Penyegelan tempat ibadah yang dilakukan Pemkab Purwakarta pada 1 April 2023 memantik perhatian. LBH Bandung turut menyoroti hal itu meskipun alasannya karena Gereja Kristen Protestan Simalungun (GKPS) tersebut tidak mengantongi izin.
Direktur LBH Bandung Lasma Natalia dalam keterangannya mengatakan, ada 3 poin yang pihaknya soroti dari kasus tersebut. Pertama, ia menilai bahwa negara, dalam hal ini Pemkab Purwakarta telah melanggar HAM pada isu kebebasan beragama dan berkeyakinan.
"Negara semestinya hadir dalam wujud penghormatan bagi siapapun yang akan melakukan kegiatan ibadah keagamaan. Sebagaimana dalam Pasal 29 ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan bahwa "Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadah menurut agamanya dan kepercayaannya itu," kata Lasma, Kamis (6/4/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Poin kedua, LBH menyinggung urusan perizinan yang jadi alasan Bupati Purwakarta Anne Ratna Mustika menyegel gereja tersebut. Menurut Lasma, urusan itu tidak bisa menjadi alasan untuk menggugurkan jaminan hak asasi sesuai amanat Pasal 22 UU No 39 Tahun 1999 tentang HAM.
"Itu jelas dan terang benderang bahwa dengan adanya tindakan Bupati Purwakarta ini menambah perlakuan negara yang diskriminasi terhadap kelompok agama tertentu," ucap Lasma.
Poin ketiga, LBH menyinggung seharusnya Bupati Purwakarta mengedepankan nilai toleransi dan mempermudah proses perizinan pendirian rumah ibadah. Sebab kata Lasma, itu menjadi tugas Bupati sebagaimana tertuang dalam Pasal 6 ayat (1) huruf (e) Peraturan Bersama Dua Menteri Tahun 2006 mengenai Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Rumah Ibadah.
"Bukan sebaliknya atas dasar perizinan dan menghindari konflik di antara masyarakat melakukan pembatasan kegiatan beribadah untuk kelompok lain," pungkasnya.
Sebelumnya diberitakan, berdasarkan Rapat Koordinasi (Rakor) Pemkab Purwakarta, Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda), Majelis Ulama Indonesia (MUI), Kantor Kementerian Agama (Kemenag), Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB), dan Badan Kerjasama Gereja-Gereja (BKSG) Purwakarta dan perwakilan jemaat GKPS menghasilkan kesepakatan untuk menutup sementara bangunan itu.
Bupati Purwakarta Anne Ratna Mustika didampingi Forkopimda, instansi terkait hingga tokoh lintas agama melakukan penyegelan bangunan yang menjadi perdebatan pada Sabtu (01/04/2023). Pintu masuk bangunan itu dipasang garis sebagai tanpa penyegelan dan dipasang stiker segel.
"Ini dari awal ketika adanya video viral kita sudah kita tindak lanjuti dengan beberapa kali pertemuan, baik dengan pihak pengelola tempat ini maupun dengan lainnya. Sudah disepakati dengan badan kerjasama gereja-gereja Purwakarta bahwa untuk sementara bahwa tempat peribadatan harus sudah memiliki perizinan sedangkan tadi di jelaskan bahwa berdasarkan data di sistem yang kami miliki gedung ini belum melakukan proses izin baik kelayakan atau aktivitas lainnya seperti peribadatan," ujar Anne, Minggu (02/04/2023).
Anne menegaskan penutupan ini berlandaskan aturan perundang-undangan yang berlaku terkait pendirian rumah ibadah. Namun bangunan yang selama ini digunakan oleh para jamaah belum memiliki izin.
"Diatur dalam peraturan bersama menteri agama dan dalam negeri terutama adalah pasal 8 dan 9, untuk itu mengacu pada regulasi yang ada, pada hari ini kami menutup sementara tempat ini dari segala aktivitas, saya ulangi bahwa kami pemerintah daerah melalui dinas terkait menutup tempat ini dari segala aktivitas," tegasnya.
Anne mengarahkan kepada para jamaah untuk beribadah di gereja-gereja yang sudah memiliki izin. Ia juga sudah berkoordinasi dengan Badan Kerjasama Gereja-gereja (BKSG) Purwakarta untuk beribadah bersama.
"Silahkan pengelolaan tempat untuk mengurus perizinan sesuatu peraturan dan perundang-undangan yang berlaku,"pungkasnya.
Lihat juga Video: Momen Tempat Ibadah Jemaat Kristen Tak Berizin Disegel Pemkab Purwakarta