Bagi warga Pangandaran yang hilir mudik melalui jalan raya Pangandaran-Cijulang tentunya tidak asing lagi dengan makam Mbah Bungkus.
Makam terbuka yang berada di samping Jalan Raya Pangandaran-Cijulang No.69, Desa Wonoharjo, Kecamatan Pangandaran, Kabupaten Pangandaran, Jawa Barat, sampai kini masih terawat dan bersih.
Saat detikJabar mendatangi makam Mbah Bungkus, terlihat di area depan digunakan area perkebunan kecil. Makam tersebut kini dikelilingi benteng pembatas yang areanya semakin menyempit.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Budayawan Pangandaran Erik Krisna Yudha mengatakan makam Mbah Bungkus masih berdiri kokoh dan sudah ada renovasi.
"Sekarang makam Mbah Bungkus sudah ditutupi saung atau rumah kecil yang diterasnya untuk para peziarah," kata Erik kepada detikJabar, belum lama ini.
Ia mengatakan peziarah masih ramai datang pada saat Selasa kliwon dan Jumat kliwon setiap minggunya.
"Mbah Bungkus di Pangandaran saat itu merupakan sosok penyebar agama Islam dan pemersatu akulturasi budaya Jawa dan Sunda," ucapnya.
Menurutnya Mbah Bungkus memiliki nama Wonoduwiryo yang merupakan keturunan Mbah Wonodiksomo III, yaitu cucu dari Tumenggung Wonoyudo, seorang abdi dalem Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat Mbah Bungkus atau Wonoduwiryo berasal dari Desa Tlogodepok, Kecamatan Mirit, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah.
Kedatangan Mbah Bungkus ke Pangandaran bukan sebuah kesengajaan, namun tugas besar yang diperintahkan Bupati Cilacap dan Bupati Sukapura.
Erik mengatakan Mbah Bungkus ke Pangandaran berawal dari kisah persahabatan Kanjeng Bupati Sukapura dengan Kanjeng Bupati Cilacap.
"Saat itu Bupati Sukapura mengeluh kepada Kanjeng Bupati Cilacap bahwa daerah barat Sungai Citanduy yang dekat dengan pantai bisa dimanfaatkan. Namun lokasi yang saat ini Pangandaran sangat angker," kata Erik.
Sehingga saat itu Bupati Cilacap menyarankan orang pintar yang dapat membuka wilayah angker Pangandaran. "Bupati Cilacap kemudian memohon bantuan kepada bupati Kebumen untuk mengirimkan utusan yang sakti buat membuka lahan hutan tersebut," katanya.
Akhirnya, bupati Kebumen mengutus putra dari Mbah Wonodiksomo III dari Desa Tlogodepok, yang akrab disebut Mbah Bungkus.
Bupati Kebumen meminta langsung Wonoduwiryo kepada ayahnya, Mbah Wonodiksomo III, untuk dikirim ke daerah yang disebut angker oleh bupati Sukapura.
Setelah mendapat restu ayahnya, Wonoduwiryo berangkat ke seberang Sungai Citanduy yang berdekatan dengan Pantai Pangandaran.
"Wonoduwiryo atau Mbah Bungkus mulai membuka hutan belantara dengan alat seadanya dan berhasil merobohkan salah satu pohon yang dianggap angker hanya dengan cara digigit," ucapnya.
Ia mengatakan ranting pohon yang berada di sekelilingnya langsung kering dan dijadikan bahan kayu bakar.
Setelah itu, hutan yang telah dibuka dimanfaatkan oleh penduduk serta didatangi para pendatang dari barat dan timur, dari suku Sunda dan Jawa yang kemudian hidup berdampingan di lokasi tersebut.
Setelah hutan belantara tersebut menjadi perkampungan, Mbah Bungkus akhirnya menyiarkan ajaran agama Islam kepada warga yang ada di perkampungan tersebut hingga akhirnya menjadi ramai.
"Pertama kali beliau memasuki Pangandaran pada 1920-an dan beliau wafatnya tahun 1927," ucapnya.
Sebagai penghormatan kepada sang penyebar agama Islam, Mbah Bungkus dibuatkan makam di daerah Wonoharjo yang sekarang di samping jalan raya Pangandaran-Cijulang.
(mso/mso)