatan dan Sosial Korea pada 2022 merilis data sekitar 338.000 orang berusia antara 19-39 tahun di Korsel menjadi penyendiri tipe pertapa. Mereka cenderung mengurung diri di rumah selama berbulan-bulan untuk waktu yang lama bahkan tahunan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Anak-anak muda yang usianya masih produktif itu terlalu merasa nyaman berada di rumah dan tidak melakukan apapun. Pemerintah setempat sampai menggelontorkan dana untuk mendorong anak-anak agar mau berkarya.
Artikel Insider menyebut pemerintah Korsel akan memberikan USD 500 atau sekitar Rp 7,4 juta per bulan untuk anak muda yang mau keluar rumah.
Anak muda yang memenuhi syarat untuk mendapatkan tunjangan ini berusia maksimal 24 tahun. Menteri Kesetaraan Gender dan Keluarga berharap dengan diberi uang saku itu, anak muda dapat kembali bersekolah, mencari pekerjaan, dan beraktivitas.
Pemuda yang memenuhi syarat akan mendapatkan uang dalam bentuk barang atau uang tunai yang dikirim ke rekening bank masing-masing. Jika mereka berusia di bawah 18 tahun, uang itu akan dikirimkan ke rekening orang tua atau kakek-nenek dengan persetujuan mereka.
Setelah mendapatkan uang, setiap pemuda wajib untuk melaporkan penggunaan uang tersebut. Mereka harus menunjukkan bahwa mereka pergi keluar rumah.
Banyak faktor yang menyebabkan fenomena ini. Kebanyakan pemuda yang terisolasi ini berasal dari keluarga miskin. Mereka mulai menutup diri karena memiliki trauma pribadi, mendapatkan intimidasi di sekolah, stres akademik, konflik keluarga, atau kurangnya perhatian dari wali atau orang tua mereka.
Sementara dalam studi kasus yang diberikan oleh kementerian keluarga Korsel, seorang anak berusia 17 tahun yang tidak disebutkan namanya mengatakan bahwa mereka mulai hidup dalam pengasingan ketika berusia 15 tahun karena kekerasan dalam rumah tangga.
Artikel ini sudah tayang di detikTravel, baca selengkapnya di sini
(aau/dir)